Seorang pria berambut merah menari dekat sekali dengannya, bahkan secara lambat Sasuke bisa memprediksi kemana tangan pria itu akan mendarat.
"jauhkan tangan busukmu dari kekasihku.!" kata Sasuke, ia mencengkram erat tangan si pria.
"hei nona, apa benar lelaki ini kekasihmu.?" sempat-sempatnya pria ini berkata begitu.
"hmm, aku hanya penghangat ranjang baginya." Hinata berkata sambil terkikik.
"well, kau bisa menghangatkan ranjangku juga."
Bruuk...
Satu bogem mentah mendarat di pipi mulus lelaki itu membuatnya terjungkal. Hinata yang melihat itu semua malah tergelak sambil tepuk tangan.
.
.
.
Rasanya membakar dan panas, aku tidak bisa berfikir. Yang ku inginkan hanya bgaimana bisa lepas dari rasa membakar ini.
.
.
.
Rasa mual dan sakit kepala yang amat sangat adalah yang ku rasakan pagi ini saat aku membuka mata.
Aku bangun di tempat yang tidak ku kenali,tapi tidak ada lagi teriakan histeris karnanya. Aku sudah terbiasa bangun di tempat asing, dan semua ini jelas siapa pelakunya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"kau sudah bangun.?" benarkan kataku, pria brengsek itu menyeringai ke arahku. Ia tak memakai apapun, hanya celana dalam berwarna hitam dengan tangannya yang memegang segelas kopi.
"hmm, jam berapa sekarang.?" tanyaku, seluruh lampu padam, hanya ada lampu tidur yang menyala.
"jam lima."
"aku butuh kamar mandi, aku mual dan pusing." kataku, aku memperhatikan apa yang ku kenakan. Gaun tidur terusan berwarna cream, hmm ini aneh. Biasanya aku selalu terbangun dengan tanpa busana jika bersama pria ini.
"di sebelah sana." ia menunjuk pintu bercat hitam. Aku memuntahkan semua isi perutku di sana.
"lain kali, jangan pergi minum tanpa aku." aku ingin sekali menepis tangannya yang memijit tengkukku dan mengumpat padanya. Tapi efek alkohol ini benar-benar membuat perut ku sakit.
Ia menggendongku dan meletakkanku di kasur dengan pelan, seolah aku adalah telur yang akan pecah saat kau menaruhnya dengan kasar.
"ini." ia mengulurkan gelas, dan wangi jahe langsung tercium di hidungku. Membuat mual dan pusing ku berangsur-angsur menghilang.
"terimakasih."
"hn."
Kami diam dan larut pada pikiran masing-masing, membalut kami pada kecanggungan yang aneh.
"kau, kenapa tiba-tiba pergi ke tempat seperti itu dan membuat dirimu mabuk.?"
Kenapa ya, aku juga tidak tau.
"entahlah." jawabku pelan.
"apa.?"
"entahlah, kau, meniduriku terus menerus, membuang cairanmu dalam perutku. Seolah aku pelacur, bahkan pelacur terdengar lebih baik. Kau bahkan punya kekasih." aku berniat berteriak di depan wajahnya, tapi kenapa malah yg keluar nada suara yang begitu menyedihkan.
"jadi, kau mau jadi kekasihku begitu.?" ia menyeringai dengan cara yang menyebalkan.
"apa.?"
"kalau kau jadi kekasihku, aku bebas memasukimu kapan saja." entah sejak kapan ia sudah berada di atas tubuhku.
"kau gila." ku pandang mata hitam itu, dan aku tau aku telah melakukan kesalahan. Karna dari sudut ini, ia terlihat sangaaaaaat tampan.
"aku tau aku tampan." katanya, membuat wajahku panas.
Dan ia menciumku, dengan lembut. Sangat lembut, bagai marshmello yang langsung lumer saat masuk ke dalam mulutmu.
Aku tau ini gila, tapi aku menyukai kegilaan ini.
Ia menghentikan ciumannya, dan kami kembali bertatapan. Ia tersenyum, bukan menyeringai. Dan entah mengapa itu membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
"aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." bisiknya, dan aku yakin aku akan mati jika jantungku berdetak kencang sekali begini.
Ia menekan tombol dan tetiba dinding di depan ranjang bergerak dan terbuka, menunjukkan tv layar datar super besar di sana.
Vidio sedang di muat dan aku langsung berteriak histeris.
.
.
.
"kyaaaaa....." Hinata berlari meninggalkanku dan mengunci dirinya di kamar mandi.
Aku tertawa terbahak-bahak, gadis itu benar-benar imut tingkahnya.
Aku sebenarnya merekam kegiatan kami semalam, sepulang dari bar Hinata bertingkah sangat agresif.
Ia menyerangku, meninggalkan bekas kepemilikan yang banyak di leher dan dadaku, aku heran kenapa gadis itu pura-pura tak melihatnya. Padahal aku sudah sengaja tidak pakai baju.
Bukan prosesnya yang sebenarnya ingin ku tunjukkan padanya, tapi saat ia mencapai puncaknya ia berteriak kencang.
"aaah, aku mencintaimu brengsek....!" ia berteriak sebelum hilang kesadaran dan ambruk di dekapanku.
Aku bahkan tidak bisa tidur semalaman karna memikirkannya.
"Hinata, kini hatimu telah ku genggam."
.
.
.
Yang tanya kenapa begini dan begitu, semua akan di jelaskan di chapter terakhir.. 2 atau tiga chapter lagi