Kebenaran atau Keyakinan, Mana Lebih Utama?

26 2 0
                                    

Berbicara tentang kebenaran dan keyakinan, jika merujuk pada pandangan perorangan mengenai pengertiannya tentu akan berdeda-beda. Kebenaran dan keyakinan adalah dua hal yang berbeda namun keduanya saling beterkaitan dan saling mempengaruhi. Kebenaran yang tidak dipercayai tentu saja akan merugikan, dan kepercayaan terhadap sesuatu yang tidak benar juga akan sangat merugikan. Ibaratkan saja ketika kita mendapatkan sebuah pertanyaan, pertanyaan tersebut adalah berapa hasil dari 1 + 1? Jika kita mengetahui kebenarannya sejak awal, tentu kita akan sangat yakin jika kita menjawab hasil dari 1 + 1 adalah 2. Namun di sisi lain, ketika kita tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, lantas kita mencoba untuk cap cip cup terhadap jawaban yang kita tidak tau sebelumnya, dan ternyata kita mendapatkan bahwa hasil dari 1 + 1 adalah 3. Dengan yakinnya kita menjawab 3 karena hasil cap cip cup tadi, tanpa dari awal kita mengetahui jawaban yang benar. Dan alhasil keyakinan yang kita peroleh ternyata keliru.

Kembali ke pertanyaan awal, "antara kebenaran dan keyakinan, mana yang lebih utama?"

Dalam sebuah diskusi di grup Lingkar Pena Smanpang, pertanyaan tentang kebenaran dan keyakinan muncul dari sahabatku, Abdul Jalal. Dalam diskusi tersebut, muncul banyak argumen tentang kebenaran dan keyakinan. Dan saya akan mencoba merangkum atas argumen teman-teman di grup Lingkar Pena Smanpang mengenai pertanyaan tentang kebenaran dan keyakinan tersebut.

Awalnya beberapa berpendapat bahwa keyakinanlah yang lebih penting, dengan alasan karena suatu hal tidak akan dianggap kebenaran jika tidak ada yang meyakininya. Atau ada yang berpendapat bahwa keyakinan lebih utama dikarenakan dengan sebuah keyakinan mampu menciptakan sebuah kebenaran tanpa keraguan.

Pertanyaannya, apakah keyakinan saja cukup tanpa ingin tahu kebenaran yang sesungguhnya? Sebagai contoh, kita meyakini seseorang bahwa dia dapat dipercaya, namun di suatu saat, kita tahu bahwa ia pendusta. Apakah keyakinan saja cukup? Tentu saja tidak. Jika kita hanya berpatok pada keyakinan, maka akan menuai pertanyaan lagi, "jika tidak ada yang meyakininya, apakah kebenaran tidak dianggap sebagai sebuah kebenaran?" seperti halnya Al-Qur'an yang tidak dianggap sebagai suatu kebenaran bagi mereka yang tidak mempercayainya. Atau kitab-kitab dari masing-masing agama yang hanya dipercayai oleh si pemeluknya. Bagaiman jika kita berada di posisi mereka, misal kita adalah seorang Hindu, yang kita yakini bahwa tujuan hidup adalah Moksa. Apakah kita tidak akan mencoba mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya? Mencoba mempelajari kitab agama lain misalnya.

Kemudian ada yang berpendapat bahawa, "jika kita mencari kebenaran lain, pada akhirnya kebenaran bagi kita adalah kitab yang kita yakini". Jadi, selama kita yakin maka kita benar? Dan semua orang di dunia ini, para Kristian, Hindu, Budhis, Muslim, selama mereka yakin maka mereka benar?

Semua agama baik dan benar, dengan catatan bagi mereka yang meyakininya. Namun bagi kita, keyakinan mereka salah atas kebenaran yang mereka percayai, karena kita percaya atas kebenaran yang kita yakini saat ini. Lantas apakah kebenaran tidaklah mutlak, melainkan relatif? Bagiku jelas, kebenaran itu mutlak. Hanya saja kembali atas doktrin yang kita dapat sejak lahir yang banyak mempengaruhi tentang perspektif kita terhadap kebenaran yang kita yakini. Sebagai contoh, kita akan mengikuti ajaran atau agama orang tua kita, karena sejak kecil kita diajarkan tentang kebenaran dan keyakinan yang mereka percayai. Dan seharusnya, kebenaran itu perlu dicari, bukan yang hanya kita anggap sebagai suatu kebenaran. Dan menurutku, apa yang selama ini kita menganggapnya benar belumlah tentu benar. Dan selanjutnya kita perlu mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya. Contoh saja, mungkin saat ini kita percaya bahwa sesuatu yang menarik kita untuk menapak di bumi adalah grafitasi. Apakah itu benar? Sedangkan kita sendiri hanya mendapatkan jawaban itu dari para ilmuwan yang telah meneliti dan dengan argumen mereka. Sedangkan kita sendiri tidak tahu pasti, kita hanya mendapatkan pengajaran dan doktrin terus menerus saat sekolah bahwa grafitasilah yang membuat kita dapat menapak di bumi. Secara pastinya kita tidak tahu.

Mungkin kita juga perlu membaca tentang kisah Nabi Ibrahim As. Saat beliau baru keluar dari sebuah gua, awalnya ia juga penuh dengan ketidakyakinan. Kemudian beliau lantas mencari kebenaran melaui alam. Ketika beliau melihat matahari, beliau mengira bahwa matahari adalah Tuhan. Kemudian karena matahari menghilang pada malam hari, beliau tidak meyakini lagi bahwa matahari adalah Tuhan. Lalu muncullah rembulan, dan beliau sempat meyakini bahwa keyakinannya adalah pada rembulan. Dan rembulan pun menghilang watu siang hari tiba, dan beliau tidak lagi mempercayainya. Dan seterusnya, hingga beliau meyakini Tuhan yang sesungguhnya.

Aku mendapati argumen dari Pak Joe, dia berpendapat tentang kebenaran dan keyakinan yang kita bahas dari tadi. Mengutamakan kebenaran itu menjadi darma setiap individi. Kata Pak Joe.

"Mengutamakan kebenaran itu menjadi darma setiap individu. Darma adalah keharusan manusia menjalankan kewajiban. Sesuatu yang benar sudah seharusnya diutamakan. Terlebih lagi suatu kebenaran. Kebenaran itu bersumber dari sumbernya langsung. Kebenaran itu harus ditegakkan. Kebenaran itu untuk semuanya. Mengutamakan kebenaran itu adalah keharusan dan tidak perlu ada keraguan.

Keyakinan itu daya untuk menguatkan diri sendiri. Terhadap segala bentuk tindakan yang akan dipilih atau diputuskan berdasarkan keyakinan. Oleh karena itu keyakinan setiap individu adalah beda. Diantara yang beda ada juga yang sama. Yang masih bisa salah dan keliru.

Ilustrasi: sebuah soal yang sudah memiliki kunci jawaban benar (baik soal uraian maupun pilihan ganda). Ditanyakan kepada siswa sbg ulangan. Tentu masing masing siswa akan menjawab dg penuh keyakinan, walaupun sebagian ada yg ragu. Apakah semua jawaban siswa nantinya bisa benar semua?

Jawabnya "mungkin".

Untuk bisa menjawab dg benar, dasarnya bukan keyakinan. Tapi yg utama adalah pengetahuan". Lanjutnya.

Jadi mungkin dapat disimpulkan bahwa setiap manusia memiliki keyakinan dan keraguan yang berbeda. Karena keyakinan adalah sebuah pilihan. Diantara pilihan tersebut, ada yang benar dan ada pula yang masih keliru. Sementara, untuk bisa mendapatkan kebenaran, dasarnya bukanlah keyakinan, tapi utamanya adalah pengetahuan. Dengan pengetahuan kita mengerti kebenaran yang sebenar-benarnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 21, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kebenaran atau Keyakinanlah yang Lebih Utama?Where stories live. Discover now