Paragraf 8 ; Comfortable

Start from the beginning
                                    

Runa yang merasa ketakutan karena rumah dan lingkungannya gelap gulita, memutuskan untuk mengambil ponsel untuk menghidupkan senter, lalu ia berlari keluar rumah, menuju rumah Saga. Tanpa ia duga, Saga ternyata sedang berusaha berjalan cepat menuju rumah Runa sambil sesekali mengarahkan tangannya ke depan, untuk mengantisipasi agar dirinya tidak menabrak sesuatu di hadapannya.

Tanpa pikir panjang, Runa pun segera berlari menghampiri Saga dan memeluk lelaki itu dengan erat. Saga terkejut karena tiba-tiba saja badannya ditubruk oleh seseorang, tetapi ia langsung menyadarinya ketika mendengar suara isak tangis dari seseorang yang sudah dikenalnya itu.

"Ada apa? Kenapa tadi berteriak? Apa ada hantu yang mengganggumu lagi?"

Runa hanya bisa menggeleng sambil terus memeluk Saga, enggan untuk melepaskan pelukan tersebut karena dirinya masih merasa ketakutan. Jantungnya sejak tadi sudah berdebar dengan cepat karena takut, dan kini debarannya semakin tidak terkontrol karena ia bersama Saga. Sebenarnya ia malu karena menangis sambil memeluk lelaki yang baru ia kenal seperti ini, tetapi ia juga tidak punya pilihan lain.

"Mau ke rumahku? Sepertinya kamu harus menenangkan diri dulu."

"Di sini gelap. Lampu di sekitar sini mati total. Ponselku mati karena baterainya habis. Akuㅡaku takut."

"Oke, aku mengerti. Tetap tutup matamu jika kamu takut, dan sekarang ikuti saja langkahku."

Runa menganggukkan kepalanya dan menuruti perintah Saga. Sambil terus memeluk Saga, ia berjalan perlahan-lahan bersama Saga. Ia malu karena seharusnya ia menuntun Saga saat ini, tetapi malah dirinya yang dituntun oleh Saga. Runa kembali merutuki dirinya sendiri, dan ia tersadar jika menjadi seperti Saga adalah hal yang sangat menakutkan baginya.

Setelah berjalan secara perlahan, keduanya pun berhasil masuk ke dalam rumah Saga dengan selamat. Saga terus menuntun Runa sambil meraba di sekitarnya untuk mencari keberadaan sofa, dan setelah berhasil ia temukan, ia membantu Runa untuk duduk. Wanita itu kembali terisak karena merasa begitu malu dengan dirinya sendiri, tetapi Saga mengira jika Runa menangis karena takut. Sehingga dengan perlahan, Saga kembali memeluk Runa untuk menenangkannya.

"Aku tidak tahu bagaimana jadinya jika berada di posisimu, Saga. Kamu pasti merasa sangat tersiksa selama ini."

"Ya, awalnya memang berat. Tetapi mau bagaimana lagi? Bahkan untuk mencari pendonor pun aku harus menunggu. Entah sampai kapan aku harus menunggu untuk bisa mendapatkan donor mata, dan tentunya aku sudah berusaha untuk kuat."

"Maaf, aku tidak bermaksud mengingatkanmu tentang kejadian yang menimpamu dulu."

"Tidak apa-apa. Aku juga sudah terbiasa."

Runa memilih untuk melepaskan pelukannya dan mencoba untuk membuka matanya. Betapa terkejutnya ketika ternyata lampunya sudah menyala, memperlihatkan sosok Saga yang berada sangat dekat dengannya. Ia pun dibuat semakin terkejut karena saat ini Saga tengah tersenyum, meskipun senyuman itu tentunya tidak ditujukan untuknya. Tetapi entah mengapa Runa merasa begitu bahagia hanya dengan melihat senyuman tipis di bibir Saga.

Seakan terhipnotis dengan senyum tipisnya itu, Runa tiba-tiba saja mencium bibir Saga dengan kilat, membuat Saga kaget bukan kepalang. Ia bahkan tidak menyangka jika Runa akan seberani itu hingga berani mencium bibirnya. Saat ini Saga masih mengira jika lampunya masih mati, sehingga ia mulai meraba permukaan wajah Runa untuk mencari letak bibirnya, dan membalas ciuman Runa.

Entah apa yang merasuki Saga malam ini, tetapi ia merasa begitu nyaman karena kehadiran Runa dan pelukan hangat yang diberikan oleh wanita itu. Terasa cukup untuk mengisi kekosongan Saga yang selalu merasa kesepian dan sendirian selama ini. Jadi tanpa diperintah, secara refleks Saga langsung mencium Runa tepat di bibirnya, mengundang kekagetan dari dua sosok manusia yang tiba-tiba saja masuk ke dalam rumah tanpa permisi.

"Oh, astaga, mata suci Wira ternodai."

"Mataku juga, sialan."

Terkejut dengan suara yang tidak asing, Saga pun segera melepaskan ciumannya dan memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan semburat merah yang sepertinya terlihat di wajahnya. Pertama kalinya ia mencium wanita seperti ini, membuat wajahnya terasa panas. Mustahil jika wajahnya saat ini tidak memerah. Sama halnya dengan Runa yang langsung menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya, takut jika raut wajah malunya itu terlihat oleh keduanya

"Apa lampunya sudah menyala?" Tanya Saga sembari masih terlihat salah tingkah.

"Sudah, bang. Apa kalian bisa menjelaskan adegan apa yang baru saja aku dan Wira saksikan ini? Aku tidak salah lihat, bukan? Kalian berciuman? Di bibir?"

Saga pun berdeham pelan. "Kejadian tadi tidak seperti yang kalian bayangkan, Evan."

***

PARAGRAFWhere stories live. Discover now