Perdebatan Mitos

1.7K 129 29
                                    

Universitas Negeri Singaraja terpilih jadi nama resmi kampus itu setelah perdebatan panjang antara empat kubu senat. Usianya nyaris enam puluh tahun, dan ia telah berganti nama setidaknya tiga kali, terhitung sejak statusnya baru sebatas sekolah tinggi ilmu bahasa. Sebelum itu, wujud awalnya hanya sebuah balai konservasi kebudayaan yang dibangun pemerintah kolonial di pusat kota Singaraja. Tiga puluh tahun lalu dikibarkannya bendera universitas dengan delapan fakultas dan mahasiswa yang menambah dua persen jumlah penduduk kota kecil itu. Kini rektoratnya jadi bangunan berlantai empat paling tinggi di seantero kota, dan seluruh kantor bupati bisa muat hanya di lapangan parkirnya yang beraspal hitam mulus. Di dalam kompleks sivitas akademika itu, Profesor Dhira Tanuja, Ph.D. adalah salah satu Homo sapiens paling cerdas, yang paling maju dalam rantai evolusi, sekaligus paling anti-kapitalis.

Saat itu pukul dua belas lewat lima belas menit, dan beruntungnya Dhira bisa sepuas-puasnya memuntahkan semua lelumpur yang masuk ke jaringan saraf otaknya di hadapan mahasiswa muda. Akan tetapi dia masih berada dalam kendali,—dia tidak sedang berbicara seperti orang tua berjanggut yang kesurupan dan meminta arak, lalu mengoceh seenak yang dia mau. Kasihan mahasiswa. Apa pun yang tidak bisa dihitung dengan angka mesti dijelaskan dengan detail. Mau tak mau, dia mesti mengoceh.

"Sejarawan yang baik akan selalu menghargai mitologi," Dhira menggurat papan putih dengan tinta spidol biru. Dia menyukai biru,—selalu—kecuali warna mobil atau sepatunya. Dia menulis 'MITOLOGI' dengan ukuran font yang besar, menutupnya dengan sebuah lingkaran tegas yang benar-benar oval. "Mitologi adalah bagian dari budaya,—lebih tepatnya salah satu ranting utama sistem religi. Dari mitologi, banyak hal mengenai sejarah bisa diungkap. Mitologi bisa menjadi kunci untuk mengungkap fakta yang mungkin masih tersembunyi di dalam gua, di dasar danau atau di dalam hutan yang lebat."

Ada dua puluh delapan mahasiswa antropologi yang sedang memperhatikannya dari deretan kursi kuliah dengan meja lipat separuh. Apa yang menyebabkan wujud kursi kuliah mainstream itu bertahan berpuluh-puluh tahun masih menjadi misteri. Padahal, mahasiswa harus melahap jauh lebih banyak buku daripada siswa SD, tetapi entah mengapa mereka harus duduk di kursi dengan meja lipat menyerupai bentuk ukulele yang hanya cukup buat alas selembar kertas.

"Siapa yang bisa membedakan antara mitos dan mitologi?" Dhira melempar satu pertanyaan.

Seseorang mengangat tangan. Mahasiswa perempuan berkacamata di deretan tengah, yang rambutnya terikat di belakang, tampak antusias. Setelah Dhira menyebut nama anak itu, dia berargumen.

"Mitologi adalah ilmu yang mempelajari mitos," tanggapnya.

"Dan apa itu mitos?" Dhira ingin anak itu melanjutkan.

Anak perempuan itu memutar kepala,—mencoba mengingat-ingat dari mana seharusnya dia mulai. "Mitos adalah sesuatu yang dipercaya ada akan tetapi sesungguhnya tidak ada."

"Oke, oke," Dhira manggut-manggut. "Saya bisa menerimanya separuh. Terima kasih banyak. Kamu harus lebih banyak membaca."

Mahasiswa itu jadi lega. Dhira bukan manusia main-main. Pekerjaannya di dalam lumpur atau debu prasasti membuatnya banyak mendapatkan ilham. Dia seolah-olah tahu mahasiswanya serius atau tidak hanya dari membaca tampang-tampang mereka, sebaik dia membaca huruf-huruf Kawi dalam lempengan perunggu.

"Seperti mitos bunga Nagapuspa yang kita bahas beberapa pertemuan yang lalu," Dhira menulis nama benda yang disebutnya dengan tulisan kapital yang jelas. "Saya dan selusin arkeolog lain menghabiskan lima belas tahun hanya untuk menuliskan dalam jurnal arkeologi nasional bahwa itu mitos. Itu tidak nyata."

Beberapa mahasiswa menulis nama benda yang sama di catatan mereka. Dhira telah mengisahkannya berkali-kali selama semester itu. Nagapuspa,—mengingatkan siapa saja dengan nama pedang legendaris dalam fiksi klasik Arya Kamandanu. Tetapi Dhira selalu berang ketika nama itu dikait-kaitkan dengan fiksi. Menurutnya fiksi berbeda dengan mitos. Semua definisi harus jelas.

Haricatra (Trilogi Pertama, Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang