“Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku memahami perasaanmu karena aku tidak berada di posisimu. Aku hanya bisa menawarkan telinga dan bahuku untuk bersandar Nana-ya."

"Aku yakin kau sudah melakukan yang terbaik walau itu menyakitimu dan Jeno. Cepat atau lambat, kalian memang harus berakhir, kan?” lanjut lelaki berkulit tan itu.

Jaemin mengangguk membenarkan ucapan Haechan.

Pikirannya mengembara ke suatu malam saat Appanya mengatakan suatu yang hal tidak dia duga, hal yang tidak hanya membuatnya terjaga semalaman tapi juga meremukkan hatinya.

***

“Nana-ya, Appa ingin bercerita sebentar. Bisakah?”

Jaemin yang saat itu sedang mengerjakan tugasnya berbalik, menghampiri sang ayah yang sudah duduk di tepi ranjang.

“Ada apa, Appa?”

“Appa pernah jatuh cinta sekali dalam hidup Appa, saat Appa menata mata paling indah yang pernah Appa lihat selama Appa hidup. Dia seolah menarik seluruh perhatian Appa dan Appa melebur dalam pesonanya. Appa pikir, Appa tidak akan pernah jatuh cinta lagi setelahnya.”

Jaemin menyimak meski sudah tahu ke arah mana percakapan ini bermuara.

“Tapi, seorang bayi mungil yang lahir dari perutnya mematahkan pendapat Appa. Appa kembali jatuh cinta pada tangisannya saat pertama melihat dunia ini. Appa tersenyum dan menangis di waktu yang bersamaan.”

Mata Appanya memerah, “Appa tersenyum untuk bayi lucu yang siap menantang dunia, dan Appa menangis untuk cinta Appa yang telah pergi tanpa sempat melihat terlebih membesarkan bayinya.”

Jaemin beringsut, mendekat pada Appanya yang sudah menangis, tangannya beralih ke pinggang pria itu lalu memeluknya erat.

“Appa ...."

Jaehyun tersenyum, mengelus rambut cokelat putranya yang halus.

"Appa ingin meminta izin pada cinta Appa setelah Eomma, untuk membagi hati Appa pada orang lain. Maafkan Appa yang tidak bisa mencintai Eommamu seperti dia mencintai Appa. Appa sungguh merasa sangat bersalah, Nana-ya. Tapi, Appa tidak bisa membohongi hati Appa lebih lama lagi.”

Hati Jaemin mencelos. Dia sangat ingin mengatakan tidak. Tapi tatapan mata Appanya membuat kalimat penolakan itu kembali tertelan. Bibirnya mengulas senyum sendu.

“Kalau Appa bahagia bersamanya, aku hanya bisa mendoakan kalian.”

Jaehyun memeluk putranya itu dengan hangat, “Appa sangat menyayangimu. Selama tujuh belas tahun dan selamanya kau tetap memiliki tempat tersendiri di hati Appa, sama seperti Eommamu.”

Jaemin terkekeh di pelukan Appanya, “Jadi, kapan aku bisa bertemu dengannya?”

“Lusa. Kita akan makan malam bersama dan Nana-ya, dia juga memiliki putra yang seumuran denganmu, Appa harap kalian bisa menjadi saudara yang saling menyayangi.”

***

Potongan ingatan yang muncul seperti film yang diputar membuat Jaemin mendesah berat, di sisinya Haechan sudah terlelap. Dia sangat berterima kasih pada sahabatnya itu yang sudah merelakan waktunya saat Jaemin menelponnya sore tadi.

Tangannya meraih ponsel yang bergetar pelan, mata hazelnya menyipit tatkala mendapati 15 pesan dan 5 panggilan tidak terjawab dari Renjun.

Injunie~

Nana-ya, r u okay? – 17:30

Nana, Jeno juga terluka. – 18:45

Nana, aku tidak tega melihat kalian saling menyakiti satu sama lain. – 21:00

poubelleWhere stories live. Discover now