Episode Rena dan Wawa

37 2 2
                                    


"Ren, aku benar-benar minta maaf. Aku..."

"Kamu pikir kamu pantas dimaafkan?"

"Dengarkan aku dulu, aku..."

"Kamu sudah campakkan aku secara sepihak, demi Mona, sahabatku sendiri!"

"Iya, Ren. Aku yang salah. Tapi..."

"Apa yang kamu lakukan itu JAHAT! Jangan pikir kamu bisa kembali lagi padaku setelah ini."

"Aku akui aku salah, Ren. Tapi apa yang terjadi malam itu hanya karena aku khilaf. Aku sama sekali tidak punya perasaan apa-apa pada Mona."

"Hebat sekali kamu! Sudah nikmati tubuh dia lantas berkata kamu nggak punya perasaan apa-apa? Pernyataan itu justru membuat kamu semakin brengsek di mataku, tahu nggak?"

"Ren, aku harus katakan sejujurnya sama kamu, aku cuma cinta sama kamu, Rena!"

"Cukup, Aldo! Jangan pernah temui aku lagi! BYE!"

***

"Aldo brengsek!!" Rena membanting pigura yang sedari tadi dipegang dengan tangan bergetar.

Dia tak takut serpihan kacanya akan melukai kakinya. Luka itu masih tak sebanding dengan luka yang ditoreh Aldo. Beruntung dia hanya tinggal sendirian di rumahnya ini. Mau tetangga mendengar juga dia tak peduli. Toh mereka juga takkan berani ikut campur urusan Rena. Rena ketahuan pulang jam tiga pagi sambil mabuk pun tidak ada satupun yang berani menggubris. Yang penting dia tak mengurung laki di rumah.

Napasnya kembali terasa sesak saat bayangan itu hadir kembali. Aldo dan Mona, sahabat Rena semasa SMA, berada di atas ranjang dalam satu selimut. Saat itu, Rena mampir memberi kejutan sepulang dari dinas luar di Australia. Seharusnya, Rena bisa membaca gelagat mereka sejak Mona memuji kekasihnya tampan pada saat Rena membawanya di acara reunian. Tapi betapa teganya mereka sampai sejauh itu berhubungan. Hal berikutnya yang terjadi, Rena langsung melempar kunci apartemen Aldo dan bersumpah takkan pernah ia disentuh lelaki itu lagi.

***

"Iya Ma, iya. Nanti Wawa pulang, Ma. Tapi, urus cuti kantor dulu," ujar Nazwa, teman Rena dari divisi berbeda yang kebetulan bertemu dengannya saat makan siang di mall. Rena gak mood makan di kantin kantor, daripada ia nanti bertemu Aldo.

"Ada apa?" tanya Rena setelah Nazwa menutup teleponnya.

"Mama abis nelepon. Dia ngomongin adik gue, Ren. Ah, paling tuh anak manja aja!"

Nazwa mengiris steak-nya sambil menggerutu.

"Adik lu kenapa?"

Hanya kepada teman-teman dekatnya saja Rena bisa ber-elu-gue. Salah satunya, tentu dengan gadis manis berambut lurus sebahu bernama Nazwa yang sedang duduk di hadapannya ini.

"Khata Mamah, Nabilah phuyang, nyam nyam, dan gak mao kuliah lagih katanyah."

Bahkan Nazwa tak menunggu kunyahannya tertelan dan langsung menjawab Rena. Rena meringis dan melahap spaghetti-nya kembali.

"Ah, tuh anak gak bersyukur banget ya! Udah dikuliahin! Gue aja cuma lulusan SMK tapi udah mandiri gini!" Nazwa mengambil segelas air putih dan meneguknya.

"Tapi lu kan sekarang udah kuliah, Wa!" Rena mengingatkan.

"Haha! Iya sih. Ya udah deh, gue urus cuti. Kalau bisa dapet minggu depan, ya bagus. Huft! Gagal deh rencana ke diskotik bareng Dika!"

Rena tersentak mendengar nama yang disebut Nazwa.

"Ha? Lu seriusan jalan ma mantan gue?"

"Yee, kan udah lama lu putus ma Dika! Gak masalah, kan?"

"Ya, tapi kan, dia brengsek, Wa! Lu hati-hati ma Dika! Gue udah ngingetin lho!"

"Biarin! Eh, lu ngomong gini bukan karna cemburu kan? Lu kan udah ma Aldo!"

"Sial! Kenapa pula Wawa mesti sebut nama itu sih!" batinnya seketika protes.

"Eit, udah mantan!" Rena memutus omongan Nazwa.

"What? Lagi?" Nazwa membulatkan bibirnya dan membelalakkan mata ke arah Rena.

"Iyee! Dia selingkuh ma Mona!"

"Demi apa! Lagi-lagi lu yang diselingkuhin!"

"Udah, deh! Gak usah bahas percintaan gue! Lu tuh! Siap-siap diselingkuhin Dika!"

"Haha, I am not you, Beb! Gue udah duluan kok."

Nazwa mengambil cermin dari dalam tas dan mulai mengoreksi kalau-kalau ada selipan daging steak di giginya.

"Maksud lu?"

"Honey, gue bukan pencari cinta kayak elu! Gue itu, cuma suka 'permainan'-nya Dika, sama duitnya dia! Bukan dari hati!" Kali ini Nazwa mulai memulaskan lipstick merah di bibirnya lalu melanjutkan, "gue pingin balikin tabungan gue yang ludes gara-gara kuliah kemaren!"

Rena mengambil sumpit dan melemparnya pada Nazwa, tepat setelah dia menutup cerminnya sehingga lemparan Rena mengenai wajah sahabatnya itu.

"Aw! Sialan lu!"

Rena hanya tertawa mendengar sumpah serapah Nazwa.

**

"Anjritt!" Gara-gara matanya fokus memandangi ponsel saat memesan ojek online, Rena tak melihat kalau highheels-nya gak sengaja menginjak tai kucing.

"Sialan! Dasar kucing! Boker sembarangan!"

Masih meneruskan umpatannya, Rena memutuskan untuk pergi ke tempat terdekat untuk membasuh sepatunya. Yang terpikirkan, justru Masjid kantor yang berada di antara lapangan parkir yang luas ini. Daripada kembali ke kantornya yang jauh di belakang, belum kalau aroma tuh 'eek' tercium teman-temannya, atau Aldo, pasti hal itu akan sangat memalukan buat Rena.

Tapi Rena cukup tahu diri. Dia langsung melangkah ke toilet perempuan, alih-alih ke tempat wudhu yang berada bersebelahan dengan toilet Masjid. Saat memasuki toilet pun, tak lupa dia melepas dan menjinjing highheels-nya. Untungnya juga Masjid kantor selalu sepi saat jam pulang kerja.

Rena sedang mengenakan kembali sepatunya saat pandangan matanya menuju sosok perempuan yang sangat dikenal sedang berjalan menuruni tangga.

"Nazwa? Seriusan ini elu?"

Nazwa mengangkat wajahnya sebentar, tersenyum tipis ke arah Rena lalu mencari sepatunya. Jelas sekali kedua matanya merah seperti habis menangis.

"Bukannya di atas itu tempat sholat untuk perempuan ya?" Sekalipun Rena gak pernah beribadah di Masjid kantornya sendiri tapi dia paham kalau tempat sholat perempuan terpisah di lantai dua. Kan, ada tulisannya.

"Wa, demi apa gue ketemu lu di sini? Lu seriusan abis sholat?"

Wajah yang jelas-jelas terhapus sebagian make-up-nya itu pertanda Nazwa sebelumnya membasuh muka.
Kalau bukan untuk berwudhu dan sholat di atas, berarti Nazwa cuma sekedar iseng(?)

Gadis yang rambut sebahunya diikat satu itu menatap hampa pada Rena dalam diamnya. Dia kembali menunduk dan mengenakan sepatu.

"Wa, lu kenapa sih?"

"Gak papa, gue duluan ya, Na. Assalamualaikum."

"Wa-waalaikumsalam," terbata-bata Rena menjawab salam dari Nazwa. Sejak kembali bekerja setelah cuti, Rena belum pernah bertemu dengan sahabatnya itu, hingga hari ini.

"Busyet tu anak kenapa ya?"

**

Serpihan PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang