Prolog

60 2 0
                                        


"Lo gimana sih, masa data kaya gini doang lo nggak bisa bantu? Gue udah di acc sama Kacab nih." Fadhil memberengut menatap Arini. Kalau punya sinar laser, mungkin sudah dia hanguskan wajah lempeng Arini yang keliatan gak bersalah sama sekali.

"'Kan semalam gue udah Whatssap lo Dil, gue udah bilang Kanwil gak approve karena masih banyak yang kurang. Gue udah kasih rinciannya semalam sama lo." Arini kelihatan tidak mau mengalah sama sekali. Dia sudah memberitahu Fadhil dimalam sebelumnya bahwasanya data Fadhil tidak dapat di approve oleh Kanwil.

Dan bukan urusan gue juga kalo lo dimarahin Kacab.

Fadhil menghirup napas dalam, ia seka rambutnya dengan kasar. Berhadapan dengan Arini benar-benar menguras emosinya. "Gue udah kirim balik kekurangan itu Pe'a, harusnya lo lebih gercep dikit dong. Ini bisa lari konsumen gue lama-lama kalo lo staf adminnya." Arini membulatkan mata tak terima. Apa katanya tadi? Pe'a? Gue?

"Apa lo bilang? Pe'a? Gila lo ya?! Gue udah mati-matian lembur semalaman, usahain buat data lo masuk keterima Kanwil, mohon-mohon sama buk Luciana, dan berakhir dengan memo terakhir yang dikasih itu Ibuk sama gue, gue forward balik ke lo, dan ini masih jam setengah sepuluh pagi dan lo bilang gue gak gercep?! Hello!! Lo pikir acc data lo segampang itu? Gak lah yaauw! Gue juga butuh cross-checked ulang sebelum gue balik di damprat buk Lucy gara-gara kerjaan lo gantung mulu! Dan tadi lo bilang apa? Konsumen lo lari kalau staff adminnya gue? Siapa suruh lo ngasih ke gue? Itu si Desi sama Bayu nganggur noh, lo kasih mereka aja dari kemaren-kemaren. Emang dasar kampret lo!"

PPANG!

Dan perdebatan itu berakhir dengan Arini mendorong tubuh Fadhil kasar dan kemudian menaruh semua berkas data Fadhil di mejanya dengan keras. Dia benar-benar sakit hati dengan Fadhil.

Marini Dwi Arianti dan Fadhil Putra Marzuki merupakan pentolan lantai 3 dari kantor cabang sebuah bank nasional. Marini atau biasa dipanggil Arini merupakan staf admin kredit, sementara Fadhil merupakan Account Officer. Keduanya saling berhubungan satu sama lain dalam hal kerja.

Ketidak-akraban Arini dan Fadhil memang sudah melegenda dikantor cabang kecil mereka. Semua tahu bagaimana Arini dan Fadhil jika bertemu. Keduanya akan pasang mode serius, ubun-ubun meledak, suara melengking, dan terakhir tindakan anarkis. Keduanya tidak akan malu untuk beradu-mulut hingga saling lempar senjata.

"Untung lo cewek, kalau cowok udah gue bogem lo!" Fadhil memilih menjauh, menyisakan tatapan membunuh kemudian berlalu. Arini mendengkus sebal. Dia sudah pernah diberi ultimatum oleh Pak Tony-Kabag bagian kredit untuk menjaga emosi dan saling bekerja sama. Tugas admin yaa membantu Account Officer seperti Fadhil.

"Gue memang bukan cowok, tapi lo banci! Bisanya ngatain cewek! Dasar Aming!" Balas Arini dengan nada keras. Membuat seisi lantai 3 menatap mereka ngeri.

Gue nggak sanggup kalo mereka lagi perang begini.

Alvin-salah satu Account Officer di kantor itu menatap ngeri Arini dan Fadhil. Dan memang begitu juga kebiasaannya, tak ada yang sanggup melerai mereka. Kalau sudah mode perang, keduanya seperti Korea Utara vs Korea Selatan, tak sanggup PBB melerai.

Keadaan menjadi sepi kembali setelah keduanya menghentikan keributan. Tidak ada yang sanggup untuk membuat suara yang keras.Mengetik data pun dilakukan dengan pelan. Desi dan Bayu-tim admin yang bertugas sama dengan Arini tidak berani bertanya. Sebenarnya Desi dan Bayu ini merupakan Senior Arini. Mereka sudah 6 bulan lebih dulu bergelut di bagian admin kredit ketimbang Arini. Akan tetapi, para AO-sebutan cepat untuk Account Officer, lebih sering membagi data kepada Arini karena dia merupakan orang yang supel, mau dikasih kerjaan apa aja, dan yang paling penting pandai lobby orang Kanwil, sehingga data yang di ajukan AO jarang ada yang tolak kalau Arini yang mengerjakan. Tapi bukan berarti Desi dan Bayu buruk, mereka sangat baik sebagai senior. Memberikan pengajaran kepada Arini, tapi memang Arini itu dasarnya cepat tanggap maka tidak susah untuk mengajarinya.

"Gue takut nih nanyain file nya pak Edwin ke Ari." Bayu berbisik ke Desi dengan suara yang pelan. Bayu duduk diantara Arini dan Desi, membuat ia harus sebisa mungkin menahan suara. Takut jika Arini tersinggung kemudian ngamuk lagi.

"Tanyain aja gih, gue lebih takut lagi kalo pak Tony yang ngamuk." Desi kembali berbisik-menatap Arini dengan takut dan mengerucutkan bibir pada Bayu.

Sembari menutup mata meredakan ketakutan, dia colek pundak Arini. "Ari, sorry ganggu.." Bayu menggantung ucapannya saat Arini balik menatapnya datar. Kembali Bayu menutup mata, menetralkan rasa takut dan menatap Arini. "Gue boleh nggak minta salinan file nya pak Edwin?" Bayu bertanya dengan suara mencicit. Arini menutup mata membuat Bayu dan Desi menjadi was-was."Semarah-marahnya gue, gue tahu kok mana yang bikin gue kesel mana yang nggak. Mas Bayu sama Mbak Desi jangan bikin portal dong ke gue. Kalo ada perlu langsung bilang aja. Nih, file nya. Gue udah kerjain semua yang diminta pak Edwin, tinggal dikasih aja." Arini menyerahkan flashdisk berwarna kuning menyala kepada Bayu seraya berdiri. "Gue cuci muka dulu, mau wudhu' terlalu banyak emosi di diri gue karena barusan gue diganggu sama bapak setan." Sewot Arini sembari melenggang meninggalkan Bayu dan Desi.

Bayu dan Desi menatap saling tak enak. Mata mereka mengekori Arini yang sudah keluar dari pintu ruangan. "Gue jadi kasihan sama Ari, lama-lama dia bisa mati muda karena tiap hari ketemu Fadhil dan perang mulu." Desi bersuara sembari membuka file yang tadi diserahkan Arini.

"Kalau di novel yang sering pacar gue baca, itu orang nanti bakalan jadian, terus happy ending dengan Fadhil naik jabatan, Arini resign dan sibuk ngurusin anak." Balas Bayu terkekeh dan kemudian menular ke Desi.

"Nggak mungkin gue jadian sama temen lo yang bar-bar kaya gitu. Ini realita man, gue ogah nikah sama orang kaya begitu. Kasih tau pacar lo jangan kebanyakan ngayal, ketularan ke elo."

Fadhil berjalan keluar ruangan setelah menyela omongan Bayu dan Desi. Satu hal yang mereka lupa, mereka satu ruangan dengan AO. 

Sequence of EventsWhere stories live. Discover now