Bab 5

2.1K 268 12
                                    

Siang itu, di kafe Ichiraku ramai seperti biasanya. Kedai ramen yang sudah terkenal akan tempatnya yang nyaman, serta makanannya yang enak. Desain minimalis yang dipadukan warna coklat moka dan hitam. 

Tempat yang cocok untuk mengadakan pertemuan, ataupun hanya sekedar nongkrong. Bersama alunan musik jazz yang juga menjadi salah satu faktor tempat ini ramai pengunjung. 

Hinata dan Naruto duduk di salah satu sudut kafe. Dengan dua kursi berwarna hitam dengan meja bundar berwarna krem serta segelas air putih berisi mawar merah ditengahnya.

Saat ini, Manager muda itu tengah mengenakan slimfit shirt polos berwarna putih yang dibalut dengan jas hitam yang melekat pas dibadannya serta mengenakan rok hitam jenis layering peplum skirt dan juga heels rendah dengan warna senada. 

Sementara itu, pemuda pirang yang duduk di depan Hinata mengenakan dalaman hoodie abu-abu yang dibalut dengan jaket kulit berwarna hitam, serta celana jenis riped jeans berwarna biru dongker. 

Penampilan keduanya begitu kontras. Seakan dunia yang mereka selami berbeda satu sama lain. 

"Aku tidak menyangka, menemuimu sama sulitnya seperti membuat janji temu dengan presiden."

Hinata menyerengit. Itu sindiran?  mata peraknya menyipit dan menatap penuh selidik pada penampilan pria di depannya. Lelaki ini mengaku berumur tiga puluh tahun, namun wajah serta penampilannya seperti masih dipertengahan dua puluhan. 

"Siapapun pasti akan merasa takut, jika sedang dikuntit orang tidak dikenal." Hinata membalas dengan ketus.

Naruto menepisnya dengan tawa kecil, "Justru itu aku mengajak bertemu, agar kita saling kenal satu sama lain. Tapi kau selalu kabur seperti anak kucing ketakutan."

Hinata mulai risih ketika pria itu tiba-tiba diam dan menatapnya lekat-lekat. "Tapi aku suka tingkah manismu itu."

Bulu kuduk Hinata seketika meremang. 

Apa-apaan pria ini?! Apakah mulutnya itu terbuat dari gula, hingga dengan mudahnya mengatakan kalimat seperti itu? Terutama tatapan mata birunya yang seakan mampu menelannya bulat-bulat. 

"Kalaupun nanti kita sudah saling kenal. Saya tetap tidak bisa menikah dengan anda." Hinata berusaha menjaga suaranya agar terdengar tegas. Ia tidak boleh memerlihatkan reaksi sedikitpun pada gombalan pria ini. 

Senyuman manis Naruto perlahan memudar, menghantarkan rasa bersalah di benak Hinata. Pria itu kini terdiam dan mengeluarkan kotak merah yang seingat Hinata ada cincin emas polos di dalamnya.

"Maafkan aku...," Hinata menatap sendu kotak merah di depannya. "Seandainya kau tidak membelikan cincin untuk orang sepertiku, kau bisa menggunakan uangmu untuk kebutuhanmu yang lain."

Walau cincin itu polos, emas tetaplah emas. Harganya cukup untuk membuatmu membeli kebutuhan selama sebulan penuh. Mengingat pria di depannya adalah seorang pengangguran yang hanya berbekal manggung sana sini. Hinata semakin merasa bersalah karena telah membuat laki-laki itu menggunakan uangnya.

Melihat tatapan dan kata-kata Hinata, membuat Naruto ingin membantah. Mulutnya sudah terbuka, namun seorang pelayan membawa pesanan datang menyela. 

"Biar aku yang membayar, sebagai tanda maaf untuk masalah ini." ujar Hinata datar dan mulai menikmati makanannya.

Naruto hanya bisa memandang dalam diam, ketika perempuan di depannya terlihat enggan melanjutkan pembahasan dan juga menghindari tatapannya. Sebenarnya masih banyak hal yang ingin Naruto bicarakan, namun sepertinya ia harus menahan diri saat melihat tatapan sendu yang Hinata berikan tadi. 

Gamophobia Love Story [NARUHINA]Where stories live. Discover now