Paragraf 16 ; The Truth

Depuis le début
                                    

"Sejak kapan kamu berada di sini?"

"Sejak lima menit yang lalu, mungkin? Sejak tadi aku kebingungan mencarimu. Aku panggil tetapi kamu tidak menjawab, ternyata kamu melamun di sini."

"Ah, maaf. Tapi apa kamu tidak mau sarapan dulu?"

"Nanti saja. Ada hal mendesak yang harus ku cari di rumah itu."

Saga memegang lengan Runa sebagai pegangan, dan Runa yang sudah paham itu pun segera menuntun Saga menuju ke rumahnya. Sebenarnya ia begitu penasaran dengan sesuatu yang dimaksud Saga, tetapi karena sepertinya bersifat rahasia, maka ia urungkan niatnya untuk bertanya.

Kini keduanya sudah berada di dalam rumah, dan Saga memilih untuk meraba dinding menuju ke sebuah kamar sembari mengingat tata letak rumah yang sudah lama tidak disinggahinya itu. Runa tidak tahu harus bagaimana karena Saga hanya diam, bahkan ingin mengikutinya pun ia takut. Takut jika ia salah dan membuat Saga marah.

"Runa? Kamu di mana? Jangan meninggalkanku sendirian di sini."

"Aku tidak kemana-mana."

Runa pun memilih untuk mengikuti Saga menuju ke dalam kamar yang ditempatinya. Lalu pandangannya beralih pada lemari tua yang saat ini tengah diraba oleh Saga. Runa hanya mengernyitkan keningnya karena bingung. Pasalnya, lemari tua itu terkunci dan kuncinya entah ada di mana. Terlebih, dari lemari tua itulah suara hantu itu berasal.

"Lemari tua ini adalah tempat persembunyianku bersama Aya, ketika aku masih kecil dulu."

"Aya? Aya siapa?"

"Apa kamu bisa membantuku mencarikan kunci lemari ini? Sepertinya kuncinya masih tersimpan di sini. Coba cari di laci."

Tanpa bertanya lebih jauh, Runa segera mencari kunci di setiap laci, berharap ia dapat segera menemukan kunci lemari tua itu. Hingga pada akhirnya ia berhasil menemukan beberapa pasang kunci yang sudah usang di laci dekat ranjang, dan ia pun segera mencoba untuk membuka lemari dengan kunci-kunci tersebut.

"Apa ada sesuatu di dalam lemari ini?"

Runa yang sudah berhasil membuka lemari itu pun segera mencari sesuatu yang dimaksud oleh Saga, meskipun ia tidak tahu sebenarnya barang apa yang dicarinya. Tetapi di bagian paling atas, ia menemukan sebuah kertas yang terlihat sudah sangat usang. Ada juga beberapa foto lama yang terselip di bawahnya.

Runa segera mengambil barang-barang tersebut dan mengamati setiap foto yang sudah buram itu. Foto keluarga. Lebih tepatnya adalah foto keluarga Saga dan juga foto keluarga Aya. Lalu ada juga foto ketika Saga masih kecil, bersama dengan Aya.

"Ada surat dan juga beberapa foto usangmu ketika kecil. Suratnya akan ku bacakan untukmu."

Saga, terima kasih karena kamu sudah mau menjadi temanku. Tolong jangan lupakan aku sampai kapanpun. Kalau kamu melupakanku, aku akan menghantuimu. Aku menyayangimu selalu.

Aya

Runa meraih tangan Saga dan memberikan surat beserta foto tersebut kepadanya. Ekspresi wajah Saga sudah terlihat mendung sejak tadi, membuat Runa hanya bisa terdiam karena tidak berani mengajak bicara Saga yang sepertinya tengah mengingat masa lalunya. Dengan perasaan campur aduk, Saga meraba setiap foto dan juga surat yang ditujukan Aya untuknya. Sepertinya surat misterius itu ditulis oleh arwah Aya yang bergentayangan di rumah ini karena merasa dilupakan oleh Saga.

"Maaf karena telah melupakanmu, Aya."

Runa hanya bisa membantu menenangkan Saga dengan menepuk pelan punggungnya, lalu setelah Saga tenang, ia mengajak Runa untuk duduk di bangku taman, karena ia ingin menceritakan masa lalunya yang sempat ia lupakan itu kepada Runa. Saga menyadari sejak tadi Runa pasti penasaran, dan Saga tidak ingin jika Runa salah paham kepadanya.

Setelah keduanya duduk, Saga pun mulai menceritakan semua kisahnya pada Runa. Tentang masa kecilnya, tentang siapa Aya, tentang ingatannya yang hilang karena trauma mendalam yang dialaminya, dan juga tentang kecelakaan yang membuat dirinya kehilangan penglihatan dan juga orang tuanya.

Hati Runa terasa sakit mendengarnya. Ia sampai kehilangan kata-kata setelah mendengar semua cerita Saga. Di lain sisi, ia juga merasa kagum karena Saga terlihat begitu kuat dan tegar meskipun ia mengalami banyak cobaan dalam hidupnya. Ia pun memeluk Saga dengan erat, sembari mengatakan kata-kata yang menguatkan Saga agar kekasihnya itu tidak terpuruk lagi.

"Sekarang Aya pasti sudah tenang karena kamu sudah mengingatnya kembali."

"Ya, tapi tetap saja aku masih merasa bersalah karena baru mengingatnya sekarang."

"Sudahlah, aku yakin Aya pasti bisa memakluminya.

"Runa?

"Hmm?"

"Semalam aku memimpikanmu. Perkataanmu malam itu ketika takut sebenarnya mirip dengan yang dikatakan Aya dulu. Sepertinya Aya ingin menunjukkan dirinya lewat dirimu."

Kening Runa berkerut. "Perkataan yang mana?"

"Aku takut sendirian. Aku tidak berani tinggal di rumah itu sendirian. Kata-kata itu sama persis dengan yang dikatakan Aya. Apalagi semalam pun aku bisa melihat wajahmu dalam mimpiku. Apa malam itu kamu memakai piyama dress berwarna putih selutut dan tidak memakai alas kaki apapun? Rambutmu yang berwarna agak kecoklatan juga tergerai, meskipun wajahmu tetap samar di mimpiku."

Tangan Saga kembali meraba struktur wajah Runa dengan lembut. Runa pun hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, merasa begitu bahagia karena ternyata Saga mengetahui seperti apa bentuk dirinya di malam pertemuan keduanya saat itu. Meskipun hanya lewat mimpi, tetap saja Runa merasa bahagia.

'Saga, jangan membuatku semakin enggan untuk pergi ketika kegiatanku di sini selesai nantinya.'

Tanpa sepengetahuan keduanya, terlihat ada sebuah mobil mewah berwarna hitam yang sejak tadi ternyata sedang berhenti dan melihat kemesraan keduanya dari kejauhan. Seorang wanita di dalam mobil tersebut terlihat sangat geram sambil mengepalkan kedua tangannya. Ia merasa kesal karena melihat Saga tengah tersenyum manis kepada wanita lain selain dirinya.

***

PARAGRAFOù les histoires vivent. Découvrez maintenant