Bab 10

1.9K 236 56
                                    

Alunan lagu jazz memenuhi ruangan, dekorasi restoran yang minimalis menambah keindahan interior. Hinata berjalan sambil mengapit lengan Naruto erat, ia gugup meski bersikap setenang mungkin. Ia sadar akan sikapnya yang terbilang kelewatan. Demi menolak perjodohan, wanita berusia dua puluh tujuh tahun ini, rela berpura-pura memiliki kekasih, bahkan mengajak sang kekasih menemui pria yang dijodohkan. Bukankah tindakannya ini tidak pantas. Tangannya mengepal kuat, rautnya berubah masam. Pikirannya menjadi kalut, sampai sentuhan di tangan, menyadarkannya.

Naruto tersenyum tipis, "Kalau kau tidak yakin, aku bisa datang sebagai teman, bukan kekasih."

Mereka berdua berhenti melangkah, Hinata terdiam cukup lama, sampai akhirnya ia membuka suara. "Me-menolak dengan cara ini, bukankah agak keterlaluan?"

Naruto bergumam pelan, lalu berkata,  "Sebenarnya bukan agak lagi, kejam, menurutku."

Hinata memukul pelan lengan Naruto. Gadis itu mendengkus pelan tapi tak membalas. Ia membiarkan Naruto kembali bicara. "Aku tidak mengatakan apa-apa sebelumnya, kau bertindak  seperti ini karena panik dan sedang emosi. Sekarang kamu sudah tenang, dan bisa menilai sendiri tindakanmu."

"Dan aku jadi menyesal sekarang, menggunakan uangku demi merubah penampilanmu." Hinata membalas ketus. 

Naruto menyentil pelan kening Hinata, "Ei~ Aku sudah menolak, lho! tapi kamu malah bilang 'Masih lebih mahal kebebasanku dari pada harga baju ini'" ia mengulang perkataan Hinata dengan bibir dimaju-majukan. 

Hinata mencubit lengan Naruto, membuat pemuda itu mengaduh dan meminta ampun. Gadis itu mencibir pelan, "Ya sudahlah, kamu tunggu di sini. Aku akan menemui Bee-san dan bicara baik-baik untuk mengakhiri perjodohan ini."

"Kalau pria tua itu masih keras kepala ingin menikah denganmu. Aku siap keluar dan bilang padanya, kalau aku ini ayah dari anakmu." 

Suara berat Naruto yang berbisik tepat ditelinganya, membuat Hinata membulatkan mata. ia melotot dengan raut garang, "Hei! kapan aku mengandung anakmu?!"

Naruto mengangkat bahu, senyum jahilnya kembali merekah. "Itu cara paling ampuh untuk membuatnya menyerah."

Melihat pipi Hinata yang perlahan merona, senyum Naruto kian melebar. "Atau kita pakai cara itu saja sekarang? bagaimana menurutmu, istriku?" tanya sambil mengerling jahil.

Tidak sanggup dengan rasa panas diwajah, dan debaran di dadanya. Hinata hanya bisa melotot lucu padaNaruto, lalu  berlari memasuki koridor restoran, meninggalkan pemuda pirang itu sendirian yang masih tersenyum lebar. 

...

Manik rembulan itu mengedar, mencari sosok laki-laki berkulit gelap dengan kacamata hitam. Hinata menemukan Bee yang duduk di salah satu sudut, agak jauh dari panggung live. Ia lalu menarik napas, menghampiri pria itu. Setibanya di sana, ia menyapa dengan senyum bisnis. 

"Selamat sore, Bee-san."

Pria yang disapa itu mengangkat wajah, ia lalu tersenyum tipis, beranjak dari duduk, mengulurkan tangan, menjabat tangan. "Selamat sore, Hyuuga-san. Silahkan duduk," ia lalu menarik kuris, memersilahkan Hinata duduk. 

"Terima kasih sudah mau menyempatkan diri untuk bertemu," Bee lebih dahulu membuka pembicaraan. Pria berkulit gelap dengan rambut pirang terang itu lebih ramah dari penampilannya. 

Hinata tersenyum tipis, mulai mengulas senyum bisnis andalan, "Begitu pula dengan saya, terima kasih telah berkenan bertemu." 

"Apakah kau sudah makan? bagaimana kalau kita mulai memesan?" Bee mulai mengangkat tangan, hendak memanggil pelayan. 

"Ah! ti-tidak perlu Bee-san," ucapan Hinaata membuat pria itu menurunkan kembali tangannya. "Sebenarnya, saya datang hari ini untuk mengatakan sesuatu."

Gamophobia Love Story [NARUHINA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang