James mendongak menatap Apollo dengan pandangan kebencian. "Kau tak pantas—"

"Iya, aku memang tak pantas dicintai." jawab Apollo memotong ucapan James.

***

Tangan Lyra berhenti bergerak, mengambang di udara. Matanya tak berhenti menatap sang kembaran dengan nanar. Hatinya menjerit, dan entah jiwanya yang sekarang ikut menghilang.

"Apollo?" tanya Lyra memastikan.

Rhea mengangguk kuat. Tak lupa mahkota mawar itu masih senantiasa berada dalam dekapannya.

Lyra tak bisa menghentikan buliran bening yang kini menyeruak keluar. Mahkota mawar itu seharusnya diberikan kepadanya. Mahkota itulah yang seharusnya dipasangkan Apollo pada kepalanya sesuai janji yang telah mereka buat.

Seharusnya mahkota itu miliknya. Bukan milik sang adik.

"Mahkota itu…"

Rhea langsung menatap nyalang sang kakak. "Apa?! Milikmu? Kau mau mengakui ini sebagai milikmu, lagi? Iya?"

"Tapi mahkota itu benar-benar milikku, Rhe." jawab Lyra penuh sesal.

Disela tangisnya, Rhea menyeringai. "Apollo memberi ini padamu?"

"Ia berjanji padaku." cicit Lyra. Jujur ia takut menyakiti hati Rhea. Namun jika ia mengalah pada hal ini maka sumber kebahagiaannya akan direnggut.

"Ia mengingkarinya."

"Tapi ia membuatnya."

"Mahkotanya tak sampai padamu."

"Tapi ia datang, Rhe."

"Tanpa hatinya."

Lyra mengernyit bingung. Sebenarnya apa yang terjadi antara Rhea dan Apollo hingga seolah-olah gadis itu tahu persis seluk beluk Apollo.

"Kau tak bertanya padaku, kapan aku mendapatkan mahkota ini dari Apollo?"

Rhea mendekati sang kakak lalu memeluknya. Seraya menahan kepedihan hati ia berbisik. "Saat kau menunggunya di sana."

Rhea melepas pelukan Lyra lalu menatap sang kakak sendu. "Ia mengingkari janjinya untukku. Ia datang menemuiku lebih dulu daripada dirimu, Lyr. Dan kau tahu? Aku tak membuat janji dengannya."

Wajah Lyra memerah dan air mata kembali menggenangi pelupuk matanya. "Kau mengkhianatiku!"

"Aku tidak berkhianat! Hanya waktu yang bersalah!"

"Kau ingin menyalahkan waktu daripada menyalahkan dirimu sendiri?!"

"Iya. Ia bersalah karena tak mempertemukanku dengan Apollo lebih dulu dari dirimu."

***

"Kau tahu caranya pergi ke dunia muggle?" tanya lelaki bersurai pirang itu pada gadis berambut merah yang sedang mengerjakan tugasnya.

Sang gadis mengendikkan bahunya.

"Tapi bagaimana caramu pergi ke dunia muggle?"

Kini sang gadis mengalihkan atensinya, tanpa menutup buku besarnya. "Kakekku yang mengajak jadi kami lewat jalan biasanya."

"Maksudmu lewat Diagon Alley yang menghubungkan dengan Leaky Cauldron?"

Rose mengangguk lalu kembali menggoreskan pena bulunya pada lembaran perkamen. Namun, baru beberapa goresan gadis berambut merah itu kembali mendongak.

"Jangan bilang kau ingin pergi ke dunia muggle?"

Scorpius tampak gelagapan sebelum akhirnya berkata, "Apa salahnya? Toh, kakek nenekku juga seorang muggle?"

"Kau ingin mengunjungi mereka?"

Scorpius mengangguk kaku. "Y—ya?"

"Bohong."

"Untuk apa aku berbohong padamu, Rose?"

"Aku yakin itu bukan tujuan utamamu."

"Lalu menurutmu apa tujuanku?"

Rose memilih untuk kembali menulis dan mengabaikan Scorpius. Tak berselang lama Albus datang sembari membawa tumpukan buku-buku sejarah dan ramuan.

Merasa janggal dengan keadaan disekelilingnya, Albus bertanya. "Ada apa? Aku ketinggalan sesuatu?"

Rose berhenti menulis lalu menatap tajam Scorpius. "Sahabat pirangmu itu—"

Albus menoleh pada Scorpius. Kemudian ia berpaling pada Rose meminta jawaban.

"—ingin sekali bertemu dengan laki-laki pincang yang kuceritakan."










Tbc

Update hari Minggu lagi?
Maaf soalnya besok aku harus fokus belajar lagi buat UAS. Mungkin minggu depan aku juga update hari Minggu karena UASku selesai tanggal 22.

Setelah UAS aku akan update hari Senin lagi sesuai jadwal.

See you guys ❤

Be My Boyfriend (Sequel A New Wife)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz