3 - A Kid

5.3K 1K 957
                                    

Kaki mungil itu mulai melangkah perlahan, goyah pada langkah ketiga tapi tetap melanjutkan. Hanya beberapa sentimeter dari langkahnya, Rama duduk bersila, merentangkan tangan dengan ekspresi takjub di wajah, menyambut langkah anaknya.

"Ayo, ayo, adek bisaaa! Deket lagi sampe papa!" Mala menyemangati seraya berjaga di belakang Raras.

Di langkah kelima, Raras mendarat di pelukan papanya yang matanya sudah berkaca-kaca, "Anak papa udah bisa jalaaaan." katanya sambil menciumi pipi Raras. Dua tangan Raras terkepal dan kakinya menendang-nendang seakan berkata bahwa dia masih ingin melangkah.

Rama balas menatap Mala yang menutup mulutnya, sinar mata mereka sama, haru dan bahagia menyaksikan pijakan pertama Raras, menandai awal dari ribuan langkahnya setelah ini, menyusuri dinding rumah, menghampiri mama di dapur, menyapa papa di ruang tengah atau berlarian di halaman.

"Sebentar lagi bisa lari-lari ya sayang, ya?" Rama masih dalam euforia, sekelebat ingatan saat Raras pertama kali merangkak, berputar-putar di ruang tengah dengan baby walker merah muda yang berbunyi gemerincing, lalu saat ia memegangi kedua tangan Raras yang terangkat, mengajari anaknya berjalan dengan lebih dulu menginjak kakinya, berujung pada ayah dan anak berguling-guling di atas karpet diiringi tawa dan gumaman bayi, semua momen yang mengantarnya pada satu momen ini, akhirnya, saat Raras mulai bisa berjalan tanpa dipegangi.

"Tapi jangan kenceng-kenceng ya, Nak, larinyaaa." Mala mengelus rambut anaknya penuh sayang.

Drrrt drrrrt. Ponsel Rama yang tadinya tergeletak di lantai—hendak ia pakai untuk merekam langkah pertama Raras—bergetar menandakan telepon masuk. Nama Rasyid tertera di layar, dengan sigap Rama mengangkatnya.

"RAM!!!!!"

"Iya, kenapa, Cid?" Rama merasakan jantungnya berdebar keras menangkap urgensi dari suara Acid di seberang sana. Mengingat sekarang adalah tanggal perkiraan—

"RAM SUMPAH RAM, GUE SEKARANG UDAH DI RS. TADI DICA..."

Jantung Rama mencelos mengetahui dugaannya tepat, ia bahkan tidak bisa menangkap apa yang dikatakan Acid selanjutnya, mendadak semuanya terasa terlalu cepat untuk bisa dicerna.

"GIMANA?? GUE BELOM BISA MASUK RUANGAN???" Suara panik Acid kembali menarik Rama, membuat tangannya mendadak berkeringat. Mala yang mengambil alih Raras menatap suaminya bingung, menyadari ada yang aneh.

"Tenang, Cid." Kata Rama setelah menarik napas lamat-lamat, dia pun sedang berusaha tenang. "Udah hubungi orang tua lo? Orang tua Dica? Ok, tunggu ya gue ke sana. RS-nya sesuai rencana kan?"

Setelah sambungan telepon terputus, Rama memandang Mala berusaha mengomunikasikan apa yang sedang melandanya pada istrinya tanpa kata-kata.

Mala beringsut mendekat, menyentuh tangan Rama untuk menenangkannya, Raras juga menggumam seolah paham. "Yuk, Dica lahiran kan?" Ajak Mala lembut, meyakinkan Rama bahwa ia akan baik-baik saja meski jelas sekali situasi seperti ini pasti sedang mengingatkan Rama pada dirinya sendiri berbulan-bulan lalu, sewaktu Raras lahir.

"Kamu gak apa-apa. Ayo." Raras membantu Rama berdiri, masih dengan Raras di gendongannya. "Nanti aku yang kabarin temen-temen lain."

*

Beberapa jam sebelumnya

Serangkum bunga baby breath menghalangi pandangan Dica yang sedang duduk di depan semangkuk yakiniku dari Yoshinoya yang baru diantarkan ojek online.

"Selamat anniv, Yts. Istri." Ujar suaminya pelan sebelum mengecup pipinya dan menyerahkan bertangkai-tangkai baby breath yang dilapisi kertas pembungkus berwarna biru.

Komet ReunionOnde histórias criam vida. Descubra agora