Chapter Five

66.1K 1.3K 37
                                    

Hi, lovelies...

Semoga kalian belum keburu jamuran gegara gue updatenya agak lama ya. Piss dulu ahh... ^_^v

Trimakasih amat sangat ya utk temen2 yg udah baca, vote dan komenin TBY. Gue terharu ternyata ada aja yg mau ngelirik cerita ini.

Vote sama komennya selalu ditunggu, lho. Apalagi kalo vote per chapter bisa nembus 100-an. Pasti gue bakal lebih semangat lagi buat update cerita selanjutnya. :-D #nodong

And for your attention, you're not allowed to copy this story for any kind of excuses.

Happy reading, guys..

**************************************

Hari ini, terik matahari begitu menyengat. Panasnya yang membakar membuat siapapun enggan berada berlama-lama di luar ruangan. Walau tak sedikit juga yang cuek saja dengan cuaca senista itu. Tetap beraktivitas di sekitar kampus tanpa ragu. Melenggang dengan bebas tanpa mengindahkan kenyataan bahwa kulit bisa saja terpanggang matahari.

Sikap masa bodoh ini pun ditunjukkan pula oleh salah seorang gadis yang tengah duduk manis sendirian di bangku kantin yang hanya dinaungi oleh kanopi seadanya. Meskipun kulit mulusnya terlindungi dari teriknya mentari, namun hawa panas tak lantas berkurang kuasanya. Tetaplah ia merasa kepanasan walau senyum simpul menghiasi paras cantiknya yang tengah memainkan handphone. Sampai-sampai kedatangan dua orang yang mendekat ke tempatnya berada tidak disadarinya.

"Hadoohh....gila lo. Panas-panas gini nongkrong di kantin. Di perpus aja kek ademan. Gosong nih gue." Silla duduk di sebelah Dhania sambil merutuk sesuka hati.

"Kalo nggak ke pendopo juga bisa kali, Dhan kalo lo nggak mau jauh-jauh ke perpus. Engap nih gue jalan dari jurusan kesini." Protes Agil yang tanpa tedeng aling-aling menyeruput es jeruk Dhania hingga tandas saking kehausan.

Biarpun dicelotehi macam begitu, Dhania tidak bergeming. Dia fokus pada dunianya sendiri yang berpusat pada handphone dihadapannya. Kesal diabaikan, Agil dan Silla saling bertukar pandang lalu mengintip ke layar. Dan menemukan jawaban mengapa Dhania bisa acuh tak acuh..

"Yaaaah...pantesan anteng. Mau suara gue selevel tukang perabot juga nggak bakal lo gubris kalo gitu mah." Ejek Silla yang sebal melihat sahabatnya itu asik sendiri.

"Duileee... yang lagi rekonsiliasi. Bagus lah. Mendingan lo jadi autis gini deh daripada galau kayak kodok bunting. Jadi nggak bikin gue sama Silla senewen." Tambah Agil sambil tangannya melambai-lambai memanggil mas-mas pengantar makanan untuk memesan es campur kombo dan semangkuk bakso rudal isi telur. Nyammm. Cocok lah ya menunya dicuaca panas kayak gini.

"Saya pesennya sama ya, mas. Tapi tambahin mie instan yang rasa ayam bawang." Sahut Silla yang langsung dipandang aneh oleh Agil.

Untuk kali ini, ucapan Silla tak luput dari perhatian Dhania. Tak biasanya Silla memesan makanan dengan porsi kuli macam begitu.

"Lo kan lagi diet, Sil. Kok pesen makanan nggak kira-kira gitu? Udah give up lo?" Tanya Dhania penasaran yang sekarang malah ikut-ikutan memesan es jeruk lagi.

"Bodo ah. Laper gue." Sahut Silla cuek.

"Halaah...ngeles! Lagi stress gara-gara perang badar tuh, Dhan sama Sammy." Sergah Agil yang dibalas pelototan oleh Silla.

"Kenapa tuh si playboy bapuk?" Sekarang Dhania fokus sepenuhnya ke topik konflik Silla dengan sang pacar.

"Biasaa... minta jatah. Guenya lagi nggak mau, dianya ngambek." Jawab Silla sekenanya.

"Jatah beras?" Tanya Dhania lugu.

"Jatah kimpoi." Seru Agil sambil meraih mangkuk bakso dari tangan mas-mas pengantar pesanan.

Trapped by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang