Short Story #1

789 16 6
                                    

The Aviator

Melelahkan.

Kini aku tengah berjalan menyusuri jalanan yang basah. Hujan baru saja reda, dan aku harus segera pulang agar bisa beristirahat dengan leluasa.

Mataku tak sengaja melihat satu-satunya rumah yang ada di jalan sana. Setelah dilihat-lihat, ternyata sebuah toko barang bekas.

Kenapa aku baru sadar jika ada toko ini. Padahal, aku selalu melewati jalan ini setiap pulang kerja.

Bunyi lonceng menandakan aku sudah memasuki toko kecil itu. Mataku lalu menelusuri tiap-tiap barang yang terpajang hingga akhirnya tertuju pada satu benda.

Terlihat menarik.

Kakiku melangkah mendekat. Terus memperhatikan benda itu dengan serius. Bibirku tak henti-hentinya berdecak kagum.

Mungkin karena terlalu bahagia, rasa lelah yang awalnya kurasakan kini menghilang. Segera kuambil benda itu dan membawanya pada penjaga yang menurutku berpenampilan cukup aneh.

Ia mengenakan topi besar dengan rambut berwarna merah keriting lengkap dengan senyum mengerikannya.

Selesai melakukan transaksi, aku berjalan kearah pintu, sejenak aku berbalik menatap penjaga itu. Ia masih tersenyum.

"Bersenang-senanglah," ucapnya misterius.

Aku tak peduli. Terus kupeluk erat benda itu sepanjang perjalanan. Bibirku pun tak bisa berhenti tersenyum. Aku selalu suka hal-hal yang berbau kapal udara.

Mulai dari bentuk perubahannya di setiap masa, hingga orang-orang yang bekerja didalamnya.

Cita-citaku dulu adalah pilot. Aku ingin terbang ke angkasa luas. Menikmati keindahan awan yang tersebar bagai karpet besar.

Namun, itu semua hanya cita-cita belaka. Sekarang aku bekerja sebagai pelayan di sebuah kedai kopi. Mungkin aku memang tak ditakdirkan untuk menjadi seorang pilot.

Sampai di kamar, segera kutarik tali yang tersambung pada lampu untuk menerangi kamarku ini. Tak lupa TV usang peninggalan nenekku pun ikut kunyalakan.

Benda yang masih kugenggam erat ini, kutatap sekali lagi. Senyumanku terbit kembali. Tak masalah jika cita-citamu tidak terwujud, setidaknya kau sudah pernah mencoba.

Sama halnya sepertiku. Walau aku belum bisa menjadi apa yang aku inginkan, setidaknya dengan memakai benda ini aku bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pilot.

Topi penerbang berbahan kulit lengkap dengan kacamata.

Aku memakainya dengan hati-hati. Menjaga barang itu agar tidak rusak. Ku tutup mataku saat ingin memasang kacamata itu seraya terus tersenyum, menahan kegembiraan yang akan meledak-ledak.

Senyum itu seketika menghilang saat aku merasakan goncangan yang cukup memusingkan. Kubuka mataku perlahan-lahan.

Aku terkejut bukan main melihat apa yang terjadi sekarang. Bukankah tadi aku berada di kamar? Lalu bagaimana bisa. Ini sungguh aneh.

Mengapa sekarang aku berada dalam sebuah kapal udara. Aku seperti kembali ke masa lalu.

Aku lagi-lagi berdecak kagum. Seperti sebuah mimpi, aku tengah menatap hamparan awan yang luas. Seperti bukan diriku, tangan ini sangat lihai mengendalikan kapal udara.

Aku terkejut saat tiba-tiba kapal udara ini terjatuh.

Kepalaku rasanya sakit. Aku bangkit sambil mengusap keningku yang terhantam lantai. Tunggu dulu, lantai? Dan aku pun tersadar. Ternyata, itu hanyalah sebuah mimpi.

Aku bangkit dan kembali menghempas diri di ranjang. Namun, apa ini? Tanganku menyentuh sesuatu.

Aku terkejut hingga hampir terjatuh lagi dari ranjang. Bukankah tadi hanya mimpi?

Mengapa benda itu bisa ada disini?

Topi penerbang berbahan kulit lengkap dengan kacamata.

Ini cukup gila.

VariousOù les histoires vivent. Découvrez maintenant