Cintai Aku

33.7K 2.1K 276
                                    

Menjadi pihak yang lebih mencintai kurasa berakibat sering merasa tersakiti tanpa sengaja. Seperti yang kualami, rasa cintaku untuk Saka teramat besar. Dia pacar pertamaku, dia cinta selama hidup aku mengenal namanya jatuh cinta. Dia juga orang yang selalu bisa membuatku merasa sakit hati berulang kali. Bukan karena dia selingkuh atau ringan tangan. Tapi karena sikapnya yang aku sendiri tak begitu memahami. Sesuatu yang menurutku luar biasa, tapi bisa menjadi teramat biasa untuknya. Yang aku yakini hanya satu, cintaku lebih besar dibanding cintanya untukku. Karena itulah dia bisa bersikap tenang padaku dan aku selalu merasa risau, sedih dan bahagia dalam waktu bersamaan.

Seperti hari ini, dia mengabarkan akan mengantarku ke kampus besok. Aku teramat senang dibuatnya, untuk ukuran dia yang super sibuk hal ini amat jarang terjadi. Tapi saat itu pula aku bisa menjadi sedih luar biasa saat dia bilang akan ke pesta pernikahan temannya sebelum mengantarku.

"Memang acaranya jam berapa?" Tanyaku di telepon.

"Besok jam sebelas sampai jam satu."Jawabnya datar.

"Ohh, tapi aku ada kelas jam setengah dua. Masa aku harus ke kampus jam setengah satu. Aku malas menunggu lama di kampus." Keluhku tak suka harus menunggu satu jam di kampus sendirian. Bukan karena aku tak punya teman di kampus tapi berhubung aku melanjutkan kuliah S2 yang kuambil setiap weekend itu berarti mahasiswa regular sudah libur dan kampus tak terlalu ramai. teman-teman kelasku juga pasti belum pada datang.

"Ya udah apa kamu mau ikut?"

Aku mengambil nafas panjang, lagi-lagi pertanyaan ini. Dua tahun pacaran dengannya tak pahamkah dia pertanyaan dia itu menyakitiku. Seharusnya dia mengajakku bukan menawariku. Aku tak kenal temannya haruskah aku ikut karena tawarannya. Dia menawariku jadi dia sebenarnya tak menginginkanku ikut. Aku tak pernah menawarinya ikut datang ke resepsi pernikahan temanku, yang ada aku meminta ditemani bukan menawari. Lagi-lagi aku menahan tangisku, dadaku terasa sesak dibuatnya.

"Ya sudah aku berangkat sendiri aja." Jawabku seraya menahan isakanku

."Ya udah kalau nggak mau ikut, besok aku ke resepsi dulu baru anter kamu aja."

Ya Tuhan, kapan dia tak menyakitiku diam-diam seperti ini. Tak pahamkah dia aku sedih? Kalau boleh meminta, tolong ambil cintaku untuknya dan pindahkan untuk pria lain yang lebih menghargaiku.

"Nggak usah, aku berangkat sendiri aja kayak biasanya atau aku nebeng temenku aja. Yaudah aku tidur dulu ya. Paperku udah kelar."

"Ya sayang, love you."

"Hemm.. love you too." Jawabku lalu kututup sambungan karena aku tak bisa lagi menahan air mataku yang luruh seketika.

Di sini mungkin aku yang bodoh, tetap bertahan untuk cinta yang tak pernah memahamiku. Tapi dia satu-satunya pria yang bisa membuatku merasa jatuh cinta sejak pertama bertemu, sejak kami bertemu di sebuah cafe tanpa sengaja. Dia memang selalu bisa membuatku sakit hati tapi dia juga mampu membuatku jadi wanita paling beruntung saat dia selalu mengiyakan apa yang aku mau. Tapi aku ingin dia punya inisiatif, tak seharusnya aku selalu meminta. Ini soal cinta bukan hukum jual beli yang ada permintaan dan penawaran yang saling berhubungan.

Kumatikan laptopku, kembali mengambil nafas panjang agar air mataku tak lagi mengalir. Kini aku pasrah, jika dia memang jodohku maka dekatkanlah. Jika memang dia bukan jodohku maka berikanlah petunjuk.

Aku hanya ingin dianggap, apa dia malu memiliki kekasih sepertiku? Pria lain disana selalu bangga dengan pacarnya, selalu mengajak wanitanya ikut ke sebuah pesta.

Aku jadi terngiang dengan ucapan seseorang. "Akulah yang paling memahamimu." Aku tersenyum miris kenapa harus ingat kata-kata pria tengik itu. Pria yang menggantung cintaku bertahun-tahun hingga aku bertemu Saka.

***

Pagi ini jadi Senin pagi paling menyebalkan karena lagi-lagi weekend kemarin aku tak bisa bertemu Saka. Aku benar-benar perlu mengusap dada berkali-kali menahan kesabaran. Dia sama sekali tak merasakan rindu sepertinnya. Rindu yang seperti aku rasakan.

Tapi aku bisa apa, hanya bisa mencari kesibukan lain seperti menghabiskan waktuku untuk pekerjaan yang sebenarnya tak banyak. hanya saja aku terkadang mengambil jobdesk teman agar aku juga tak kalah sibuk dengan Saka. Jadi pikiranku tak hanya dia saja.

"Hai, masih jadi kekasih tak dianggap ya? Sibuk bener sayangnya aku."

aku meliriknya bete, siapa lagi kalau bukan Detro. Kepala manager yang paling muda dan menyebalkan, hobi banget bikin aku bete sejak dia ada di kantorku. Bahkan dia selalu membutku bete sejak remaja.

"Aku kepalamu lho," ucapnya kini dengan nada berwibawa.

Ya Tuhan, makhluk langka dari mana sih dia. Aku pun mengangguk sopan. Bukan aku nggak sopan sebelumnya, hanya saja Detro itu tetanggaku yang menyebalkan sekaligus kepala manajer baru di divisiku. Yang semakin membuatku bete selain hobinya menggangguku itu ya karena dia masih muda sudah jadi kepala padahal umur kami nggak terlalu jauh cuma beda 2 tahun. Gimana nggak bete, sedangkan aku hanya karyawan biasa.

"Ayo makan siang, patah hati jangan sampai bikin kamu lupa makan. tuh badan udah kaya papan berjalan."

Tuh kan mulutnya sadis banget ngehinanya. Tarik nafas panjang hembuskan pelan-pelan biar kesabaranku bertambah. Nggak pacar nggak dia kok ya bikin urat-uratku tegang terus. Kalau aku nggak langsung bangkit sekarang juga aku yakin dia bakal bikin orang-orang di balik kubikel bakal ngelihat ke kubikelku semua.

"Makan dimana?" tanyaku tak bersemangat.

"Tempat dimana kamu menyadari betapa aku lah yang paling mengerti kamu."

"Boleh muntah dulu nggak? Coba gih kamu gombal sama yang lain berani nggak? Beraninya sama aku doang, pantes single mulu statusnya," cibirku seraya menariknya keluar ruangan.

Kalau orang yang tak mengenalnya pasti akan bahagia dan berbunga-bunga, tapi aku mengenalnya dari kecil jadi aku paham betul kalau ucapannya itu hanya ucapan angin lalu yang nyaris membuatku patah hati sepanjang waktu, dulu.

"Eh aku kan pria bermartabat, emang aku pria apaan gombal sana-sini."

"Pria gay mungkin," celetukku santai.

"Bilang aku gay sekali lagi aku hamilin juga kamu," bisiknya di telingaku dan sukses bikin aku merinding disko.

Sontak kujauhkan badannya dariku, aku merasa bisikannya bikin merinding kemana-mana dan sedikit dag dig dug dia terlalu dekat. Walaupun biasanya juga deket, karena dari kecil kami hidup satu komplek dan dia selalu sukses jadi anak kesayangan di rumahku. Padahal aku lah anak orang tuaku bukan si tengil ini.

Ternyata dia membawaku ke restoran seafood, tahu aja dia seleraku. Sepertinya memang dia yang paling ngerti aku, sepertinya. Hanya saja dia pria tukang php jadi jangan pernah masukkan dia dalam list sebagai pacar ataupun calon suami.

"Mau duduk di mana? Aku udah pesen sih tapi kurasa kamu nggak akan suka."

"Sok tahu, emang kamu pesen di sebelah mana?"

Detro menggerakan alis dan dagunya menunjuk ke sebuah sudut di mana ada sosok familier yang duduk di meja dekat kaca, Saka. Kakiku mendadak lemas, ini bukan efek aku telat makan siang tapi karena aku melihat Saka dengan seorang wanita dan baby kecil di pangkuannya. Tanganku mencengkeran lengan Detro kuat, aku butuh pegangan.

"Mau menyapanya?"

Tenggorokanku kering, sulit sekali bersuara. Hanya mataku yang terasa memanas dan kabur.

Gila, Destro gila malah menarikku mendekati mereka. Aku nggak sanggup, aku nggak mau! Tapi aku tak mampu berontak ataupun teriak.

Destro memeluk pingganggu melewati meja Saka, jantungku rasanya hampir lepas dan kakiku nggak bertulang lagi menyaksikan Saka yang tengah tersenyum dengan babynya.

"Ini bukan akhir, ini adalah awal," bisik Destro lalu mengecup pipiku singkat.

Aku tak mampu berkata-kata lagi, entah Saka melihatku atau nggak. Aku tak berani menoleh ke belakang lagi, aku hanya bisa mematung menatap Destro yang tersenyum lebar saat menarikkan kursi untukku.

Oneshoot
Jadi nggak bikin penasaran kan? Hehehehe

Love, ai

Cintai Aku (oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang