1 - Friday Texting, Friday Night

3.3K 132 19
                                    

backsound: Irresistible, by One Direction

Valentine Ziegler

Ini baru sekitar setengah puluh malam, dan aku masih belum mengantuk. Semua tugas sekolah sudah ku kerjakan, sehingga tak ada lagi yang bisa kulakukan lagi. Tyra pasti sudah tidur. Aku benar-benar bosan sekarang. Tidak ada yang bisa ku ajak bicara.

Mendesahkan nafasku, aku bergerak membuka pintu balkon kamarku dan mendongak ke atas sekedar mengamati langit malam. Dan mataku berbinar menemukan bintang-bintang itu bertaburan dengan banyak di kanvas langit. Untuk sesaat aku merasa takjub. Jarang sekali aku melihat langit seindah malam ini.

Tanpa sadar aku tersenyum. Benar-benar indah. Lantas sebuah bintang mendadak melesat jatuh. Sontak mataku melebar takjub, menatap bintang itu tanpa berkedip. "Justin Bieber."

Aku menggumam terkejut, menutup mulutku. Aku menyebut namanya. Ya Tuhan. Aku tidak percaya aku secara refleks menyebut nama Justin. Apa yang kau lakukan, Valentine?

Aku menggeleng berulang kali sambil kembali masuk ke dalam kamar, menutup pintu balkon dan naik ke tempat tidur, menutup tubuhku seluruhnya dengan selimut. Bagaimana bisa aku malah menyebut namanya?

Aku dan Justin itu tidak akan ada! Rasa suka ini seharusnya tidak mengambil alih lidahku seperti tadi. Bodoh kau, Valentine.

Aku memejamkan mataku rapat-rapat, berusaha melupakan kejadian bodoh tadi. Sepertinya otakku kacau.

***

Koridor sedang sedikit ramai karena semua murid terlihat sedang menunggu bel. Mereka mengobrol dengan teman mereka di depan loker-loker. Aku sendiri sedang berjalan menuju lokerku. Tak sengaja, aku menemukan Justin dalam jarak pandangku.

Dadaku berdebar.

Dan semakin berdebar ketika dia menoleh ke belakang, dan mata kami bertemu sesaat. Matanya menatapku, namun dia tidak mengucapkan apapun. Lagipula, itu mana mungkin. Aku langsung membuang mata dan memutuskan kontak mata kami. Tubuhku salting. Aku gugup, tak tahu harus bagimana. Aku tidak berani melihatnya. Dan dadaku berdebar menggila ketika melewati rombongannya. Oh Tuhan. Apa dia masih melihatiku?

Aku mengalihkan pikiranku dengan membuka lokerku. Pintu lokerku itu setidaknya berhasil memblokade pandanganku. Aku menghembuskan nafasku keras mengingat momen beberapa detik lalu. Ku pegang dadaku, mengelusnya perlahan untuk membuatnya tidak berdebar lagi.

Mendadak ponsel di kantung celanaku bergetar. Aku mengambil ponselku dan display-nya menampikan sebuah pesan dari nomor asing.

Valentine Ziegler.

Aku mengernyit membaca isi pesannya. Sebuah pesan kemudian kembali masuk. Dari nomor yang sama.

Tutup pintu lokermu, arah jam 1.

Oh? Dia memberi tahu identitasnya? Terdorong rasa penasaran, aku menutup lokerku sehingga aku bisa melihat sisi kananku, dan mengedarkan arah pandangku ke arah jam satu dari tempatku berdiri sesuai isi pesannya.

Aku tersentak. Justin. Dia bersandar di loker memandangku, memegang ponsel di tangannya. Di depannya ada temannya yang sedang diabaikannya. Mata kami bertemu, membuat tubuhku menegang kaku. Kepalanya menunduk, kembali sibuk dengan ponselnya. Aku mendesah lega kontak mata kami terputus. Lantas ponsel ditanganku kembali bergetar, dan Justin kembali melihatiku. Tatapan matanya seolah menyuruhku untuk membuka pesan.

Aku mengangkat ponselku, membaca pesannya lagi.

Simpan nomorku.

Detik berikutnya bel berbunyi. Dia menegakkan tubuhnya dan membenahi tas yang disanggah salah satu bahunya.

Justin Bieber [Threeshoot]Where stories live. Discover now