Bagian 1

22 0 0
                                    

Dengan rumah sebesar itu, sering kali memberikan sensasi menjemukan bagi seekor kura-kura. Kerabat dekatnya, penyu namanya. Mereka tidak tinggal satu kawasan, acap kali berjalan berjauhan. Seakan punya kehidupan masing-masing yang tidak bisa dikerjakan bersama-sama.

Pagi itu awan berjalan lebih lambat. Mentari sudah menyengat kuat. Namun udara masih senyaman malam-malam sunyi. Sekawanan angin tengah merayap indah rupanya, pantas saja.

Seekor kelinci putih sedang bersantai di tempatnya. Di hari libur seperti ini tak banyak yang dilakukannya, selain bersantai tentunya. Entah dapat ide dari mana ia mengajak kura-kura bertanding sepagi itu. Dengan balasan, jika kura-kura menang, ia akan memasakkan sesuatu pada si pemilik rumah besar itu.

Perlombaan macam apa ini? Apakah ia sedang direndahkan sekarang? Berani sekali dia!

"Aku tidak pernah tahu apa tujuanmu mengajakku berbincang setelah sekian lama kita hanya saling diam setiap kali berjumpa."

Kura-kura itu tampaknya kesal sekali. Tadinya ia mau pergi saja, meninggalkan wajah pongah yang begitu berani mengajaknya bertanding di arena kosong ini. Sudah ada beberapa pasang mata yang memperhatikan mereka. Perdebatan mereka semakin empuk saja di telinga.

"Hanya satu kali, setelah itu aku tidak peduli ke mana kau akan lari." Kelinci berujar terlalu santai. Sejak tadi sudah lima buah wortel yang merangsek ke dalam mulutnya.

Kura-kura menggeram kesal. Bagaimana bisa ia lagi-lagi harus dipandang sebelah mata seperti ini?

Manik kelabu itu memerah seperti membawa aliran darah. Giginya nyaris hancur karena ditekan dalam-dalam. Ia berdecih tak suka. Kesombongan hewan satu ini benar-benar memuakkan.

"Terima sajalah, Kur. Anggap saja permainan di hari libur." Satu suara menginterupsi. Makhluk berjengger merah itu tengah asyik mengunyah daging lezat yang baru saja ia curi dari salah satu pekarangan manusia.

"Aku setuju. Walaupun aku tidak yakin kamu menang, setidaknya mencoba tidak salah."

"Iya, benar sekali. Kelinci Kensiana memang jawara di rimba ini. Sebuah kehormatan besar dia mau mengajakmu bermain."

"Haha. Rumah sebesar itu pasti menyusahkannya."

"Bahkan ia lebih sering bergemul selimut karena terlalu cepat lelah."

"HAHAHA."

Suara-suara bengis itu begitu terang-terangan menghinanya. Ia tidak pernah menyangka harus mendapatkan penghinaan sekeji ini tanpa ampun.

Matanya semakin menyorot marah. Otot-otot di tubuhnya menonjol menahan gemuruh yang sudah mencapai kepala. Ia tidak pernah sudi dihina sedalam ini. Ia masih punya harga diri.

"Aku terima taruhanmu. Jangan terlalu percaya diri akan menang."

"Mengkhayal sajalah, Kura-kura." Kelinci mencebik tak suka.

Pertandingan dimulai setelah keduanya melakukan pemanasan. Kuda-kuda sudah dipasang Kura-kura. Matanya awas memandang jalanan kosong di depannya. Hawa panas sudah memenuhi wajahnya. Napasnya memburu dengan detak jantung yang tidak mau kalah gesitnya berlari.

Kelinci di sampingnya tampak santai. Senyum miringnya semakin memuakkan saja. Betapa sombongnya makhluk putih keabuan itu.

"Selamat bermalam di neraka, Kura-kura."

PETAKA (Slow Update)Where stories live. Discover now