"Itukan Bagaskara." pikirku.

Tanpa pikir panjang, aku berhentikan motorku di parkiran taman. Ku hampiri dia. Tiba-tiba rasa geram dan jengkel merasuki diriku. Rasanya ingin ku hajar laki-laki itu.

"Bagas...."
Laki-laki itu menoleh...
"braaakkk...." Satu buah pukulan cukup untuk membuat laki-laki di hadapanku tadi tersungkur. Belum sempat laki-laki itu sadar, pukulan keduaku siap melayang.

"Bammmm..." bibir sebelah kiri langsung terkoyak tipis.

"Tunggu Ren... Ada apa inii....? Aaaaawww." Belum sempat ia menepis, pukulan ke tigaku telah lulus mengenai perutnya.

Ku tarik kerah bajunya, ia meronta. Menatapku tajam.

"Ada apa Ren?" Ia masih kelihatan bingung dengan situasinya.

"Kenapa kau sakitin Nayna Gas. Kenapa?" Tanyaku geram.

"Bukan gitu maksudku Ren. Tolong dengerin dulu penjelasanku.."

"Aaargggghhh.." Ku lepas tarikan tanganku di kerahnya. Dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur.

"Semua karena kamu Ren.." Ucapnya.

"Haaa? Kok aku?" Jawabku tidak mengerti.

"Dengerin dulu penjelasanku Ren." Ucapnya memohon.

Akhirnya aku setuju untuk mendengar penjelasannya. Sekarang, kami tengah duduk di cafe tempat biasa anak kampus nongkrong akhir pekan. Di daerah bilangan Bengkulu.

"Jadi kenapa kamu putusin Nayna Gas." Aku membuka pembicaraan.

"Semua karena kamu Ren."

"Iyaa kenapa denganku Gas?"

"Aku tau kamu suka Nayna Ren. Aku tau kamu berkorban agar persahabatan kita bertiga tidak berantakan."

"Kamu sadar tidak? Kamu udah merusak persahabatan kita bertiga dengan putusin Nayna."

"Tapi, aku merasa Nayna akan lebih baik sama kamu. Bahkan kamu adalah orang yang paling dekat dengan orang tua Nayna."

"Tapi dia sayangnya sama Kamu Gas."

Lelaki di hadapanku itu diam.

"Dia sayang banget sama kamu Gas. Makanya aku rela ngerelain perasaanku demi kalian. Aku relain juga karena aku percaya kamu bisa jagain Nayna." Ucapku lagi..

"Kenapa diam Gas? Gak punya alasan lagi? Ahh payah Lo.." Lanjutku..

"Aku kelihatan bodoh banget ya Ren."

"Memang Lo bodoh Gas. Pengen gue tabok tau gak.."

***

Setelah berbicara panjang lebar. Kemudian kami sepakat untuk membujuk Nayna kembali pada Bagas. Meski dengan sedikit ketidakrelaan di hati. Aku tau aku mungkin orang paling bodoh yang melewati kesempatan ini. Biarlah, aku merelakan perasaanku terkubur kembali. Bersama harapan yang terlanjur ku matikan sendiri.

Aku memang teramat mencintai Nayna. Tapi, aku lebih mencintai persahabatan kami bertiga. Aku hanya tidak rela, persahatan yang sudah kami jalin selama ini harus berakhir karena masalah asmara. Sungguh masalah kelasik jika mengingat persahabatan laki-laki dan perempuan tak akan pernah bisa terjalin lama. Sebab, entah salah satu atau keduanya pasti akan saling jatuh cinta.

Akan teramat beruntung jika berakhir dengan happy ending.  Tapi kabar buruknya, rata-rata persahabatan laki-laki dan perempuan kebanyakan berakhir di lembah nestapa. Entah salah satu atau keduanya terluka. Sekali lagi, persahabatan antara laki-laki dan perempuan adalah ekspektasi yang sia-sia.

Tapi tidak apa-apa. Aku percaya, kelak aku akan menemukan orang yang akan menarikku dari lembah nestapa dan mengajariku mengeja bahagia dengan kesederhanaannya.

***

Malam itu juga aku langsung mengajak Nayna pergi ketempat yang sudah aku dan Bagas rencanakan.

"Nay. Aku sudah ketemu bagas tadi."

"Jangan bilang kamu hajar dia?"  Nadanya terdengar sedikit panik.

"Kamu terlambat. Dia sudah babak belur aku buat Nay. Mungkin sekarang tengah terbaring lemas di rumahnya."

"Ishh Tarendra... Gass.." Ia menggigit bibirnya sendiri. Tangannya gelisah.Wajah panik tak terhindarkan. Tanpa sadar dia menyebut namaku dan nama laki-laki itu.

Ia diam tak menjawab.

"Nay..." ku genggam tangannya.

"Aku suka kamu Nay. Sudah lama banget..." Ucapku tiba-tiba.

"Sejak kapan Ren?" Tanyanya...

"Sejak kita kelas 2 SMP. Sampai sekarang perasaan itu masih sama."

"Ren..." Matanya berkaca-kaca.

Ku berdirikan wanita itu. Ku tatap nanar matanya. Rambutnya yang panjang hitam perlahan ku elus lembut. Ku mengecup keningnya lalu memeluknya.

Dalam dekapannya aku berbicara.
"Nay. Aku memang teramat suka kamu. Tapi aku sudah rela kamu milih Bagas. Laki-laki itu juga gak kalah besarnya cinta kamu Nay."

"Tapi dia udah putusin aku Ren. Aku sayang dia. Tapi juga benci dia Ren" pelukannya bertambah erat.

"Percaya aku Nay, dia masih teramat cinta kamu."

Aku melepas pelukan itu. Dan kini Bagas telah berdiri tepat di belakang Nayna.

"Kenapa ada kamu...?" Tanya nayna bingung.

"Ini rencana kami Nayna." Jawabku..

"Bagas udah cerita ke aku, kenapa dia putusin kamu. Percaya aku Nay, Bagas masih sayang kamu."

"Maafin aku Nay," Ucap bagas lirih.

Nayna masih terlihat bingung. Situasi cepat sekali berubah. Mungkin dia masih berpikir mana yang harus dia rasakan sekarang. Akupun merasakan hal yang sama. Rasa yang campur aduk. Membuat kami bertiga saling diam beberapa saat.

Akhirnya, aku memutuskan untuk memeluk mereka berdua.

Setelah malam itu, aku sudah jarang sekali bertemu mereka berdua. Ada kelegaan yang ku rasakan.

Dua tahun kemudian aku melanjutkan studyku di Kota Yogya, sementara Nayna dan Bagas setelah lulus mereka memutuskan menikah dan membangun usaha bersama-sama.

***

"Mas, kok belum tidur?" Sebuah suara mengagetkanku.

"Kok kamu udah bangun sayang? Ini kan baru jam 3?"

"Soalnya pas aku bangun mas gak ada. Biasanya kan kalau kebangun aku langsung meluk kamu biar langsung tidur."

"Gemeshin banget sih kamu Sayang.." Aku mengecup keningnya lalu meluknya erat. Sungguh beruntung menemukan wanita sederhana ini.

Satu hal yang aku pelajari dari kisah persahabatan kami bertiga dulu. Bahwa kita memang gak bisa memilih hati kita buat jatuh kemana. Tapi, kita bisa memilih bentuk bahagia yang seperti apa yang kita ingini. Dan aku bersyukur pernah teramat mencintai Nayna, sebelum seseorang bernama Nadira Renjana membuatku mengenal bahwa jatuh cinta tidak rumit. Bahwa mencintai adalah proses mengenal seumur hidup.

END

Random WriteWhere stories live. Discover now