🐇02🐧: Your Phone Number

346 40 39
                                    

"Aaaaaaah.. Rasanya aku ingin mengubur diriku hidup-hidup sekarang. Astaga! Aku malu sekalii..."

Jeongyeon melirik ke arah Nayeon yang kini sedang menenggelamkan wajah dibalik lututnya, sementara kedua tangannya memeluk kakinya di atas sofa ruang tamu di rumah Jeongyeon. Tak seperti biasanya, sejak sore tadi Nayeon berkunjung ke rumah Jeongyeon begitu kedua dokter itu menyelesaikan pekerjaan mereka di rumah sakit.
Suami Jeongyeon, Zhang Yixing, langsung berangkat menuju kampus tempatnya mengajar setelah mengantar istrinya pulang, sehingga di dalam rumah tersebut hanya terdapat dua perempuan itu saja sekarang.

Jeongyeon sendiri juga sama sekali tidak merasa keberatan dengan kedatangan sahabatnya itu, lantaran ia memang sering merasa kesepian selama ditinggal mengajar oleh suaminya yang baru akan pulang setelah pukul delapan malam. Setidaknya dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatan Nayeon, Jeongyeon menjadi terhibur dari rasa bosannya.

"Sudahlah, Nayeon-ah. Jangan kau pikirkan." Jeongyeon beringsut mendekat hingga posisi duduknya kini tepat berada disamping kiri Nayeon. Tangannya bergerak mengelus surai panjang Nayeon yang tergerai. "Bukannya kau memang sering ditolak oleh temanmu itu? Seharusnya kau sudah bisa menduga sebelumnya, jika D.O pasti tidak mau memberikan nomor handphonenya padamu."

Nayeon sedikit mengangkat kepalanya hanya demi mendelik ke arah Jeongyeon. "Kau sebenarnya niat menghiburku atau tidak, sih?"

"Hahahaha... Maaf." Ucap Jeongyeon sambil memamerkan cengirannya. "Tapi salahmu sendiri, sih. Siapa suruh kau meminta nomor handphonenya di tempat umum seperti di tempat laundry? Apalagi kau sampai berteriak padanya. Tentu saja orang-orang yang ada disana bisa mendengar suaramu yang keras itu."

"Sudah kubilang, kan? Aku tidak sengaja." Nayeon kembali membenamkan wajahnya dibalik lututnya. "Akhir-akhir ini D.O mulai menghilang lagi dan tidak membukakan pintu rumahnya untukku sama sekali, tidak peduli seberapa kerasnya aku memanggil namanya.
Jadi aku langsung refleks meminta nomor handphonenya saat kami tak sengaja bertemu di tempat laundry kemarin malam."

"Dan dengan bodohnya kau tidak sadar jika volume suaramu terlalu keras, karena kau sedang memakai hands free saat itu." Sambung Jeongyeon dengan suara yang sedikit bergetar karena menahan tawanya. "Bagian terparahnya, D.O juga terang-terangan menolak memberikan nomornya padamu saat itu. Wah... ini baru yang dinamakan 'sudah jatuh, tertimpa tangga pula'. Temanmu itu benar-benar kejam."

"Iya, kan? Huh! Jika aku mengingat lagi kejadian kemarin malam, ingin sekali rasanya aku menampar wajah datarnya itu. Sayangnya aku tidak berani." Gerutu Nayeon. Kepalanya kini sudah terangkat kembali demi menatap Jeongyeon.

"Hei, kenapa tidak berhenti saja?"

"Maksudmu?"

Jeongyeon menunjuk wajah Nayeon. "Kau. Sepertinya lebih baik kau berhenti saja untuk mendekatinya. Aku mengerti jika niatmu baik dan kau memang tulus ingin membantunya, tapi menurutku tidak bijak juga jika memaksa untuk masuk ke kehidupan temanmu itu, sementara dia justru berusaha untuk menjauh darimu.

Maksudku... jika kita berada di posisinya, kita pun akan merasa tidak nyaman, bukan? Bayangkan saja, tiba-tiba ada orang yang datang mendekati kita dengan niat ingin mencampuri urusan hidup kita. Sekalipun kita sudah mengenal orang itu cukup lama, tetap saja risih.

Lagipula, aku tidak suka melihatmu diperlakukan seperti itu oleh D.O. jika memang dia terganggu, seharusnya dia langsung saja mengatakan padamu untuk berhenti mendekatinya. Bukannya malah menghindarimu dan membuatmu seakan menjadi seseorang yang menyedihkan begini."

Nayeon menggeleng. "Dia sudah pernah mengatakan itu padaku sebelumnya kok, jika dia tidak mau kuganggu lagi."

"Hah? Lalu kenapa kau tidak berhenti?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IT'S YOUWhere stories live. Discover now