;Apa yang kita tabur, itu juga yang kelak akan kita tuai.

3 0 0
                                    

Disaat semuanya pergi, hanya satu orang yang menetap dan memilih menemani. Dia tidak mudah menyerah. Sipatnya pendiam tapi menyenangkan. Dia gadis yang tangguh. Bukan dari keluarga berada, bukan pula dari keluarga kekurangan.

Cita-citanya menjadi penulis handal. Perangkai kata indah yang dapat menghasilkan. Dia pantang menyerah, dia paket lengkap dari semua perempuan. Cuman satu kekurangannya. Dia hanya sahabat bukan bulan dan bintang di hatiku.

Tapi, waktu yang akan menjawab semuanya. Antara aku dan dia akan bersama.

Tidak semua kisaran yang orang bayangkan sempurna, bahkan yang menurut mereka sederhana akan ada kalanya sederhana itu menjadi bintang di langit yang kelam.

Aku, hanya seorang pria penyakitan, bahkan. Bertahan untuk hidup sajah aku butuh bantuan dari semua orang.
Dukungan mereka membuatku bangkit akan hal nyata. Meski mereka hanya memandangku sebelah mata.

Ingat ciptaannya tidak selemah yang mereka kira. Tidak setangguh apa yang mereka pikirkan. Semua ada dalam batas wajarnya. Disaat terlelah maka akan tertidur dan di saat terbangun, maka akan mencari celah supaya terbebas dari jeruji emas. Yang mengurung jiwa.

Sinar cahaya, menerobos lewat celah jendela. Malam yang kelam, sekarang berbentuk pagi yang indah, cahaya yang sempurna tanpa ada cacat kekurangannya.

Semilir angin, membentuk sebuah arus yang sejuk. Nyaman untuk dirasa, gagal untuk digenggam.

Pagi 06:00 wib. Bandung 11 januari 2020.

"Susunya Ri."

Ari tersenyum dan mengangguk, "Makasih Sus," ucap Ari.

Perawat itu tersenyum, lalu melenggang pergi setelah menyimpan susu cokolate kesukaan Ari.

Bandung 11 januari

Sayapku mengepak di pagi hari,
mencari seseorang yang menjadi misteri,
cantiknya, bagaikan bidadari,
yang membuatku terpana setiap hari.

  -Arisatya Prawazela-

"Ari memang pandai membuat puisi."

Ari tersenyum, "Tidak juga."

"Ari mempunyai kekasih?"

Ari menatap perempuan yang sekarang bersedekap sambil menatapnya.

"Kamu cemburu Jen?" tanya Ari sambil terkekeh kecil.

"Aku cemburu? Perduli pun tidak. Buat apa cemburu," jawabnya, "lagian aku bakalan bahagia melihatmu mempunyai kekasih. Apa lagi yang mencintaimu dengan sepenuh hati, dan menerimamu apa adanya."

Jena mengambil duduk di sebelah Ari. Ari menatap Jena. Kedua matanya terpaku menatapnya, begitupun dengan Jena.

Rambut sebahu Jena berterbangan menutupi wajah cantiknya, matanya yang bulat membuat semua orang terpana melihat tatapannya, bibir mungil merah jambunya begitu alami. Sampai semua orang berniat mencicipi.

Mereka masih bertatapan Jena yang berniat melindungi Ari dari sinar matahari, dan Ari yang menikmati, tampang bidadari di hadapannya.

"Ari masih mempunyai satu permintaan dari Jena," buyar Jena.

"Aku sudah melupakannya," jawab Ari.

"Jena tidak bisa melupakannya, menurut Ibu janji itu adalah hutang. Jadi, janji permintaan Ari akan Jena tepati."

Ari terdiam beberapa saat. Dan mereka terlingkupi oleh keheningan. Sampai ucapan Ari yang membuat dada Jena berdegup dengan kencang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 04, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jena is mine Where stories live. Discover now