"Kenapa? Malu jalan sama gue?" tanya Dewa, Sheril menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Dewa!"

"Ganteng."

"Pede banget," cibir Sheril. Sepanjang perjalanan kedua makhluk itu menuju kelas, tatapan iri dan tidak suka tidak jarang mereka dapat.

Terutama pada Sheril. Sosok gadis cantik yang kini berstatus sebagai kekasih Dewa, gadis beruntung yang berhasil mengalahkan ratusan gadis yang mengantri untuk dilirik oleh Dewa.

Sheril juga adalah satu-satunya gadis yang paling dekat dengan anak-anak EAGLE. Hingga tidak jarang, ia dikira satu-satunya anggota wanita yang berada di EAGLE.

Tidak hanya mendapatkan tatapan iri, mereka pun mendapatkan tatapan benci. Terutama dari para gadis yang sejak dulu mengejar-ngejar Dewa, namun tidak pernah dihiraukan oleh cowok itu.

"Sampe, nih." Sheril menghentikan langkahnya di depan kelas yang bertuliskan MIPA Satu.

"Belajar yang bener, biar pinter." Dewa mengacak rambut Sheril seraya tersenyum tipis, sangat tipis hingga tidak terlihat seperti sebuah senyum.

"Dewa!" Kesal Sheril, "ini nyatoknya lama!"

Dewa menggelengkan kepalanya. "Gue heran sama cewek. Rambut kriting pengen dilurusin, udah lurus pengen dikritingin."

"Ya kan biar cantik." Sheril mencebikkan bibirnya.

"Lo apa adanya aja udah cantik. Cukup tampil cantik di depan gue aja, nggak usah di depan cowok lain. Kecuali lo udah putus dari gue," ucapnya yang membuat Sheril mengulum senyum.

"Lo abis koma, kenapa malah tambah manis?" Gadis itu terkekeh, "mimpi apa emang?"

Dewa menarik sebelah senyumnya. "Masuk sana."

"Dih, ngusir."

"Bentar lagi masuk."

"Lo tuh, jangan bolos mulu. Ngapain sekolah kalau ujung-ujungnya cuman nongkrong di kantin?"

"Gue udah pinter, nggak perlu belajar."

"Kalau udah pinter, ngapain sekolah?"

Sekali lagi, Dewa menarik seulas senyumnya. "Pencitraan."

Sheril menggelengkan kepala melihat kelakuan kekasihnya itu. "Yaudah, gue masuk."

Dewa mengangguk. "Nanti istirahat gue jemput."

"Wa, kantin lebih deket sama kelas lo. Kalau lo ke kelas gue dulu, lo muter dong." Sheril menggelengkan kepalanya, "biar gue aja nanti yang ke kelas lo."

"Nggak. Gue nggak mau disamperin cewek duluan, nggak gentle."

"Yaudah, terserah. Gue masuk, ya. Bye!" Sheril kemudian masuk ke dalam kelasnya, saat sudah memastikan bahwa kekasihnya itu aman, Dewa kembali ke parkiran untuk menemui teman-temannya.

"Astaga!" Pekikan melengking itu keluar dari mulut seorang gadis yang kini tengah ternganga lebar seraya menatap segelas kopinya yang berpindah ke seragam Dewa.

Dewa terdiam, menatap seragam putihnya yang kini terdapat noda besar kopi di bagian dada. Mata tajamnya beralih menatap gadis cantik yang sedang berdiri di hadapannya dengan raut wajah panik.

"Duh, nggak sengaja, maaf ... " Gadis itu berusaha membersihkan noda kopi itu dengan sapu tangan, namun sayang, bukannya membersihkan malah membuat noda itu semakin melebar.

"Jauhin tangan lo." Dewa berucap dingin.

Gadis itu mendongak, menatap Dewa dengan raut wajah panik. "I-ini gue mau bersihin, tunggu."

"Ja.u.hin.ta.ngan.lo," ujar Dewa penuh penekanan.

Gadis itu menurut, akhirnya menjauhkan tangannya dari seragam Dewa. "N-nih, lo lap sendiri." ujarnya seraya menjejalkan sapu tangan itu kepada Dewa.

"Lo-" ucapan Dewa terhenti, saat bel tanda pelajaran segera dimulai telah berbunyi.

"Udah bel, gue anak baru, takut telat. Bye!" Gadis itu segera berlari meninggalkan Dewa di tempatnya.

***

" ... seperti yang kita tahu, Kalimantan adalah jantung dunia. Tapi, jika penebangan pohon liar terus dilakukan, apa masih bisa bumi ini seimbang? Kita harus ... "

Belum selesai Ibu Rindu selaku guru Geografi menjelaskan, bel tanda berakhirnya pelajaran membuat kegiatan mengajarnya terhenti.

"Kita sambung lagi minggu depan," ucap wanita bertubuh gempal itu seraya merapikan buku-bukunya.

"Bosen banget, gila. Untung bel cepet," ujar Natasya ketika Ibu Rindu telah keluar dari kelas.

"Star, lo mau ikut gue sama Caca nge-mall, nggak?" tanya Larissa, gadis yang duduk di belakang bangku Starla.

Starla nampak menimang-nimang. "Nggak hari ini, deh. Gue mau istirahat dulu."

"Oh iya, Star. Kalau gue sama Rissa ke rumah lo, gimana? Yah, biar kita makin deket aja gitu," celetuk Natasya.

"Boleh sih," sahut Starla mengangguk.

"Okey! Yuk, pulang," ajak Larissa.

Ketiga gadis yang baru bertemu hari ini itu berjalan bersamaan menuju parkiran. Larissa dan Natasya mengernyit saat Starla berjalan ke tempat yang salah.

"Lo mau ke mana, Star?" tanya Natasya seraya menarik ransel Starla.

"Ke sana." Starla menunjuk tempat ia memarkir scooter-nya.

Natasya dan Larissa saling tatap. "Lo, parkir di sana?"

Melihat perubahan raut wajah kedua teman barunya ini, Starla mengernyit. "Emang kenapa, sih? Salah?"

"Salah besar, Star," ucap Natasya terdengar horror.

"Lo baru aja cari mati," timpal Larissa.

"Berdoa semoga motor lo nggak kenapa-kenapa." Nastasya segera menarik Starla menuju ke sana diikuti Larissa di belakangnya.

"Lo parkir di mana?" tanya Natasya kala matanya tidak menangkap apapun selain tanah kosong.

"Tadi gue parkir di sini!" Starla menunjuk tempat yang ia yakini di mana ia memarkirkan scooter matic-nya, "tuh, lo lihat pasirnya, bekas ban motor gue, tuh!"

"Guys," ucap Larissa, memancing kedua temannya untuk menoleh.

"Apaan, Ris?" tanya Natasya.

"Gue nggak pinter-pinter banget. Tapi gue nggak yakin, sejak kapan pohon mangga menghasilkan ban, sama onderdil motor?" tanya Larissa seraya menunjuk ke arah pohon mangga besar di belakangnya.

Perhatian Starla dan Natasya ikut teralih ke tempat itu. Sontak bola mata Starla membulat. "Itu motor gue!"

Starla berlari menuju pohon mangga yang sudah digantungi bagian-bagian motornya yang telah dilepas. Gadis itu ternganga. "Ini ulah siapa, gila!"

Natasya dan Larissa menghampiri Starla. Kemudian Natasya menepuk bahu gadis itu. "Lo baru aja jadi korban pertama kembalinya EAGLE."

*SCELUS*

Huft! Finally! Boleh minta 100 komen untun next xD?!

Dewa : Scelus (Tersedia di Gramedia)Where stories live. Discover now