Paragraf 7 ; You Are Not Alone

Começar do início
                                    

"Tidak usah malu-malu. Pulang saja bersama kami, lagi pula rumahmu juga berada di samping rumah kami."

***

Terpaksa Runa mengikuti ajakan Evan untuk pulang bersama karena tiba-tiba saja turun hujan, lebih tepatnya hanya gerimis. Runa pun duduk di bangku penumpang, bersama dengan Saga yang sudah duduk manis di sampingnya. Sedangkan Evan terlihat seperti supir karena duduk di bangku depan seorang diri.

Keadaan kembali canggung, dan Runa hanya menghabiskan waktu untuk melihat rintik-rintik hujan yang turun melalui kaca jendela mobil. Sesekali ia juga terlihat menghela napas pelan, karena ia selalu teringat akan hal-hal buruk yang dialaminya ketika turun hujan.

'Apa hujan di sini juga akan membuatku sial? Huft, hujan di sini terlihat begitu indah. Sayang sekali aku masih tidak bisa menyukai hujan, padahal hujan juga tidak salah apa-apa.'

Karena Evan hanya fokus menyetir dalam keheningan, sedangkan Runa juga hanya diam, membuat Saga merasa gerah. Ia tidak tahan dengan perasaan canggung yang dirasakannya karena ada Runa di sampingnya. Padahal biasanya ia tidak pernah merasa seperti itu.

"Evan, apa sebaiknya kita membeli makanan untuk makan malam sekarang? Jadi kamu tidak perlu memasak nanti."

"Oh, boleh juga, bang. Kebetulan aku mau pergi bersama dengan Wira dan Radit lagi nanti malam ke acara ulang tahun salah satu teman. Untung abang ingatkan."

"Kalian pergi lagi? Meninggalkan aku dan Sean sendiri di rumah? Kenapa kalian tidak pernah betah berada di rumah, hmm? Apa karena aku dan Sean merepotkan kalian?"

"Bang, bukan begitu maksudku. Akuㅡ"

"Sudahlah, aku tahu kamu tidak bermaksud begitu. Maaf."

Runa hanya bisa bengong sambil melirik ke arah Evan dan Saga secara bergantian, lalu ia bisa merasakan kesedihan dari raut wajah Saga. Ia paham betul mengapa Saga terlihat dingin, karena bisa saja selama ini Wira dan Evan jarang menghabiskan waktu bersama Saga. Padahal Saga sebenarnya hanya ingin mereka meluangkan waktu untuknya. Begitu pikir Runa.

'Astaga, apa yang aku pikirkan? Sok tahu sekali aku ini. Beginilah akibat terlalu banyak menonton drama, aku jadi berpikiran yang aneh-aneh.'

Dengan berani Runa pun mencoba membuka suara. "Ekhem, maaf mengganggu pembicaraan kalian. Jika tidak keberatan, aku bisa menjagaㅡ"

"Tidak perlu." Potong Saga dengan nada dingin.

'Menyebalkan! Kenapa dia selalu memotong pembicaraan orang lain? Tahan, aku harus sabar menghadapinya.' Batin Runa kesal.

Evan pun melirik ke arah Runa melalui kaca spion mobil. "Oh, iya, siapa namamu tadi?"

"Runa."

"Oke, Runa. Bisakah kamu menolongku? Tolong jaga bang Saga dan Sean nanti malam. Aku dan Wira benar-benar sudah berjanji untuk datang ke pesta ulang tahun bersama Radit. Kamu tidak keberatan, bukan?"

"Tenang. Aku akan menjaga mereka. Meskipun Saga menolaknya, tetapi aku yakin Sean akan senang jika aku menemaninya."

"Bagus! Aku serahkan bang Saga dan Sean padamu. Oke, kalian tunggu di mobil sebentar, aku mau membungkus makanan dulu."

Runa mengangguk, lalu ia melirik ke arah Saga yang tetap memasang wajah datarnya. Emosi Saga rasanya ingin meledak, tetapi ia berusaha menahannya dengan mengepalkan kedua tangannya. Karena ia tetap merasa tidak bisa menahan emosinya lagi, Saga akhirnya meraba pintu mobil dan berusaha untuk keluar.

Runa mendadak panik karena tiba-tiba saja Saga keluar dari mobil. Dengan cepat ia pun segera turun dari mobil untuk menyusul Saga yang berjalan tertatih tidak tentu arah. Hujan yang tadinya hanya sebatas gerimis, kini semakin lama semakin deras, tentu ia tidak mau jika Saga kehujanan.

Saga menghempaskan tangan Runa yang hendak menggandengnya, tetapi Runa tetap tidak menyerah. Di bawah guyuran hujan yang sangat dibencinya, Runa berusaha untuk menarik tangan Saga agar kembali ke mobil bersamanya. Dengan sekuat tenaga, Saga kembali melepaskan tangannya yang dicengkeram oleh Runa, lalu ia mendorong Runa ke belakang hingga terjatuh ke aspal.

Bukan Runa namanya jika ia menyerah. Emosi yang sudah ditahannya sejak tadi pun ikut meledak. Ia bangun dan menghadang Saga dari depan dengan cara memeluknya dengan erat, tidak peduli jika ada beberapa pasang mata yang melihatnya. Termasuk Evan yang saat itu sudah selesai membungkus makanannya.

"Kalau kamu ingin marah, katakan saja. Kalau kamu tidak mau aku menjagamu dan Sean malam ini, bilang saja. Jangan dipendam dan dilampiaskan seperti ini. Aku tahu kamu pasti marah dengan sepupumu yang jarang ada waktu untukmu, tetapi bukan seperti ini caranya. Bilang langsung padanya kalau kamu ingin menghabiskan waktu bersama dengan mereka."

Di bawah guyuran hujan yang membasahi keduanya, Saga menjadi terdiam setelah Runa memeluknya sambil mengatakan kata-kata tersebut. Lagi-lagi ia bingung, mengapa wanita itu malah lebih memahaminya daripada kerabatnya sendiri. Selama ini Saga memang memendam semuanya, dan tidak ada seorang pun yang bisa memahami perasaannya selain dirinya sendiri.

Tetapi hari ini berbeda. Wanita itu, wanita asing yang baru ditemuinya kemarin itu bahkan bisa membaca isi hatinya dengan baik. Jantung Saga kembali berdebar dengan kencang karena saat ini Runa masih memeluknya, tetapi ia mulai memahami apa maksud debaran jantungnya itu.

"Kamu tidak akan sendirian, Saga. Kedua sepupumu itu pasti akan selalu berada di sisimu. Aku tahu mereka tidak bermaksud seperti itu padamu. Percayalah, karena aku bisa melihat jika mereka benar-benar menyayangimu."

***

PARAGRAFOnde as histórias ganham vida. Descobre agora