02

546 5 0
                                    

Hay, semua. Mr. Bule kembali, masih dengan Suci dalam Debu tentunya.

Jangan lupa tinggalkan jejak. Boleh komentar sebanyak-banyaknya.
___________

Berbekal nekad dan ijazah SMA aku datang ke kota ini, tugu Monas menjadi tempat kebangaan kota ini. Sayang tidak ada sanak saudara atau kerabat yang bisa kumintai tolong untuk berteduh. Kebanyakan dari mereka tinggal di kampung bekerja menjadi petani dan beternak. Ada juga yang mencari peruntungan menjadi TKI di Malaysia atau Taiwan, dan mereka suksen bisa membangun rumah dengan dinding bata, beratap genteng, dan berlanati keramik.

Sedangkan rumahku berdinding bilig bambu yang sudah rapuh, lantainya masih dari tanah, hanya atapnya dari genting, itupun karena pemberian saudara, sisa dari membangun rumah. Rumah kami tak memiliki sumur, PDAM atau lainnya, makanya kami harus mengangsu dari rumah tetangga yang cukup jauh. Sedangkan untuk MCK kami harus ke kali yang ada di belakang rumah.

Keadaan inilah yang membuatku bertekad memperbaiki ekonomi keluarga. Tapi sayangnya mencari pekerjaan di kota ini tak semudah memetik buah di depan rumah. Aku harus bersaing dengan beribu orang yang juga mencari pekerjaan. Sudah hampir sebulan aku belum juga mendapatkan pekerjaan. Sudah puluhan bahkan ratusan perusahaan sudah ku titipi lamaran pekerjaan, hasilnya aku masih menganggur hingga kini. Lagi-lagi aku kalah saing oleh lulusan yang lebih tinggi, atau berwajah cantik.

Aku akui memang tidak cantik, mulus, dan kinclong. Aku cenderung kucel dan kusam, tidak enak dipandanglah pokoknya. Belum lagi bajuku tak sebagus mereka, yang licin, rapi, dan baru, bajuku cenderung kusam dan kusut. Sudah mirip gembel ibu kota saja.

Aku menyeka lelehan-lelehan keringat sebiji jagung. Ini bukan gerogi karena akan intervew, ini memang kelenjar keringatku yang terlalu aktif turunan dari Bapa bila kepanasan. Belum lagi saat ini aku tengah berdesak-desakkan di dalam Trans Jakarta, dengan keadaan berdiri karena tak mendapatkan tempat duduk. Maklum saja ini jam berangkat kerja jadi sudah pasti orang-orang akan rela berdesakan dan berlomba berangkat kantor tepat waktu.

“Teh Uli ini masih lama ga sampainya?” tanyaku pada seorang perempuan berpakaian kantor rapi kira-kira umurnya 25 tahun. Dia mendengus dan mendelik padaku seolah berkata, jangan bicara padaku!
Aku menjepit bibirku dengan jari telunjuk dan ibu jari karena lupa dengan pesannya sebelum berangkat tadi. Teh Uli meralarngku sok akrab dengannya dan bila nanti diterima kerja di perusahaan yang sama dengannya kami aku tak boleh menyapanya, baik di dalam atau di luar kantor.

Aku tidak berkecil hati kepadanya. Aku sadar diri, aku bukan siapa-siapanya. Aku hanya orang yang kebetulan menyewa salah satu kamar di rumahnya dan bekerja pada ibunya pada malam hari untuk menjaga warung. Sudah pasti dia akan malu bila ketahuan kenal denganku yang berpenampilan lusuh seperti ini. Kalau bukan karena ibunya yang kasihan padaku yang pengangguran ini, sudah dipastikan dia tidak akan mau berjalan bersamaku.

Aku gelagapan saat Teh Uli sudah berjalan sampai pintu keluar, akupun segera mengikutinya. Aku tidak ingin tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Saat aku sudah menginjak tanah, lagi-lagi dia sudah berjalan sangat jauh meninggalkanku. Akupun berlari menusulnya dan berjalan di belakangnya. Sekali lagi dia meninggalkanku karena temannya yang menggunakan mobil memberi tumpangan. Aku mengejar mobil itu tapi sayang saat berada di pertigaan mobil itu lenyap dari pandanganku.
Ah~ tega sekali Teh Uli. Seharusnya dia memberiku petunjuk agar aku tahu dimana tempatnya, gerutuku sambil duduk di terotoar karena kelelahan. Berbekal nama dan alamat perusahan itu aku bertanya pada setiap orang yang bisa kumintai pertolongan. Hingga 2,5 jam kemudian aku baru sampai di depan gedung pencakar langit.

Gedungnya sangat tinggi mungkin ada 30 lantai. Gedungnya juga terlihat asri karena banyak ditanami pohon, sehingga enak dipandang. Belum lagi lobinya terlihat sangat luas dan bagus. Sambil berkipas dengan tangan, aku menghampiri security yang berada di depan pintu masuk. Bertanya harus meletakkan berkas lamaran dimana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MR. BuleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang