Prolog

26 2 3
                                    

Mentari masih tampak malu-malu memperlihatkan sinarnya di sela awan pagi. Udara hangat pagi mulai terasa diikuti dengan semilir angin pagi.

Tampak seorang gadis berambut pirang pendek tengah berjibaku di dapur, ditemani dengan seorang pria lain yang tampak duduk di kursi makan sambil membaca koran, sesekali pemuda berambut hitam itu menyesap kopinya. Mereka berdua terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Mama, Papa, pagi" Sapa seorang anak batita dengan suaranya yang parau ditambah dengan nada manja khas anak seusianya, memecah keheningan diantara dua orang dewasa itu.

Anak batita itu baru keluar dari kamar utama. Tangan mungilnya masih terlihat mengucek mata yang tampak masih sayu, seakan menolak untuk bangun. Ia meregangkan badannya seraya menguap kecil guna mengusir rasa kantuk yang masih saja menggerogoti, berjalan pelan ke arah dapur sambil menyeret boneka beruang yang menjadi kesayangannya sedari bayi.

"Selamat pagi, Ares." Balas kedua orang dewasa yang di panggil 'mama' dan 'papa' itu, ramah.

Sang ayah membantu tubuh mungil anaknya untuk menaiki kursi. Kemudian ia mengacak rambut anak laki-lakinya yang masih berantakan, tak lupa sebuah senyum pelan di berikan pada si batita. Jemari lentik pria bermata onyx itu masih barada di helaian rambut raven sang batita, kali ini bukan sebuah acakan yang di berikan namun sebuah belaian lembut.

"Adik Ares sudah sikat gigi?" tanya si gadis pirang. Ia menaruh botol susu di hadapan anaknya. Sebuah kecupan lembut di puncak kepala batita bernama Ares itu menjadi sapaan lain yang di terima batita itu pagi ini.

Ares menggeleng. Ia bersender pelan di punggung kursi. Membiarkan belaian lembut sang ayah di sela-sela rambutnya. Membuatnya kembali terbuai dalam rasa kantuknya. Ia menutup kembali matanya, menyembunyikan iris mata ruby indahnya.

"Nanti gosok giginya ya, kakak Al belum bangun?" gadis itu mengusap pipi gembil Ares yang terasa sangat lembut seraya melirik ke arah kamar utama, tempat Ares tadi keluar. Tak ada tanda-tanda akan ada sosok lain yang keluar kamar.

"Dia pasti masih tidur karena semalam dia tidur terlalu larut, lebih baik kau bangunkan dia, sebelum dia terlambat ke sekolah hari ini." Perintah pria bersuara bariton itu dengan tenang. Ia ikut melirik ke arah kamar dengan ekor matanya, tangan yang tadi di pakai untuk membelai rambut Ares kini berpindah menopang dagu.

"Baiklah, Kau juga harus membujuk Ares untuk mulai sarapan, Kuroro. Sebelum dia kembali tidur di meja." Gadis itu melepas apron, melirik Ares yang mulai terbuai dalam mimpinya kembali.

Kurapika berjalan menuju kamar utama, melihat sosok sulungnya yang masih asik bersembunyi di bawah selimut. Belum berniat untuk kembali dari dunia mimpinya. Gadis pirang itu melangkah mendekati tempat tidur kemudian duduk di sampingnya.

"Kakak Al, ayo bangun. Nanti terlambat sekolah." Gadis itu memanggil Al yang ada di balik selimut, tangannya mengguncang-guncang tubuh Al pelan. Mencoba membangunkannya.

Anak bernama Al masih tak bergeming. Ia masih terbuai dalam mimpinya, masih enggan untuk membuka matanya.

Kurapika menyingkap selimut Al. Kini terlihat dengan jelas Al masih tertidur sangat pulas, nafasnya terlihat pelan dan teratur. Sebuah senyum tipis terlihat menghiasai wajah tampannya, itu menjadi tanda bahwa anak itu sedang bermimpi indah. Melihat wajah Al yang tertidur pulas di pagi hari memang pemandangan yang sangat indah bagi Kurapika. Gadis pirang itu membungkuk perlahan hingga cukup dekat dengan tubuh Al dan ia mulai menciumi kening juga mata anak itu lembut. Ini adalah cara yang paling ampuh yang di ketahui Kurapika untuk membangunkan Al di pagi hari.

Merasa geli dan terusik karena ciuman di mata dan keningnya, Al mulai bergerak dan membuka mata perlahan. Anak itu terdiam sesaat melihat langit-langit kamar mencoba untuk meraih semua kesadarannya. Kemudian ia melirik ke arah Kurapika dengan mata saphirre indahnya.

"Selamat pagi, Mama." Sapanya kemudian dengan senyum seindah mentari. Al meregangkan tubuhnya perlahan dan mulai bangun. Ia menghadap ke arah Kurapika. Rambut ravennya masih berantakan. Garis-garis halus yang tercipta di pipinya juga masih terlihat.

"Selamat pagi." Balas Kurapika sambil tersenyum. Ia kembali mencium kening anak itu dengan lembut. Ciuman itu dibalas dengan sebuah pelukan erat oleh Al. Ini menjadi seperti rutinitas mereka setiap pagi, sebuah pelukan dan kecupan hangat menjadi sapaan indah untuk menjadi awal mereka memulai hari.


--------------

A/N: Hanya sekedar test drive, sekalian melatih skill nulis lagi

My FamilyWhere stories live. Discover now