SL-1

1 0 0
                                    

Berusaha untuk ikut sarapan dirumah, aku sengaja berangkat sedikit siang karena ingin menuruti kemauan mama. Dari ekor mata bisa kulihat binar bahagia, meski mama tidak berkomentar.

"Kamu mau minum susu apa? Coklat atau strawberry?" tanya mama dari dekat kitchen set sambil menatapku yang duduk manis di meja makan.

"Terserah mama aja, asal jangan susu basi," jawabku sekenanya. Bukan mendengar suara gelas dan mungkin sendok yang beradu karena mengaduk susu, malah kepalaku terasa sakit, seperti terkena jitakan. "Kok aku dijitak, Ma!" protesku kesal. Mengusap puncak kepalaku sambil menatap mama yang menjauh untuk membuat susu.

"Habisnya mulut kok ngoceh seenaknya! Kamu kira mama ini ibu tiri kejam yang ngasih kamu susu basi?" sewot mama. Tapi tangannya tetap terampil mengaduk susu untukku.

"Ya ... Amel cuma bercanda mama!" sungutku.

"Bercandamu nggak lucu. Itu namanya nggak sopan." Tugas mama sambil memberikan susu coklat kepadaku.

"Iya iya iya, Amel minta maaf." Pasrahku akhirnya. Dari pada ibu negara berkhotbah makin panjang. Lebih baik segera meminta maaf.

"Makan itu yang banyak! Badan sama tiang listrik kok nggak ada bedanya."

Lagi, suara mama terdengar. Inilah yang kadang membuatku malas makan di rumah. Ada saja komentar yang mama lontarkan. Dan semua kebiasaan mama ini semakin mengingatkan aku pada papa.

"Kalau badan aku melar, mama juga yang repot. Nggak bisa peluk-peluk aku lagi," jawabku sebal.

"Kenapa emangnya?" tanya mama bingung.

"Ya mama mana bisa bedain mana aku, mana hulk."

Singkat, padat, dan jelas. Tapi berhasil mengundang gelak tawa mama yang jarang kudengar sejak papa menyakitinya. Aku tersenyum tipis. Sangat tipis, sampai rasanya aku yakin mama tidak melihat lengkungan bibirku saat ini.

Dan aku bisa menemukan alasan, kenapa mama sering memaksakan makan malam bersama. Atau sarapan bersama. Karena mama kesepian. Hati kecilku tertohok. Nyatanya, mama tidak hanya butuh uangku untuk kami bertahan hidup. Tapi mama perlu perhatianku. Mama tetap perlu teman mengobrol meskipun aku bukan partner mengobrol yang baik.

Mencium punggung tangan mama, aku berangkat sambil menenteng kotak bekal, lengkap dengan sebotol susu di dalam termos dingin bergambar Hello Kitty milikku.

***

Tiba di kantor, aku tidak menemukan Melisa di meja sekertaris. Mengambil handphone di saku blazer, jariku memencet nomornya. Dan hampir saja sebuah umpatan lolos dari bibirku karena suara operator yang menjawab panggilanku.

Mencoba sekali lagi, bahkan sudah keempat kali dan tetap sama. Aku mengurungkan langkah untuk masuk. Bergegas menuju ruang HRD. Jelas untuk menanyakan keberadaan Melisa. Bisa mati berdiri aku hari ini jika tanpa dia yang mengatur jadwalku.

Tanpa mengetuk, aku menemukan Burhan yang sedang menekuri layar monitor di depannya. Hingga tidak sadar dengan suara ketukan heels dari kakiku. Bahkan kegiatanku menginvansi ruang kerjanya.

"Sibuk?"

"EBUSET KAMPRET!" teriaknya yang membuatku memutar bola mata kesal. "Sejak kapan lo berdiri di sana? Gue kira setan jelmaan lo!" lanjut Burhan dengan suara yang lebih kalem.

"Sibuk?" ulangku lagi. Menghiraukan ocehannya barusan.

"Iya. Itu Melisa, kirim surat resign. Pusing gue nyaring lo sekretaris baru. Mana lagi akhir tahun lagi."

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Dec 08, 2022 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

Sisi LainTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon