Suara bising orang yang berlalu lalang membuat Sheera semakin penat. Kepalanya seperti mau pecah. Semua ini karena mereka. Tidak hanya mereka yang bercengkerama dengan saudara sebelum merantau ke suatu tempat, suara pedagang asongan, atau suara anak-anak yang mengamen untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, semua saling beradu suara tak mempedulikan orang-orang yang menderita karena nada bicara mereka yang terlalu tinggi.
Bagaimana lagi? Di sini memang sangat ramai. Bahkan, hanya untuk berjalan ke depan saja harus berusaha keras menyibak kerumunan orang-orang itu.
Tak tahu kapan hal ini akan segera berakhir. Oh Ya Tuhan, kapan bus ini akan segera datang dan pergi dari tempat terkutuk ini? Terpaksa Sheera harus bersabar menunggu dan duduk berdiam diri di kursi yang telah usang yang tersedia di sana. Dengan bau besi-besi yang sudah berkarat. Yah, sedikit.
"Neng lagi bosan ya? Maklum, namanya juga di terminal. Ramai dan banyak orang. Neng sabar dulu ya, bentar lagi bus-nya juga sampai." Perempuan itu hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan pamannya barusan. Dia juga tahu, tidak mungkin bagi dirinya atau orang-orang untuk mengatur situasi seperti ini dan menyuruh mereka semua diam. Bisa-bisa dia dilempari kerikil yang tersebar di setiap halaman jalan.
"Mang, boleh tanya sesuatu?"
"Sok atuh neng. Mau tanya apa aja juga mah bakal Mamang jawab," jawabnya antusias menanggapi pertanyaanku.
"Apa benar kalau Papa sendiri yang minta Sheera balik ke rumah?" tanyanya dengan penuh keraguan.
"Iya bener atuh, Neng. Masa Mamang bohong. Kalau bukan karena permintaan Papanya Neng, Mamang nggak bakalan nyuruh Neng pulang. Kan Mamang masih pengen Neng ada di sini. Jujur, Mamang teh sayang banget sama Neng Sheera," ucapnya sambil menunjukkan wajah yang melas.
"Makasih ya, Mamang udah tulus sayang sama Sheera," ucapnya lirih.
Suasana kembali hening di antara Sheera dan Mang Dimang. Hanya ada suara mereka yang menguasai ruang. Sampai suara Mang Dimang yang terdengar menyuarakan sebuah weweling kepada perempuan berambut pirang itu.
"Neng Sheera, Mamang teh mau berpesan satu hal sama Eneng," kini tatapannya serius, menandakan memang ada hal penting yang harus beliau sampaikan kepada Sheera.
"Iya, kenapa Mang?"
"Kalau Neng Sheera sudah sampai di sana, Neng harus akur sama Papa ya, jangan beradu mulut terus. Mamang teh sedih kalau Neng Sheera sama Papa-nya Eneng berantam terus, sekali-kali Eneng mengalah sama Papa. Meskipun Eneng sakit hati, tapi cobalah untuk meredam perasaan Eneng. Mamang teh yakin, kalau Papa-nya Eneng pasti akan luluh dan bisa mengerti Eneng kalau Eneng juga mau mengalah sama Papa." Perkataan yang hanya didengarkan, tanpa berniat ingin menjawabnya sudah menjadi kebiasaan yang ia lakukan saat sang Mamang mengatakan sesuatu tentang Papanya.
Mamang sudah mengerti akan tabiat keponakan yang satunya ini, percuma kalau dimarahi, toh dia masih mau mendengarkannya dan dia yakin kalau weweling yang selama ini diberikannya pasti akan dilaksanakannya.
"Oh ya satu lagi, Neng Sheera jangan pernah lupakan Mamang yang paling ganteng ini ya. Sama jangan lupakan Bibi dan Anton," canda Mamang berusaha mencairkan suasana yang sebelumnya terlampau panas akibat pembahasan ini. Di antara keduanya saling tertawa mendengar perkataan Mamang yang mencoba melucu. Perasaannya bahagia bisa melihat keponakannya tersenyum sebelum dia akan pergi meninggalkannya.
"Mang, kalau misalnya nanti Sheera mau main ke rumah Mamang nggak pa-pa, kan?"
"Ya nggak pa-pa atuh, Neng. Pintu rumah Mamang akan selalu terbuka untuk Eneng," ucapnya melegakan hati Sheera, ia tidak tahu apa dia akan bisa tinggal di rumah itu dalam waktu yang lama. Semoga saja. Dia juga ingin bisa memperbaiki hubungannya dengan sang Papa yang selama ini sudah sangat renggang.
Tak berselang lama, datanglah bus yang akan mengantarkan dirinya ke Jakarta. Melihatnya, dia pamit dengan Mamang dan melangkah mendekati bus itu untuk segera masuk dan-- terbebas dari kebisingan terminal yang menyiksanya.
Nampak Mamang juga mengantarkan Sheera memasuki bus. Dia sebenarnya tak tega meninggalkan Mamangnya seperti ini. Tapi bagaimana lagi, dia harus melakukannya, agar dia bisa memperbaiki hubungannya dengan sang Papa.
Mamang juga nampak bersedih, bahkan sempat kristal bening hampir menitik di pipinya. Tapi segera ia seka, karena tak mau keponakannya melihat kondisinya seperti ini dan membuat dirinya semakin berat meninggalkan keluarganya di sini.
Setelah semua penumpang memasuki bus, kendaraan yang memuat banyak penumpang ini telah melaju. Dan mengantarkan semua penumpang ke tempat tujuannya masing-masing.
"Semoga perjalanan kali ini akan membawa perubahan dalam kehidupanku."
Singkat banget ya, maaf ini baru prolognya kok 😊 Gimana? Menurut kalian bagus, nggak? Jangan lupa divoment (like & comment) ya, say ✌🏻 Karena satu vote kalian sangat berarti buat dirikyu dan berlanjutnya cerita ini.
Sampai ketemu di chapter berikutnya. Bye... salam hangat dari author 😘
BINABASA MO ANG
Don't Blame Me
RomanceIni adalah kisah seorang gadis korban broken home bernama Sheera yang sudah 3 tahun tinggal bersama keluarga pamannya di Bandung. Semenjak Papanya mengajak dia kembali ke Jakarta, hidupnya banyak yang berubah. Banyak hal yang terkuak dari dirinya se...
