Paragraf 3 ; First Meeting

Mulai dari awal
                                    

'Sial, aku lupa memberitahu bang Saga. Bagaimana kalau bang Saga marah besar? Apalagi aku mencuri kunci rumah itu tanpa sepengetahuannya. Matilah aku!'

"Sean!!! Dasar anak nakal! Kenapa kamu keluar dari rumahㅡ"

Evan kehilangan kata-kata ketika Runa ikut keluar bersama dengan Sean. Wanita itu bahkan terlihat bisa langsung akrab dengan Sean yang notabene-nya susah didekati oleh orang asing. Sean bahkan terlihat tersenyum sumringah sembari menatap Runa yang tengah mengusap pelan rambutnya.

Sungguh pemandangan yang tidak biasa, karena berarti Runa paham dengan keadaan Sean yang tidak seperti anak normal lainnya. Evan bahkan masih tidak menyangka jika ada orang lain yang bisa cepat akrab dengan Sean seperti itu. Untungnya Evan tahu kalau wanita itu juga berasal dari Indonesia, jadi tanpa menunggu lagi, ia segera berlari menuju rumah tersebut untuk mengajak Sean pulang.

"Bang Evan! Bang Evan, ini kakak baru Sean. Kakak baru Sean baik. Sean suka."

Evan hanya bisa meringis ke arah Runa sambil membungkukkan badannya, diikuti oleh Runa yang juga ikut membungkukkan badannya dengan sopan. Evan merasa begitu tidak enak karena ia takut jika kehadiran Sean membuat wanita tersebut terkejut dan bingung. Padahal malah sebaliknya, Runa begitu senang karena tetangga barunya itu berbaik hati langsung menyapanya, meskipun ia sendiri sadar jika anak lelaki itu agak sedikit spesial.

"Maaf kalau adik saya ini tidak sopan karena sudah masuk ke rumahㅡ"

"Oh, tidak. Bukan begitu. Sebenarnya saya yang mengajaknya masuk ke dalam rumah karena ingin memberinya camilan. Sean tadi bilang jika dirinya lapar, maka dari itu saya memberinya roti dan minuman. Maaf kalau saya lancang."

"Sean, kamu tadi makan apa saja, hmm? Kenapa tidak bilang abang kalau lapar? Abang sudah membuatkan sup ayam untuk Sean."

"Sean maunya makan sama kakak cantik ini. Kakak cantik ini punya makanan yang banyak, bang. Sean nanti aja pulangnya. Bang Evan pulang, hush!"

"Kamu mengusir abang, hmm? Kalau bang Saga marah bagaimana? Sean tidak takut dimarahi bang Saga?"

"Bang Saga gak akan liat, wlee!"

Evan merasa sedikit jengkel ketika Sean menjulurkan lidahnya sambil berbicara yang tidak sepatutnya terhadap Saga seperti itu, membuatnya secara spontan memukul bagian belakang kepala Sean hingga membuat Sean menangis dengan kencang. Seketika ia lupa jika Sean memang sedikit berbeda. Hanya saja, ia juga tidak bisa tinggal diam jika ada orang yang merendahkan kekurangan yang dimiliki Saga.

Runa yang bingung dengan pembicaraan kedua lelaki itu hanya bisa menenangkan Sean dengan cara mengusap lembut bagian kepala yang dipukul oleh Evan tadi. Tak lupa juga ia memeluk Sean sambil mengusap-usap punggung bocah tersebut, membuat Evan kembali memasang wajah bengong.

"Sean, kenapa kamu menangis?"

Evan menoleh ke samping, dan ia melihat kehadiran Saga yang dituntun oleh Wira di sampingnya, membuatnya hanya bisa menelan ludah karena ia takut jika Saga akan marah besar ketika ia tahu jika rumah peninggalan kakeknya tersebut sudah berpenghuni.

"Bang Saga... kenapa ikut ke sini? Wira, sudah kubilang jika aku akan membawa Sean pulangㅡ"

"Memangnya aku tidak boleh ikut keluar untuk mencari Sean? Kalau aku tidak salah dengar, sepertinya aku mendengar ada suara wanita di sini. Bukankah rumah ini sudah lama kosong?"

"Sean! Ayo pulang!"

Evan dengan cepat menarik tangan Sean yang masih menangis di dalam pelukan Runa, lalu ia memberi kode pada Runa untuk tutup mulut. Tak lupa ia juga memberikan kode pada Wira untuk diam, karena ia merasa jika nyawanya sedang berada di ujung tanduk saat ini.

"Bang Evan jahat! Sean masih mau di sini!"

Evan berusaha membekap mulut Sean dan hendak membopongnya menuju rumah, namun perkataan Saga membuatnya tak bisa bergeming. Keringat dinginnya mulai bercucuran, ia merasa jika hari ini adalah hari terakhirnya di dunia, karena Saga memang akan sangat menyeramkan jika sedang marah.

"Evan, ada seorang wanita yang menghuni rumah ini, bukan? Apalagi sekarang wanita itu tengah berdiri di hadapanku, apa tebakanku benar? Jika memang benar, lalu kebohongan apa yang sudah kamu sembunyikan dariku selama ini? Bisakah kamu menjawabnya sekarang?"

Evan hanya bisa menelan ludahnya beberapa kali, sedangkan Wira sama sekali tidak bisa berkutik. Adiknya itu juga terlihat membeku dan tak berani untuk bersuara jika Saga sedang marah. Kesempatan itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh Sean untuk melepaskan diri dari cengkeraman Evan dan berlari kembali ke arah Runa.

Sedangkan wanita itu hanya bisa terdiam ketika Sean bersembunyi di belakangnya, karena ia merasa terintimidasi ketika ditatap oleh Saga yang saat ini tengah berada tepat di hadapannya, meskipun pandangan Saga tidak tepat ketika menatapnya.

Evan yang sejak tadi sudah berkeringat dingin itu pun terlihat cemas. "Bang Ga, aku bisa jelaskanㅡ"

"Ya, aku adalah penghuni baru di rumah ini." Tegas Runa sembari menatap Saga.

***

PARAGRAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang