Bumi dan Pesimis

4 0 0
                                    


Suara seorang wanita yang memberikan kesan tegas tetapi lembut dan penuh kasih sayang menyadarkanku dari film dewasa yang tengah kutonton di siang bolong. Suara tersebut semakin lama semakin keras terdengar dan kian memekikkan telinga anak muda tak tahu diri ini.

"Hei, gerakkan kakimu dan turunlah kemari sebelum aku sendiri yang melemparmu ke jurang Panema!" ucap wanita itu dari lantai bawah. Aku tak tahu apakah dia serius dengan ucapannya barusan.

"Tunggu sebentar, biar kuselesaikan tugas akhir ku dulu."

"Tugas akhir apa? Kau bahkan tidak pernah melanjutkan ke Advance sejak lulus dari Middle 3 tahun lalu. Lain kali buatlah alasan bodoh yang lebih masuk akal." Oke, aku setuju dengan itu, sambil mencatatnya kedalam buku catatan kecil berbentuk persegi panjang seukuran smartphone yang kumiliki. Disana terdapat berbagai macam kutipan kata – kata bijak yang kutulis sendiri yang mungkin akan bermanfaat untukku dimasa depan.

"Turun sekarang juga!" kali ini suaranya terdengar lebih keras.

"Baiklah." Jawabku.

"Sampai jumpa nanti malam." Sambil menutup aplikasi paszer dari smartphone milikku.

Aku berdiri dan melihat seisi kamarku seolah – olah seperti mengucapkan salam perpisahan sebelum pergi untuk jangka waktu yang sangat lama. Disana terdapat berbagai macam barang yang umumnya akan ditemui di kamar penyendiri, atau itulah yang kupikirkan, dimanapun di seluruh pelosok negeri. Meja belajar yang sudah beralih fungsi sebagai tempat komputer kesayangan hadiah dari paman Tedas yang sudah ku otak-atik isinya. Lemari dua pintu yang terbuat dari plastik dengan cermin yang besarnya hampir menutupi permukaan slah satu pintu lemari. Diatasnya terdapat kardus yang berisi barang - barang bekas milikku sewaktu masih rajin pergi ke Middle.

Kubuka pintu lemari tersebut dan terlihat sangat berantakan seolah-olah isi lemari tersebut baru saja mengalami hari yang buruk. Terdapat celana pendek hitam yang mulai menyempit saat kukenakan. Dengan warna hitam yang sudah memudar dan terdapat sedikit noda bekas cat berwarna putih di bagian bawahnya.

Entah mengapa kamarku terasa dingin dan lembab seperti kamar narapidana yang dipenuhi lumut. Baru kusadari bahwa selama ini kamarku dalam keadaan gelap dengan sedikit cahaya matahari masuk melalui celah-celah ventilasi.

"Apa aku mulai berubah menjadi vampir?" gumamku seperti orang bodoh. Tirai putih polos yang menutupi jendelaku kubuka dengan cepat sehingga menimbulkan bunyi yang tidak seharusnya ada saat tirai dibuka.

Terlihat sinar matahari yang begitu cerah dan terik menerpa wajah putihku ini. Kuakui bahwa ini adalah pertama kali aku merasakan cahaya matahari setelah hampir dua hari mengurung diri bersama komputer kesayanganku menelusuri paszer. Kuletakkan smartphone milikku keatas kasur usang, tepat saat smartphone tersebut menyentuh kasur, sebuah pesan masuk muncul di layar smartphone dari akun yang bernama Feldar.

"Hei, tuan puteri, mau pergi ke No Teenage nanti malam?"

"Kau sudah gila? Lebih baik kau belajar untuk persiapanmu masuk universitas kedokteran."

"Aku sudah muak dengan itu, kau mau ikut?"

"Bagaimana cara kita masuk?" seperti namanya, No Teenage merupakan forum yang tidak menerima pengunjung remaja, kau harus memasukkan kartu identititasmu di laman registrasi. "selain itu bukankah kau tidak memiliki kartu identitas?" tambahku dengan sedikit menyindir.

"simpan candaanmu, selain itu tinggi umurku sudah 18. Sepupuku baru saja membuatkan identitas palsu untukku. Dia mendengar rumor bahwa sesuatu yang bagus akan terjadi di No Tennage malam ini."

Kartu indentitas baru akan diberikan ketika seseorang sudah berumur 19 tahun.

"Baiklah." Jawabku singkat, seperti terpaksa menyetujui ajakannya. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 28, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dimension: First WorldWhere stories live. Discover now