1. 40 Days After

15K 800 24
                                    


Tiiiit...tiiiiit...tiiiiiit....tiiiiiiit....
Suara alarm dari handphone Imel berbunyi. Dengan mata yang masih setengah memejam, Imel meraih handphonenya sambil menggerutu. Rasanya pagi terlalu cepat datang, karena sepertinya belum lama dia mengistirahatkan pikirannya dari keruwetan yang belakangan ini menghadang. Imel melirik icon aplikasi whats appnya yang memunculkan notifikasi pesan masuk.

My Dear Tyo
Aku udah sampe kos, Yang. Kayanya belum ngantuk deh. Jadi aku mau nonton tivi sebentar. Kamu istirahat yaaa...
22.43

Semalam Tyo ikut datang menghadiri tahlil 40 hari wafatnya kedua orang tuanya. Laki-laki itu masih saja menghujaninya perhatian walupun Imel sudah tidak lagi di bumi, pikirannya melompat di Pluto dan tertinggal di sana. Imel memilih mengabaikan pesan itu dan segera ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan wudhu. Ia sedikit bergidik ketika air menyentuh kulitnya. Cuaca bulan Januari memang selalu begini. Banyak yang mengaitkan dengan tahun baru Cina yang datang di bulan Februari. Orang Cina sendiri percaya bahwa bila hujan yang turun deras, rejeki mereka sepanjang tahun itu pun akan mengalir deras.

Setelah menjalankan dua rakaat kewajibannya, Imel duduk di atas tempat tidurnya, menghadap ke halaman depan rumah. Dia membuka jendela kamarnya untuk kembali mengagumi hasil karya almarhumah ibunya. Bu Trisna, ibunda Imel suka sekali berkebun. Walaupun tidak setiap hari beliau mengunjungi barisan tanaman kesayangannya karena kesibukannya di warung soto milik keluarga mereka. Kalo untuk sekedar menyirami dan mencabut rumput liar yang tumbuh di pot, ibu mempercayakan urusan ini kepada bi Jum, asisten rumah tangga mereka.

Imel termenung lagi. Acara tahlil 40 hari pasca kepergian kedua orang tuanya semalam menjadi penanda, bahwa sudah selama itu Imel mengisi hari-harinya dengan menangis. Siapa yang tidak berduka mendengar kabar kematian kedua orang tuanya yang begitu mendadak?

"Kenapa kalian nggak pergi bulan madu yang keseratus, sih? Ibu sama Bapak itu jangan terlalu sibuk di warung. Kalian butuh liburan lagi. Pacaran kek, kemana gitu."

Pak Kuswoyo, bapak Imel membalas dengan cengiran lebar. "Tuh Bu, anak gadis kita aja ngasih jalan."

"Masa warung mau libur lagi sih, Mel? Kan minggu kemarin udah libur 2 hari pas bapak sakit."

"Makanya, karena bapak udah sembuh, gih sono pacaran. Nginep dimana gitu. Bikin adik buat Imel apa gimana gitu."

Bapak menyemburkan teh yang sedang diteguknya dan kemudian terbahak. "Hahahahahaha. Mana bisa, Mel?"

Ibu mendelik ke arah bapak. Ibunya sudah setahun ini menopause. Dan justru Imel sering menggodanya soal punya adik.

"Yawis, nanti ibu telpon pakde Siswoyo. Kita ke Semarang aja, Pak?" Ibu meminta persetujuan bapak. "Dua atau tiga harian lah, kita nginep di rumah mas Sis."

"Eciyeeeeee, yang mau pacaran," lanjut Imel sambil melahap mendoannya.

Namun sayangnya mereka berdua tidak pernah sampai Semarang ataupun kembali ke rumah mereka lagi. Ban mobil yang tiba tiba meletus membuat mobil bapak dan ibu oleng. Kecelakaan tidak terelakkan ketika body mobil yang bergerak tak terarah terhantam truk bermuatan kayu besar.

Tangis penyesalan. Walaupun mereka pergi bersamaan, yang berarti bahwa mereka tidak harus terpisah, Imel masih belum atau bahkan tidak akan mampu memaafkan dirinya. Kalau saja dia tidak begitu memaksa bapak ibu untuk pergi berlibur, kalau saja dia tidak ngotot, kalau saja dia tidak keras kepala.

Hari-harinya kelabu. Imel yang harus dirawat di rumah sakit karena step parah saat usianya 12 hari, membuat sang ibu kapok untuk hamil lagi. Ibu mau semuanya untuk Imel, ya perhatian, ya kasih sayang, ya harta. Kerja sama antara bapak dan ibu dalam berbagi pola pengasuhan menghasilkan Imel yang punya kemauan keras tapi lembut hatinya. Dia tidak segan untuk berbagi miliknya. Loman, kalau kata orang Jawa bilang.

* * *

"Kamu bau keringet, Tyo."

"Kan kamu yang bikin aku keringetan." Tyo tersenyum mesum.

"Aku mau mandi. Nanti aku mampir ke kos dulu sebelum ngantor."

"Nanti malem bobo di sini lagi ya?" goda Tyo.

"Tergantung." Sella turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai.

"Tergantung apa?"

"Tergantung kamu pinter enggak rayu aku lagi."

"Ah, kamu ga perlu dirayu juga udah jatuh cinta sama aku."

"Kampret." Sambil melempar bra yang dengan cekatan ditangkap Tyo.

"Pulang kerja aku mampir ke rumah Imel dulu. Dia suka lupa makan kalo nggak dipaksa."

"Hari ini juga aku lembur. Aku pulang agak malem. Mungkin jam 10 aku baru mampir sini lagi."

"Ugh, can't wait to see you tonight."

"Dasar mesum!" Sella melenggangkan pantat seksinya sambil berjalan ke kamar mandi.

-----------------------------------------------------------

Hai readers,
Untuk kelanjutan cerita Warteg Imelda, bisa kalian baca di Fizzo, ya.

Kalian bisa search dengan nama Atalisa atau Warteg Imelda.

Terimakasih
😘

Warteg Imelda (End)Where stories live. Discover now