Paragraf 10 ; Love Begin

Start from the beginning
                                    

Ia masih trauma, dan juga ia menyadari jika perasaan sukanya ini masih terbilang sangat dini. Siapa tahu ia hanya sebatas kagum, siapa tahu juga yang dirasakannya memang hanya perasaan suka sesaat saja. Intinya Runa harus menjaga sikap ketika bertemu dengan Saga. Sayang lamunan singkatnya itu pun harus buyar ketika Saga lagi-lagi memegang pundaknya, membuat Runa mendadak cegukan.

"Kamu ini lucu juga ternyata. Izinkan aku untuk mengenalmu lebih jauh, Aruna."

***

"Izinkan aku untuk mengenalmu lebih jauh, Aruna."

"Izinkan aku, untuk mengenalmu, lebih jauh, Aruna."

"Mengenalmu, lebih jauh, Aruna."

"Aruna."

'Oh astaga! Aku sudah gila! Gila! Gila!'

Runa mengacak-acak rambutnya karena isi pikirannya terus dibayangi oleh kata-kata yang dilontarkan Saga tadi. Bahkan selama di perjalanan ke kampus pun ia tetap diam tanpa menghiraukan Saga yang juga ikut mengantarnya. Apalagi kini pikirannya juga semakin tidak fokus, padahal saat ini ia sedang mengikuti seminar budaya.

Lalu Sagaㅡ lelaki itu entah mengapa lebih memilih untuk ikut seminar bersama dengan Runa, dan saat ini tengah duduk di sampingnya. Seminar ini meskipun bagian dari kegiatan kursusnya, tetapi seminar ini dibuka untuk umum. Jadi, daripada Saga menunggu di kantin sendirian, lebih baik ia ikut Runa saja.

"Aku bisa merasakan kalau saat ini kamu tidak fokus mengikuti seminar. Sebenarnya ada apa denganmu? Apa kamu sakit?"

"Ah, tiㅡtidak. Aku baik-baik saja."

"Kalau ku perhatikan, kamu lebih irit bicara sekarang. Apa kamu merasa canggung denganku?"

"Benarkah? Aku merasa biasa saja." Jelas Runa berusaha keras untuk terlihat baik-baik saja.

"Kalau begitu, malam ini kamu mau menginap di rumahku lagi, tidak?"

"Hmm, sepertinya aku harus fokus mendengarkan seminar ini. Bicaranya nanti saja ya, Saga."

Runa tersenyum kikuk sambil melirik Saga dari samping. Bisa-bisa ia terkena serangan jantung mendadak jika jantungnya terus saja berpacu dengan cepat seperti ini. Kehadiran Saga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih, apalagi rasanya planning yang sempat ia pikirkan ketika weekend nanti harus berantakan karena isi pikirannya hanya Saga.

'Apa aku terlalu berbicara terus terang padanya? Aku tidak tahu bagaimana caranya mendekati wanita, tetapi aku benar-benar ingin mengenalnya. Terlebih waktunya untuk tinggal di sini hanya tinggal sebentar. Aku tidak mau menyesal ketika dia telah kembali ke Indonesia nanti.'

Saga pun hanya bisa menghela napas perlahan sembari menggenggam tongkat lipatnya. Seminar yang dihadirinya karena ingin bersama Runa ini membuatnya sangat mengantuk. Sudah lama pula ia tidak menghadiri perkuliahan semacam ini. Pikirannya pun kini melayang kembali di saat ketika ia masih menjadi mahasiswa dulu.

Saga dulunya memang mengambil pekerjaan sampingan menjadi seorang model ketika dirinya masih berkuliah. Selain itu ia juga memiliki hobi menulis, meskipun sekarang semua itu sudah tidak ada artinya lagi baginya. Ia merasa kehidupannya telah berhenti sejak dua tahun lalu, dan selama itu pula ia juga terus berusaha untuk mengakhiri hidupnya sendiri, meskipun selalu gagal pada akhirnya. Untungnya ia menyadari jika ia masih memiliki Sean yang harus ia jaga, sehingga membuatnya menjadi sangat protektif terhadap Sean hingga detik ini.

Setelah pindah ke Busan, ia memang langsung memasukkan Sean ke pusat rehabilitasi khusus penyandang autis, dengan harapan agar setidaknya Sean bisa hidup mandiri jika suatu saat dirinya sudah tidak ada. Untung saja kedatangan dua sepupunya bisa sedikit membantunya untuk sembuh dari keterpurukan, meskipun ia masih merasa hidupnya seakan tidak berarti. Hingga pada akhirnya sosok wanita yang duduk di sampingnya ini mengubah segalanya.

Saga yang terkenal sangat tertutup dan tidak mau membuka hatinya ini perlahan-lahan mampu berubah. Pada awalnya ia terus saja menampik perasaannya sendiri, tetapi lama-kelamaan ia tidak bisa menahannya lagi. Apalagi setelah mereka berciuman malam itu, saat itulah Saga menyadari jika ia memiliki perasaan pada Runa.

"Saga? Kamu melamun? Ini seminarnya sudah selesai. Mau ke kantin, tidak?"

"Hah? Oh, cepat sekali selesainya."

"Terasa cepat karena sejak tadi kamu melamun. Ayo, kita menunggu Evan dan Wira di kantin saja."

Saga mengangguk dan berdiri sambil memanjangkan tongkatnya dan mengetukkannya ke lantai. Dengan sigap, Runa segera meraih tangan kiri Saga, lalu ia kalungkan di lengan kanannya. Tidak sia-sia juga ia belajar memahami orang seperti Saga selama ini. Setidaknya sedikit berguna, karena bentuk perhatian kecil seperti ini pun sudah membuat Saga merasa bahagia.

Mereka kini tengah berjalan beriringan keluar dari ruang seminar menuju kantin. Tentu tak luput dari pandangan banyak orang yang menatap keduanya. Terlebih seperti menyayangkan jika lelaki tampan seperti Saga harus memiliki kekurangan pada penglihatannya. Lalu ada banyak juga pasang mata yang saat ini tengah berbisik-bisik ke arah keduanya, meskipun Runa maupun Saga sebenarnya sama-sama tidak peduli.

"Aku benar-benar terkesan dengan caramu memperlakukanku tanpa harus bertanya terlebih dahulu. Kamu orang pertama yang ku kagumi."

"Oh, haha. Perkataanmu itu membuatku merasa bangga. Terima kasih atas pujiannya."

"Apa kamu weekend nanti ada acara? Aku ingin mengajakmu berjalan-jalan ke tempat yang indah di Busan."

"Ehm... aku belum tahu, temanku bilang dia inginㅡ"

"Aku ingin mengajakmu kencan, Runa. Berkencanlah denganku."

***

PARAGRAFWhere stories live. Discover now