Paragraf 14 ; Promise

Start from the beginning
                                    

'Sial! Aku lupa kalau temanku ini akan berjuang hingga tetes darah penghabisan jika ingin tahu tentang suatu hal.'

"Baiklah, namanya Saga. Dia campuran Korea-Indonesia, dan dia tinggal di Busan bersama dengan satu adik lelaki dan dua sepupunya. Apalagi yang ingin kamu ketahui?"

"Apa hubunganmu dengannya? Aku yakin ada sesuatu diantara kalian berdua. Kalian berpacaran?"

"Tidak! Maksudku belum."

Zanna tertawa terbahak-bahak dari seberang, mengharuskan Runa untuk menjauhkan ponselnya sejenak karena kesal dengan wajah menyebalkan temannya itu. Tanpa Runa sadari, Zanna sebenarnya tahu jika Runa saat ini tengah menghabiskan waktu bersama Saga, karena ia samar-samar melihat lelaki itu baru terbangun dari tidurnya. Salahkan Runa karena ia lupa menutup tirai kaca balkonnya, dan dirinya juga belum menyadari jika Saga saat ini tengah mencari dirinya.

***

"Runa? Kamu di mana?"

Saga meraba ranjang di sebelahnya dan bingung karena Runa tidak ada di sampingnya. Awalnya ia mengira jika Runa sedang berada di kamar mandi, tetapi tidak ada suara apapun meskipun ia sudah berusaha menajamkan indera pendengarannya. Akhirnya Saga memilih untuk turun dari ranjang dan berjalan perlahan ke kamar mandi, takut saja jika ada hal yang terjadi pada Runa.

"Runa, boleh aku bertanya?"

"Bertanya soal apa?"

"Maaf jika pertanyaanku mungkin sedikit menyinggung, tetapi aku penasaran apakah lelaki yang bernama Saga itu memang memiliki keterbatasan? Seorang tunanetra, misalnya?"

"Darimana kamu tahu?"

"Jadi benar? Aku hanya asal menebak saja. Soalnya aku melihat gerak-geriknya."

Zanna hanya bisa meringis sambil pandangannya sesekali terus tertuju di belakang. Meskipun tidak terlihat begitu jelas, ia dapat melihat jika saat ini Saga sepertinya tengah kebingungan karena mencari Runa, dan bodohnya ia malah diam saja tanpa memberitahu Runa.

Sedangkan Saga masih terus berjalan sembari meraba dinding dan juga perabot di sekitarnya, kebingungan karena ia merasa jika Runa meninggalkannya sendirian. Sudah ia cari di kamar mandi pun juga tidak ada, dan ia juga tidak tahu bagaimana cara menghubungi kedua sepupunya yang entah berada di kamar sebelah mana.

"Runa..."

Saga berusaha sekuat tenaga mengaktifkan kemampuan ekolokasinya yang sempat pernah ia pelajari semenjak dirinya kehilangan penglihatannya. Dengan menggunakan gelombang suara yang ada di sekitarnya, ia berusaha mencari keberadaan Runa yang sepertinya masih berada di kamar, karena ia samar-samar mendengar ada seseorang yang sedang berbicara dari arah depan.

Dengan mengikuti suara tersebut, Saga berjalan perlahan sambil meraba udara, hingga pada akhirnya tangannya tak sengaja menyentuh sebuah kaca yang sepertinya bisa dibuka. Tentu Zanna menyadari kehadiran Saga yang sebentar lagi hendak keluar menuju balkon, dan dengan semangatnya ia terus berteriak agar Saga bisa mendengar suaranya.

"Runa? Kamu ada di sini?"

"Runa ada di balkon, mas ganteng."

Runa membalikkan badannya dan badannya lagi-lagi membeku karena kedatangan Saga yang tiba-tiba itu. Bodohnya, ia sampai tidak tahu jika Saga telah terbangun dari tidurnya, karena ini semua ulah Zanna yang sejak tadi terlihat sekali sedang mengalihkan dirinya dari Saga.

Segera ia matikan panggilan videonya secara sepihak, lalu ia membuka pintu balkon dan membantu Saga untuk berjalan ke luar menuju balkon. Setidaknya udara pagi di dekat pantai sangat menyejukkan, dan ia sebenarnya sejak tadi ingin sekali mengajak Saga untuk menikmati suasana pagi di sini.

"Kapan kamu bangun? Maaf, temanku menelepon, jadi aku tidak tahu."

"Tidak apa-apa. Aku sempat mengira jika kamu meninggalkanku sendirian di sini."

"Tidak mungkin aku meninggalkanmu. Kamu terlihat sangat damai ketika tidur, jadi aku tidak ingin membangunkanmu."

Saga tersenyum dan mendekat pada Runa untuk memeluknya. Pelukan hangat di pagi hari tentu membuat Runa merasa begitu bahagia. Terlebih ini juga baru pertama kalinya ada seorang lelaki yang memperlakukannya dengan begitu baik, mustahil jika Runa tidak luluh dengannya. Runa pun membalas pelukan Saga dan keduanya berpelukan dalam diam untuk beberapa saat.

"Saga, boleh aku menyentuh wajahmu?"

"Tentu."

Saga melepaskan pelukannya dan mendekatkan wajahnya pada Runa. Sambil menutup mata, Runa mulai menyentuh permukaan wajah Saga dari bagian mata hingga ke bibir, dan menurutnya Saga tetap terlihat tampan meskipun hanya diraba dengan menggunakan tangan. Runa pun bisa merasakan rasanya menjadi Saga, begitu menyesakkan hingga rasanya sangat memuakkan.

"Saga, aku lupa memberitahumu satu hal."

Runa membuka matanya dan kembali menyentuh bagian mata Saga dengan menggunakan tangannya. Ia mengingat jika dirinya ikut andil sebagai calon pendonor mata ketika ia secara iseng mengungkapkan keinginannya itu kepada orang tuanya. Setelah melalui pemikiran yang panjang, ia akhirnya diperbolehkan untuk mendaftar.

"Aku sebenarnya dulu mendaftarkan korneaku di Lions Eye Bank Jakarta. Kamu tahu? Di JEC Eye Hospitals and Clinics. Aku ikut berdonasi di sana."

"Runa..."

"Tenang, donor ini akan dilakukan jika aku sudah meninggal nantinya. Jaga-jaga saja aku ingin mengatakan hal ini kepadamu sekarang, siapa tahu nantiㅡ"

"Tidak, tidak perlu dilanjutkan lagi. Aku sudah mengerti maksudmu. Tentu aku tahu tentang eye bank itu, tetapi tetap saja aku belum bisa mendapatkannya. Aku tahu ada ribuan orang sepertiku dan mungkin ada yang lebih membutuhkannya daripada aku. Jadi, aku masih harus menunggu lebih lama lagi, mungkin."

"Saga, aku tahu kamu pasti bisa melihat lagi. Jangan patah semangat, karena ada banyak orang-orang sepertiku yang mendonor di sana. Bukan hanya di Indonesia saja, tetapi di negara lain juga. Pasti nanti ada sepasang kornea yang cocok untukmu. Jadi, jangan menyerah."

"Hatimu cantik sekali, Runa. Ternyata aku memilih wanita yang tepat. Aku berjanji akan langsung mencarimu ketika aku sudah bisa melihat nanti. Aku mencintaimu."

***

PARAGRAFWhere stories live. Discover now