2. Semua Itu Di Depan Mata

102K 2K 27
                                    

Andreas Pov

Aku mengacak rambutku gusar. Menatap kepergian gadis itu melalui pintu di ruangan ini.

Mengapa? Mengapa selalu ia yang mengantarkan dokumen ke ruanganku? Kemana pegawai yang lainnya? Tak taukah mereka reaksi yang ditimbulkan olehku ketika melihatnya? Apakah mereka buta dengan kesempurnaan fisik yang dimiliki oleh gadis itu?

Sebagai pria normal, aku mengakui kecantikan yang ada pada dirinya. Wajahnya, rambutnya, tubuhnya, serta aroma tubuhnya yang menyenangkan membuatku terpikat oleh pesona seorang Alice Anderson. Namun, pikiranku kembali pada kekurangan gadis itu. Dibesarkan di tengah lingkungan pendidikan membuatku menuntut kesempurnaan seseorang dalam prestasi. Sedangkan Alice? Aku yakin anak SD tak kalah pintar dari dirinya.

Tiba-tiba handphoneku berdering. Kulihat siapa yang menelponku. Alisku menaut saat melihat siapa nama kontak yang tertera pada layar handphoneku.

" Ada apa ma? "

" Sekarang? "

" Baiklah "

Aku segera merapikan meja kerjaku. Ibuku menyuruhku untuk segera pulang sekarang. Jarang sekali ibuku menyuruh untuk pulang lebih cepat. Kalaupun ia melakukannya, pasti ada sesuatu yang penting. Setelah memebereskan meja kerja, aku segera pergi meninggalkan ruangan. Menuju tempat parkir yang terletak di luar gedung.

***

" Andreas " mama menyambutku ketika aku pulang.

" Ada apa ma? Mengapa ramai sekali? " tanyaku pada mama yang tengah memelukku. Aku bingung ketika melihat orang tua Alice berada di rumahku. Terlebih lagi papaku juga ada disini. Aneh sekali. Tidak biasanya jam segini papa berada di rumah. Akhirnya aku ikut bergabung dengan mereka. Mereka melanjutkan pembicaraan. Aku hanya mendengarkan mereka. Tak berniat untuk mendominasi dalam obrolan mereka tersebut.

Sialan! Ternyata ini tujuan mereka menyuruhku pulang lebih cepat. Mereka ingin merencanakan sebuah perjodohan. Apalagi kalau bukan perjodohan antara aku dengan si otak udang Alice. Pembicaraan mereka benar-benar membuat moodku turun. Seenaknya saja mereka membicarakan hal menjijikan seperti itu di depanku. Tanpa memikirkan perasaanku sama sekali. Bukankah sikapku selama ini sudah jelas bahwa aku membenci gadis itu. Bahkan aku tak pernah menutup-nutupi perlakuan kasarku pada Alice di depan mereka. Namun mengapa mereka mencoba untuk menyatukan kami? Permainan macam apa ini?

" Saya izin keluar. Permisi " tidak tahan dengan perbincangan mereka, lebih baik aku pergi dari tempat itu. Kalau terus mendengarkan rencana mereka, kupastikan diriku dikuasai oleh emosi. Aku lebih memilih kamarku sebagai penenang. Kembali ke kantor hanya membuatku bertambah pusing dengan tumpukan kertas yang harus ku analisis dan tanda tangani. Lagipula, buat apa aku kembali ke kantor? Kegiatan kantor tetap berjalan bukan meskipun CEO-nya sedang beristirahat di rumah.

***

Seorang pria berpakaian dokter tersenyum manis di depan seorang gadis. Ia meletakkan steteskopnya ke dalam kantung jas dokternya.

" Itu biasa Alice, mimpi itu bisa datang kapan saja " ujar pria bernama Sebastian itu.

" Tapi, mengapa datangnya lebih dari dua kali? Bukankah kau bilang dalam sebulan hanya dua kali mimpi itu datang? " tanya Alice. Ia masih tak percaya dengan penjelasan dokter spesialis sekaligus sahabatnya tersebut.

" Mungkin beberapa hari ini kau mengalami stress hingga membuatmu bermimpi hal-hal yang tidak ingin kau alami " Alice merenung sebentar. Ia masih tak percaya dengan ucapan Sebastian. Tapi apa yang dikatakan oleh pria di depannya ada benarnya juga. Memang beberapa hari ini ia terus mengalami tekanan batin. Mulai dari nilai di kampusnya yang tak pernah bagus, ditambah dengan rencananya untuk mencari pekerjaan di tempat lain.

Just Your Body! No More!Where stories live. Discover now