part 1

8.2K 310 2
                                    

Steave tidak bisa memejamkan matanya. Ia terlihat memikirkan suatu hal, bukan tentang tumpukan berkas yang ada di meja kerjanya, tapi mengenai lilian -- mantan istrinya.

Janjinya yang akan berkunjung ke rumah lilian di California agak membuatnya ragu ragu. Hal itu karna  saat ditelepon, Lilian nampak begitu sibuk. Steave takut kedatanganya mungkin  bisa menganggu.

"Oh ayolah Steave, Lilian hanya mantan istrimu ada apa di pikiranmu," ujar Steave meyakinkan  otaknya bisa lebih tenang. Saat akan memejamkan mata, tiba- tiba bunyi getaran handphone membuat Steave kembali membuka mata.

Bibir Steave kini menjadi sejenis bebek karena ia memanyunkan nya, begitulah Steave, dia laki-laki konyol. Dibacanya kembali sms yang masuk, Steave berharap matanya ini tak salah baca.

Undangan liburan untuk keluarga, dan hanya beberapa karyawan saja yang bisa ikut. Lucunya, yang masuk daftar saat ini adalah Steave. Dalam hati, Steave ingin sekali menikmati itu. Tapi memang Ia memiliki keluarga? Steave mentertawakan dirinya sendiri.

"Ah sudahlah Steave jangan terlalu banyak bermimpi, baiklah waktunya tidur." Steave melempar handphone ke belakang tubuhnya, sekejap selimut sudah menggulung dirinya.

***


Pagi pun datang, sinar mentari mengusik tidur Steave. Rambut yang agak hitam itu terlihat bersinar karena terkena sinar matahari dan kini menggelitik mata Steave, membuat mata itu terbuka.

Ini adalah saat steave benar - benar jelek. Celana kolor pendek, baju tipis dan juga rambutnya yang sudah tak jelas begitu serasi dengan wajah abstrak Steave ketika bangun.

Steave berjalan ke kamar mandi. Ia menyikat giginya dengan mata yang masih terpejam. Suara bel pintu yang seperti alarm bahaya membuat Steave dengan malas membuka mata. Belum sempat menyelesaikan aktivitasnya, dia memilih untuk membuka pintu.

"K-au?" Ujar Steave dengan mulut penuh dengan busa dan tentunya sikat gigi. Gadis manis di hadapan Steave tiba - tiba memeluknya.

"Hei kakak ku tersayang!" Itu adalah Hanna, adik Steave yang masih kuliah. Hanna memang senang sekali membuat ulah. Seperti saat ini, karena pelukan dadakan tadi membuat Steave tersedak.

"Ups maaf" Hanna memang masih seperti anak kecil. Setelah melepaskan pelukannya, Hanna masuk masuk begitu saja. Hanna langsung  menuju  kulkas di dapur Steave.

"Hanna! Hanna! Jangan!!" Teriak Steave membuat busa di mulutnya keluar. Namun terlambat, Hanna melihat kaleng bir yang ada di setiap sudut kulkas .

"Kak Steave!!" Hanna berteriak sejadi - jadinya. Untung ini bukan pagi buta, sehingga Steave tak harus meminta maaf kepada tetangganya.

"Itu hanya untuk persediaan,  sungguh." Steave berusaha membuat alibi terbaiknya, namun Hanna lebih suka membuang semua itu dari kulkas. Bagi Steave, ini seperti ribuan emas yang dibuang begitu saja ke tempat sampah.

"Kenapa kau lakukan itu ?! Astaga, apakah semuanya?!" Hanna tak peduli dengan kata-kata kakaknya. Hanna tau Steave pasti sering mabuk - mabukan, itu kebiasaan kakaknya setelah bercerai dari Lilian.

***
D

ua bersaudara ini, Steave dan Hanna, menjalankan aktivitasnya masing - masing. Tak bisa di pungkiri, suasana di rumah menjadi lebih tegang setelah semua kaleng bir dibuang begitu saja.

Steave seperti anak kecil yang sudah direbut mainannya. Dia mogok bicara dengan Hanna, biarpun Hanna sudah mengajaknya bicara. Wajah datar Steave adalah satu - satunya komunikasi untuk menjawab dalam kebisuan.

"Oh ayolah kak Steave! Kau bukan anak - anak, untuk apa bersikap konyol seperti itu," ujar Hanna seakan putus asa dengan sikap kakaknya ini.

"Karena itu kau tak boleh mengatur hidupku, aku bahkan lahir lebih dulu darimu,"cecar Steave pada adiknya. Mata Hanna melotot, mulai kan soal usia.

"Terserah apa yang kau katakan, hanya saja kupikir sebaiknya kau kembali ke kamar mu." Hanna mengalihkan pandanganya dan menghela nafas.

"Aku bukan anak kecil Hanna, aku tak mau kau menyuruhku! kau adik ku mengerti?" Hanna mendengus sebal, Ia kembali menatap satu - satunya kakak yang ia miliki.

"Iya aku tau, tapi masa kau akan pergi dengan atasan jas dan celana kolor mu itu"  steave melihat ke bawah, dia hanya tersenyum dan lari ke kamar.

Hanna hanya geleng geleng kepala, disaat kakaknya itu lebih dewasa tapi tingkahnya sangat tak mencerminkan, sukses dalam karir tapi tidak dalam keluarga.

"Baiklah aku akan pergi" ujar steave  keluar dari kamarnya dengan pakaian yang lebih lengkap.

"Kemana?"

"Lilian, kenapa?" Hanna mengerutkan mukanya tak percaya, lilian? Mantan kakak iparnya dulu?!

"Kau tak bergurau?"

"Hei adik kecil, untuk apa, aku ingin kesana jadi tak masalah bukan" Hanna seolah mengingat sesuatu

"Baiklah aku pergi" steave segera keluar rumah, dan saat saat steave sudah menyalakan mobilnya, hanna baru ingat bahwa ia sempat bertemu lilian dalam kondisi hamil, hanna langsung berlari keluar.

"Kakak!!" Sayang sekali musik di mobil steave terlalu kencang dan mobilnya pun kini sudah keluar dari pekarangan rumahnya.

"Huh, semoga saja mereka bisa kembali" ujar hanna pasrah.

                                                ***

Di perjalanan dengan membuka kacanya dan agak bersiul siul untuk mengurangi rasa kesendirian, steave sangat teringat bagaimana lilian dulu begitu menjadi peramai hidupnya, bahkan lulucon kecil lilian masih tertanam di benak steave dan membuatnya tersenyum.

"Apakah yang harus ku ucapkan jika bertemu lilian?" Kata steave dengan agak bingung.

"Hai lilian sudah lama kita tak bertemu" steave merasa itu bukan gayanya dia menarik suaranya.

"Kau semakin cantik saja, apa kau ingat denganku" steave merasa itu lebih menggelikan, dia berbikir kembali.

"Hai aku steave, mantan suamimu" steave memukul kepalanya sendiri, ini bahkan tak sopan, dan akhirnya steave menghentikan mobilnya, dia menarik nafasnya mengingat bagaimana dulu saat bertemu dengan lilian.

"Aku senang bisa melihatmu" steave tersenyum, dia harus mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Dan sebelum sampi dirumh lilian, steave memelikn beberap bunga dan mawar, berharap lilian suka.

                                                 ***

Steave baru saja akan mengetuk pintu rumah lilian namun tiba tiba pintu tersebut terbuka dan sosok wanita dengan menggendong bayi perempuan melihat steave dari atas sampai bawah.

"Ah pasti kau saudara lilian bukan? Aku ada urusan mendadak, tolong jaga rulen dia harus minum susu 30 menit lagi dan setelah itu harus tidur, hati hati dia sedang sering mengompol, baiklah sampai jumpa"  bayi yang dipanggilnya rulen tadi diberikan begitu saja kepada steave.

Steave yang masih bingung kini menatap bayi canyik itu, rulen? Siapa dia? Banyak pertanyaan di otak steave. Dan saat akan bertanya wanita itu sudah pergi dengan taksi.

"Kau rulen ? Aku steave salam kenal" ujar steave dengan senyum, rulen pun tersenyum tapi tiba tiba steave merasakan sesuatu yang hangat dibagian sekitar rulen.

"Oh tidakk!!" Teriak steave sambil menatap rulen yang malah tersenyum manis

                   ○○○tbc○○○


Oh daddy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang