Bagian 4

15.9K 2.3K 398
                                    

"BUUUUUN ̶ " Renjun membanting pintu kamarnya keras, membuat wanita yang tengah asik menyemil keripik tersedak sampai terbatuk-batuk. Untungnya ada segelas air di meja dan segera diminum sampai habis. Gelas tak bersalah tersebut ditaruh kembali dengan hentakan keras sampai Renjun terkejut. Pemuda berumur delapanbelas tahun itu meringis ngilu. " ̶ Nda, hehehe. Maaf, Bun."

Mengabaikan tatapan tajam dari sang Bunda, Renjun duduk disebelahnya. Tangannya langsung mengambil toples keripik dan dipindahkan ke pangkuan. "Bunda pagi-pagi udah nyemil aja."

"Ya biar. Daripada kamu, pagi-pagi udah ngagetin orang tua aja. Kualat ̶ "

Belum sempat kalimat itu selesai, Renjun sudah terkena ganjaran. Tidak ada angin atau hujan, tiba-tiba ia tersedak dan terbatuk-batuk seperti bundanya tadi. Kemudian dengan kecepatan kilat Renjun berlari ke arah dapur untuk mengambil minum. Suara terbatuk masih saja terdengar sehingga membuat wanita cantik itu tertawa.

"Makanya jangan macem-macem kamu, Sen, sama bunda," ledeknya pada Renjun yang baru tiba dari dapur membawa gelas besar berisi air, yang diledek merengut sebal.

"Bunda liat anaknya keselek malah diketawain."

"Terus Bunda harus apa? Kasianin kamu? Nangisin kamu karena kamu keselek?"

"Ah tau lah, Bunda nyebelin."

Wanita itu tertawa dan lekas memeluk anaknya erat. Diciumnya pucuk kepala Renjun dengan gemas sampai terdengar bunyi 'muah muah' sehingga Renjun dibuat merinding. Dengan terburu-buru Renjun melepas pelukan tersebut, namun percuma. Sang bunda makin mengeratkan pelukannya dan sekarang mengelitiki perut Renjun sampai-sampai ia tertawa geli. Acara menganggu anaknya terpaksa harus selesai ketika mendengar rengutan yang hampir menyerupai isakan.

"Duh duh, anak Bunda gitu aja mau nangis. Beneran udah gede ini, hm?" diciumnya pipi Renjun.

"Udah gede, Bun," balas Renjun merengut.

"Iya-iya, anak Bunda udah gede." Bunda Renjun mengusap lembut rambut anaknya, "Tadi kenapa panggil Bunda?"

"Mau izin keluar nanti jam dua."

"Ngapain?"

Renjunpun bercerita tentang hari kemarin tanpa kurang sedikitpun. Tentang ia sudah bertemu teman-teman barunya dan soal penggalangan dana yang mengharuskannya berlatih dance. Bundanya mendengarkan sambil terus mengusap rambutnya dengan sayang.

"Tempat latihannya kebetulan deket kok, Bun. Sebenarnya aku mau naik motor, tapi mendadak males. Jadinya naik ojek online." Renjun menutup ceritanya. "Boleh kan, Bun?"

"Boleh-boleh. Kamu udah besar ini, jadinya Bunda percaya."

Renjun mengecup pipi kanan Bunda-nya, "Makasih, Bunda sayang!"

***

Renjun turun dari motor dengan hati-hati. Helm yang tadi dipakai diserahkan pada tukang ojek yang siap menerimanya. Kemudian, ia memberikan uang pada si tukang ojek dan mengucapkan terima kasih.

Ponsel dikeluarkan dari saku untuk memastikan kalau gedung di depannya ini adalah tempat yang sudah dijanjikan. Di lantai dua tepatnya. Karena lantai satu adalah toko yang menjual peralatan olahraga. Sedikit ragu Renjun menaiki tangga. Takut sekali ia kalau salah tempat. Malunya bisa sampai ke ubun-ubun dan Renjun tak mau itu terjadi.

Tangannya bergetar sewaktu mendorong pintu kaca yang gelap. Semakin terdorongnya pintu tersebut, suara musik makin terdengar memenuhi indra telinga. Dan, pintupun terbuka sepenuhnya menampilkan sesosok Minho sedang menari penuh dengan kharisma yang membuat mulut Renjun menganga. Minho yang diam saja sudah keren sekali di mata Renjun, dan kali ini tingkat ke-keren-an dari Minho bertambah berkali-kali lipat.

Fajar & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang