Prologue : Home

225 31 18
                                    

Pria setinggi seratus tujuh puluh tujuh sentimeter itu merekatkan mantel coklat yang tengah menyelubungi tubuhnya, melawan angin malam di pergantian musim yang menusuk kulit. Dipercepat langkah kakinya menuju gedung apartemen Glory yang tinggal beberapa belas meter lagi dari tempatnya berpijak.

Sejenak ia melempar senyum dan anggukan sapaan pada seorang pria berseragam yang sedang duduk berjaga di pos keamanan sebelum masuk ke dalam gedung dan bergegas menaiki elevator menuju lantai dimana tempat tinggalnya berada. Rasanya tak sabar ingin segera sampai ke apartemennya yang hangat dan merebahkan tubuhnya yang amat lelah.

Ditekannya empat digit sandi pintu apartemen yang sudah beberapa hari ini ia tinggalkan karena setumpuk pekerjaan musiknya yang menghadang dan menuntutnya untuk lembur berhari-hari, hingga ia harus cukup puas merebahkan diri di sofa studio yang keras.

"Aku pulang."

Tidak ada sahutan.

Melepas sepatu yang dipakainya di atas rak, ia biarkan dirinya bertelanjang kaki untuk menikmati kesejukan lantai kayu mahoni yang beberapa waktu ini tidak bisa ia pijak. Setelah menyinggahi dapur dan mereguk segelas air putih untuk melepas dahaga, segera ia melangkahkan kaki menuju salah satu ruangan favoritnya; kamar tidur.

Ia memutuskan untuk tidak menyalakan lampu kamar, hanya ada temaram lampu tidur yang memberi penerangan lembut. Sebisa mungkin ia melangkah masuk tanpa suara gaduh yang berarti, menanggalkan mantel hangatnya pada sebuah hanger di dekat pintu dan melangkah pelan menuju ranjang. Tersenyum tipis.

Di ranjangnya, terbaring seorang wanita berambut sebahu yang sedang terlelap pulas bersama seorang anak laki-laki yang ikut terlelap di pelukannya di balik sebuah selimut nan hangat.

Itulah alasan dibalik senyum lebar yang kini tersungging di bibirnya. Rasa lelah yang sedari tadi mengungkung raga seolah lenyap begitu saja.

Bisa saja ia mengguncang pelan tubuh istrinya untuk mendapatkan sedikit cengkrama pelepas rindu, namun ia lebih memilih untuk menatap paras cantik nan damai itu lama-lama tanpa sedikit pun mengusik tidur lelapnya.

Dikecupnya kening sang istri dan anak lelakinya itu bergiliran sebelum ikut menyelibungi diri dalam satu selimut yang sama dan terlelap dengan senyuman.

Tak ada yang lebih nyaman dari tempat ini.

Rumah.

*

SAY YOU LOVE ME, ONCE AGAINWhere stories live. Discover now