Part 12 : The School

54 4 1
                                    

Pagi hari yang cerah untukku. Semangat baru dan doa yang terus kubumbungkan ke langit. Jika rencana hari ini berjalan lancar, langkahku untuk menemukan Andrew semakin terbuka lebar. Dua hari lalu, aku sudah memasukkan lamaran di sekolah swasta itu. memang sih, sudah di tengah tahun ajaran baru, tapi, jika Tuhan berkehendak, jalan ini akan dibukakan.

Dan betul saja, aku dipanggil hari ini untuk tes wawancara dan microteaching. Tes wawancara mungkin aku akan melewatinya dengan tenang. Sedangkan microteaching? Aku menghabiskan waktu semalaman untuk melihat Youtube dan memeragakan di depan kaca. Aku harus dapat pekerjaan ini!

Gila! Punya perusahaan di ibukota yang ditinggal begitu saja hanya untuk mengemis pekerjaan sebagai seorang guru. Aku menertawakan diriku sendiri. Ini untuk Ann dan Andrew.

"Silahkan masuk ke sini, Teh. Sebentar lagi akan ada tim yang masuk ke ruangan." Petugas administrasi di ruang depan sekolahan mengantarkanku ke bangunan di sisi berlawanan.

Aku menunggu di ruangan bersih ber AC. Ada satu lagi wanita memakai blazer sudah terlebih dulu ada di sana. Dia duduk dengan anggun. Aku memandang bajuku sendiri. Kemeja lengan panjang, celana kain, rambut diikat sederhana dan tas ransel serta sepatu kets. Sungguh penampilan yang biasa saja dibanding dengan wanita itu. Aku merutuki kebodohanku.

Begini ternyata rasanya menjadi seorang pemburu pekerjaan.

Lima belas menit kemudian aku sudah selesai melakukan wawancara dan microteaching dengan dua orang wanita yang terlihat bersahaja. Mungkin salah satu dari mereka adalah kepala sekolahnya.

"Kami mencari seorang guru yang memang murni dari lulusan bahasa asing seperti Anda. Akan kami kabari esok hari. Terimakasih." Mereka menjabat tanganku erat.

Tak seperti partner kerja di perusahaanku yang terkesan kaku atau terlihat sibuk dengan pekerjaan, mereka berdua sangat terlihat sederhana dan ramah, bahkan pada orang asing sekalipun.

Ketika selesai, bertepatan dengan jam istirahat siang di sekolahan itu. Sejenak aku terkesima dengan anak-anak yang melewatiku menjulurkan tangan untuk bersalaman dan mencium tanganku dengan khusyu.

Sungguh pengalaman baru buatku dikerumuni banyak anak. Tiba-tiba ada sesuatu yang menghangat merambat dalam dada. Wajah mungil Andrew kembali hadir, mungkin sekarang dia seharusnya sudah akan masuk SD.

Aku terus berjalan ke arah gerbang keluar sekolah. Tampak satpam penjaga berbincang-bincang dengan seorang lelaki yang sibuk membetulkan letak kopyahnya. Tampan juga, pikirku.

Ups, pikiranku begitu tak fokus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ups, pikiranku begitu tak fokus. Aku menepuk kepalaku sendiri lalu tersenyum pada satpam yang sudah dengan sopan membukakan pintu gerbang.

"Tunggu! Teteh, tunggu!" wanita berblazer yang tadi juga diwawancara berteriak dan melambai ke arahku. Aku berhenti di depan gerbang.

"Iya, saya. Ada apa?" tanyaku kebingungan.

"Ah, engga. Saya hanya mau barengan pulangnya. Mungkin lain waktu, Teteh bisa bekerja di tempat ini. Mungkin masih belum rejekinya. Saya sepertinya besok akan datang pagi sekali ke sini." jelasnya yang makin membuatku bingung.

"Maksudnya apa, ya?" tanyaku bingung.

"Iya, sepertinya saya tadi sudah pasti diterima. Dua ibu-ibu tadi bilang kalau saya punya kepribadian yang menarik seperti keinginan mereka. Besok langsung dikabarin katanya." Jelas wanita itu.

"saya tadi sudah mengeluarkan kemampuan terbaik. Ibu-ibu tadi sampai terkesima melihat penampilan saya. Ah, saya sih, sebenarnya sudah menduga dari awal kalau ini akan berjalan dengan sangat mudah. Pengalaman saya mengajar di berbagai sekolah bertaraf internasional memang sangat menjadi nilai tambah," wanita itu mengibaskan rambutnya seperti iklan sampo. "Oya, kenalkan. Duh, sampai lupa kenalan gini, Ya ampun. Saya Meilinda, panggil saja Mey."

"Brunella. Bru saja"

Aku menahan tawa dalam hati dan hanya sanggup mengangguk-angguk saja. Sungguh, aku ingin bertanya pada satpam dan lelaki ganteng itu, apakah hanya aku yang merasa bahwa wanita ini sangat konyol.

Di sudut mataku, aku menangkap sosok lelaki tadi yang berdiri di belakang wanita berblazer. Dia menutup mulutnya menahan tawa. Aku mengerutkan kening, saat mata kami bertemu. Dia memutar telunjuknya di pelipis sambil mengendikkan bahu ke arah wanita tadi. Aku memutar bola mata tanda setuju.

"Ah, kebetulan saya ada urusan lain. Ini ojek saya sudah datang. Maaf saya pergi dulu, ya." Aku segera menaiki ojek online pesananku.

Dimana-mana yang namanya orang stress tuh, pastiada, gumamku dalam hati.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 04, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Railway ChildrenWhere stories live. Discover now