5 - Propose

Mulai dari awal
                                    

"Kamu sayang sama dia?"

Akhirnya tercetus juga pertanyaan itu dari mulut Satrio.

"Dan dia sayang sama kamu?" Satrio bertanya lagi.

Ayumi memejamkan mata selama dua detik sebelum akhirnya menatap Satrio lamat-lamat, "Yang pasti, dia gak ragu sama aku, dan juga sama dirinya sendiri."

"Aku bukannya ragu. Berapa kali harus aku bilang aku belum siap, Ayu." Satrio terdengar sangat frustrasi.

"Gak siap dan ngehindarin aku berbulan-bulan, itu namanya apa kalau bukan ragu?"

Lidah Satrio mendadak kelu.

"Akui aja, Yo. Kita berdua sama-sama sadar, it's over, since that night."

"Aku masih gak ngerti."

"Bagian mana gak ngertinya?" Suara Ayumi mulai menajam. "Bagian kalo aku pengen nikah dan jadi orang tua sementara kamu enggak?"

"Bagian kenapa kita harus berakhir kayak gini? Kenapa bahagia kita beda? Kenapa aku gak merasa pengen nikah dan punya anak? Gak dalam waktu sekarang. Kalaupun aku maksain, yang kasian siapa? Anaknya. Kamu tau, Yu, aku itu produk dari orang tua yang egois, yang sebenernya belom siap punya anak tapi maksain punya anak. Akhirnya apa? Mereka pisah dengan kondisi gak baik-baik aja, yang jadi korban siapa? Anaknya, aku. Dunia ini termasuk orang-orangnya udah kacau, kenapa kita harus melahirkan anak gak berdosa dan membebani mereka karena keinginan kita sendiri? Aku jelas-jelas gak siap, Yu. Jadi gimana aku bisa maksain diri buat siap?"

Wajah Ayumi mengeras mendengarnya, sekilas tangannya terlihat gemetar, "Nobody said it was easy, Satrio. Emang gak gampang berkomitmen tapi seandainya, seandainya aja kamu percaya kalo kita jalanin sama-sama, itu bisa jadi lebih mudah, mungkin kita gak bakal kayak sekarang.

"Itu masalah kita. Butuh dua orang buat jalanin komitmen sama-sama, tapi tujuan kita aja udah beda. Gimana bisa jalan sama-sama? Ini aku udah bilang juga kan ke kamu? Makanya aku bilang, it's over since that night. Gak ada poinnya kita ulang-ulang sekarang."

Satrio memandang Ayumi dengan air muka sama terlukanya, "I'm sorry."

Ayumi mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Satrio, "Aku juga minta maaf. Pasti aku kayak ninggalin kamu kan? Semoga suatu hari kamu ngerti, gak ada yang ninggalin siapa-siapa di sini. Kita gak saling ninggalin, kita jalan tapi beda jalur. Sekarang, aku jalan sama-sama orang yang emang satu tujuan sama aku and willing to try with me. Aku yakin kamu juga bakal ketemu orang yang tepat, yang satu tujuan sama kamu, yang ngertiin maunya kamu, dan gak membebani kamu buat siap."

Sebelum air mata terjun bebas ke pipinya, Ayumi bangkit berdiri, menggigit bibirnya sekuat tenaga sebelum mengucapkan kalimat itu, "Good bye, Iyo."

Mata Satrio mengikuti langkah Ayumi yang berjalan ke arah pintu kafe, meninggalkan kopinya yang masih penuh dengan langkah gontai.

"Mungil." Panggil Satrio, sangat pelan tapi Ayumi bisa mendengarnya. Ia menoleh dengan mata yang basah.

"Selamat."

Ayumi menggelengkan kepalanya berupaya mencegah air matanya makin deras.

"Semoga kita masih bisa buka shelter kucing bareng-bareng."

Senyuman pedih terulas di wajah Ayumi sebelum ia menatap langsung mata Satrio sekali lagi.

Setelah Ayumi pergi, Satrio akhirnya menyalakan rokoknya dan menghisapnya dalam-dalam, dalam sekejap momen demi momen berebutan melintas.

'Yang di depan, misi dong? Kasian yang kecil di belakang gak keliatan.'

"Kenapa kok lo baik banget terus ngotot bantuin gue?"

Komet ReunionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang