Paragraf 26 ; Suffered

Start from the beginning
                                    

Mereka pun saling berpelukan, karena memang operasi Saga berjalan dengan lancar. Meskipun demikian, Saga masih tetap harus dirawat di rumah sakit karena kondisinya masih belum stabil. Sebelum dokter tersebut meninggalkan mereka, beliau berpesan jika perban di mata Saga akan dibuka tiga hari lagi. Mereka saling mengucapkan terima kasih sembari menangis karena bahagia, dan kini mereka mengikuti Saga yang dibawa kembali ke ruang rawat oleh beberapa suster.

"Bang Saga matanya ditutup kenapa, om? Matanya sakit?"

"Bukan, Sean. Mata bang Saga sudah sembuh."

"Sembuh? Bang Saga nanti bisa lihat Sean lagi? Berarti mata bang Saga gak kemasukan serangga lagi?"

Pak Assegaf hanya mengangguk sambil mengacak-acak rambut Sean. Sekarang tugasnya tinggal membuat Sean sembuh, meskipun ia mungkin harus berjuang seumur hidupnya. Ia ingat pesan mendiang kakaknya jika dirinya harus ikut membantu menjaga Sean hingga bisa hidup secara mandiri di kemudian hari, dan seharusnya ia sudah membawa Sean ketika Saga kehilangan penglihatannya dulu.

"Nanti Sean ikut om sama tante ke Indonesia, ya? Setelah bang Saga bisa lihat Sean, nanti kita pulang ke Indonesia buat ketemu Buna."

"Oke, om. Sean kangen banget sama Buna. Sean mau ketemu."

Pak Assegaf memang tahu tentang Runa dan bagaimana kedekatan antara wanita itu dengan Saga dan Sean. Ditambah Evan yang memang sudah menceritakan semua kejadian yang membuat Saga terpukul, membuatnya juga ikut merasakan rasa sakitnya ketika harus kehilangan seseorang yang dicintai. Apalagi ia tahu betul jika Saga dan Sean bisa sesayang itu terhadap seseorang, pastilah orang tersebut sangat berharga bagi mereka.

"Evan, Wira, mama dan papa pulang dulu. Kalian jaga Saga baik-baik. Mama dan papa akan datang ke sini lagi sewaktu perban di mata Saga akan dibuka. Ingat, jangan pernah tinggalkan Saga sendirian. Mama mengandalkan kalian berdua."

"Abang, Sean mau ke Indonesia ketemu Buna. Nanti Sean bilangin kalau bang Saga juga kangen Buna."

Sean memeluk kakaknya yang masih belum sadarkan diri karena efek bius, lalu ia kecup kening kakaknya dan berlalu keluar dari kamar sambil menahan tangisnya. Kedua orang tua Evan dan Wira pun ikut pamit, meninggalkan keduanya yang akan terus menemani Saga hingga pulih.

Satu jam berlalu, Evan melihat tangan Saga bergerak. Evan yang terlihat begitu kegirangan pun segera membangunkan Wira yang tengah tertidur di sofa karena kelelahan, dan kini Wira merasa kesal karena Evan menendang pantatnya beberapa kali untuk membuatnya bangun.

"Emmhh..."

"Bang? Bang Saga sudah sadar? Mau aku panggilkan dokter tidak? Apa abang merasa sakit?"

Tangan Saga terulur untuk meraba perban yang masih terpasang pada kedua matanya, dan ia hanya merespons pertanyaan Evan dengan cara menggeleng perlahan. Mata Wira berkaca-kaca, karena pada akhirnya Saga mau merespons mereka meskipun hanya dengan gelengan kepala.

Bayangkan saja, sudah hampir dua minggu Saga terlihat seperti mayat hidup yang sama sekali tidak mau berinteraksi dengan siapapun. Bahkan untuk bangun dari tidurnya pun ia enggan, dan kini untuk pertama kalinya Saga terlihat hidup kembali meskipun tetap saja yang ia gumamkan dari bibirnya hanyalah nama Runa.

"Perban di mata abang akan dibuka tiga hari lagi. Ketika abang sudah bisa melihat, nanti akan aku perlihatkan foto dan video abang bersama Runa. Abang harus kuat, abang harus sembuh."

"Runa..."

Evan memukul bagian belakang kepala Wira karena lagi-lagi Wira mengingatkannya pada Runa. Jika seperti ini terus, bisa-bisa Saga tidak akan pulih dan harus menetap di rumah sakit dalam waktu yang lama. Wira kembali merasa bersalah dan menundukkan kepalanya, namun tiba-tiba saja ia teringat dengan surat peninggalan Runa yang harus ia berikan pada Saga.

"Bang, aku baru ingat jika sebelum Runa pergi, ia menitipkan surat padaku untuk bang Saga. Bodoh sekali aku! Harusnya aku sudah menyerahkannya pada bang Saga sekarang."

"Apa kamu baru sadar jika kamu bodoh, hah? Sekarang surat itu ada di mana? Cepat berikan pada bang Saga. Siapa tahu surat itu bisa membuat bang Saga bangkit."

"Ada di rumah Runa, bang. Kalau begitu aku ambil dulu."

Evan mengangguk dan segera menyuruh Wira untuk membawa surat Runa dengan harapan agar Saga dapat pulih kembali. Tanpa mereka ketahui, Saga mendengarkan semua obrolan mereka berdua. Meskipun ia tidak tahu apa isi surat Runa, tetapi tetap saja Saga tidak akan bisa melihat dan menyentuh Runa lagi.

'Apa gunanya aku bisa melihat kembali jika kamu tidak ada di sini. Kamu jahat sekali, Runa.'

***

PARAGRAFWhere stories live. Discover now