Prolog

288 0 0
                                    

Malam itu, dibalut kaos ungu pendek dan celana olahraga panjang berwarna hitam, Dara duduk di teras balkon. Matanya mengarah lurus ke depan, tepat ke layar laptopnya. Di kanan laptop, ia menyimpan cangkir coklat panas yang sudah ia minum setengahnya. Sementara di kiri laptop, ia menyimpan ponselnya dengan casing merah, warna kesukaannya.

Sejak 30 menit yang lalu, layar laptopnya menampilkan tampilan yang sama; halaman berisi cerita yang tidak juga diteruskan. Dara berulang kali mengetik, menghapus, mengetik, menghapus. Otaknya rasanya panas. Dia tidak bisa meneruskan ceritanya. Dia tidak tahu bagaimana harus meneruskan ceritanya.

Dara mendecak kesal sambil melempar tubuhnya ke belakang, bersandar pada kursi lipat hadiah ulang tahun dari Dhea, sahabatnya. Ia mengambil nafas, lalu membuangnya perlahan. Kebiasaannya jika sedang menahan amarah. Penyebab amarah sendiri kali ini adalah writer's block.

Dara baru saja hendak memejamkan mata ketika terdengar bunyi notif LINE dari ponselnya. Dengan malas, ia bangkit dari posisi bersandarnya dan mencondongkan tubuh ke depan untuk mengambil ponselnya. Satu pesan dari Dhea.

Dhea : Lg ap

Dara : Lg stres

Dhea : Bagus

Dara mengernyit. 

Dara : Sahabat lagi stres dikata bagus

Dhea : Pas maksudnya

Dhea : Soalnya mau ngajakin ke Asyiq

Dhea : Yukkk

Dhea : Kata Aby ada menu baru

Dara memutar bola matanya.

Dara : Bilang aja mau modus

Dhea : HAHAHAHAHAHAHAHA

Dhea : YA SEKALIAN GT MKSDNYA

Dhea : Yu, yu, yu ...

Dara menatap layar laptopnya yang masih terus saja begitu sejak 30 menit yang lalu. Sejujurnya, ia paling tidak suka jika kegiatan menulisnya diganggu. Namun, untuk saat ini, rasanya menjauh dari laptop adalah pilihan terbaik. Mengingat laptopnya itu kini menjadi sumber amarah dan stresnya.

Dara : Jemput

Dhea : Meluncuuurrrrr

Dhea : *sent a sticker*

Dara mengklik tombol power setelah melihat sticker bergambar tokoh yang sedang naik scooter. Ia lalu mematikan laptopnya, dan membawanya beserta kursi lipatnya ke kamar. Usai itu, ia kembali ke balkon, meneguk habis sisa coklat panasnya yang tak lagi panas, lalu berlari menuruni tangga, menyimpannya di bak cuci.

"Bu, aku mau pergi, ya," kata Dara sembari kembali menaiki tangga.

"#$%^&^**(&& ...!"

"Hah?" Dara berteriak sambil masuk ke dalam kamarnya, memakai cardigan hitamnya dan mengambil ponsel, kemudian turun ke bawah.

"Tadi Ibu bilang apa?" tanya Dara begitu posisinya sudah di hadapan Ibunya.

"Ibu tanya mau kemana?" tanya Ibu, sambil menyingkirkan sejenak paper yang tengah beliau baca.

"Ke Asyiq. Sama Dhea. Gak tahu bakal pulang kapan," jawab Dara.

"Hmmm ya sudah. Kalau nanti pas pulang, ternyata Tetehmu sudah di rumah, jangan lupa kunci pagar dan cek semua pintu," pesan Ibu.

"Siap."

Bertepatan dengan itu, terdengar suara klakson di depan rumah. Dara langsung saja menyambar tangan Ibunya, mencium punggung tangannya, kemudian melesat pergi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Maid in LoveWhere stories live. Discover now