00 - prolog

31 8 1
                                    

"Kemarilah dan nikmati kisah mereka. Yang bertemu dan yang mencintai."

Ju and Li

Langit berwarna jingga dengan matahari di Barat. Bersiap menenggelamkan diri.

Juni, namanya. Bukan, Juni bukan nama bulan dengan nomor urut ke-6. Melainkan nama seorang gadis. Dia sedang duduk di sebuah kursi beton di samping jalanan, dan lampu jalan di belakangnya. Terkadang angin sepoi menerbangkan helaian rambut panjangnya dengan dramatis.

Juni adalah gadis dengan tinggi badan standar, rambut panjang tergerai sampai pinggang. Ia akan lebih suka jika warna rambutnya berwarna pirang seperti aktor-aktor di luar negeri yang membuatnya terpukau. Kulitnya tak terlalu putih. Juni sangat cantik dengan pakaian jenis apapun.

Juni menatap langit, yang sudah mulai menggelap-Ia sudah lama duduk disitu, mungkin sudah sekitar dua jam, dan tidak melakukan apapun. Namun bukan itu yang membuatnya membelalak, tetapi tetesan kecil dari langit yang mulai membasahi tubuhnya.

Meskipun begitu, dia tidak beranjak. Menikmati setiap tetesan yang jatuh dengan mata tertutup. Segera saja pakaiannya basah karena hujan yang mulai menderas.

Juni masih menutup matanya. Tunggu sebentar, kenapa ada yang aneh? Kenapa tetesan hujan itu berhenti mengenai wajahnya, sedangkan bunyi hujan deras masih terdengar dengan kerasnya.

Juni membuka matanya, langsung bertubrukan dengan manik berwarna hitam yang sedang memandangnya dengan ekspresi biasa saja. Dan Juni juga langsung sadar bahwa dia memegang sebuah payung berwarna hitam, dan pakaian yang juga berwarna hitam.

"M-malaikat?" Bukan salah Juni, jika Juni mengira pemuda itu malaikat. Salahkan saja parasnya. Ditambah dengan cahaya lampu jalanan dan suara hujan deras yang membuat suasana menjadi dramatis.

Pemuda itu mengernyit. "Malaikat?"

Juni menggelengkan kepalanya, berdiri kemudian terantuk payung. Juni mengaduh pelan.

"Lo nggak apa-apa?"

"E-eh, nggak. Nggak." Juni tersenyum gugup. "Lo, malaikat?"

Pemuda itu tertawa pelan sekali, nyaris seperti bisikan. "Gue manusia. Sama kayak lo," katanya.

"Oh-eh." Entah kenapa Juni jadi gugup. Juni tak biasanya gugup. Juni mengulurkan tangannya tanpa basa-basi. "Gue Juni."

Pemuda itu memandang tangan Juni yang terulur, kemudian wajahnya yang sedang tersenyum. Ragu, pemuda itu membalas. "Juli."

Juni menampakkan ekspresi aneh. "J-Juli?!" katanya histeris. "Nama kita sepasang?"

"..."

"Kita jodoh kayaknya!"

Juli tersenyum tipis sekali. "Mungkin." Juni nyengir lebar.

"Lo ngapain main hujan disini?" tanya Juli. Setelah hening lama.

Juni menatap Juli, tersenyum lebar hampir menyerupai cengiran. "Pengen aja." Juli mengangkat bahu. Memindahkan payung di tangan kirinya ke tangan kanannya.

"Besok gue bakalan MOS di Alater Wijaya," kata Juni tanpa diminta.

"Sama dong."

Juni menoleh lagi. "Gue jadi yakin kalau kita beneran jodoh!" Juli hanya tersenyum, lagi-lagi senyuman tipis.

Suara klakson mobil membuat keduanya tersentak. Sebuah mobil hitam meluncur maju, kaca jendela dibuka.

"Juli, ayo pulang!" kata suara wanita di dalam sana.

Juli mengangguk, menatap Juni sekejap. Menyerahkan payungnya tanpa diminta dan segera berlari memasuki mobil. Mobil meluncur maju. Bahkan sebelum Juni mengatakan 'sampai jumpa lagi'.

Ju and Li

Halo! Selamat datang di kisah kecil dariku. Aku nggak pakai cast, biar kalian membayangi semuanya dengan sesuka hati.

Terima kasih, untuk prolog ini. Maksudku, makasih sudah membaca prolog.

Apriliann

🌺

Ju and LiWhere stories live. Discover now