Part 1 - The Gray Hair Woman

5 2 0
                                    

Wilhelm POV

Malam sudah larut, keadaan bar saat itu sudah semakin ramai, banyak pengunjung yg datang dan pergi. Banyak yang datang dengan pasangannya dan beradu kemesraan seolah saling berlomba-lomba, diriku ? Ah sudahlah.
Kembali fokus ke dia, sudah sekitar 5 lagu yg dinyanyikan dirinya, entah siapa namanya, sudah sering diriku datang tapi tetap suaranya seperti angin sejuk dikeriuhan bar ini. Hari ini lagu yang dia nyanyikan cukup sedih, if i were a boy lagu Beyonce. Sambil memainkan gitar dengan alunan accoustic, salah satu yang membuatku selalu betah datang ke bar ini.

"It's a little too late for you to come back
Say it's just a mistake
Think I'd forgive you like that
If you thought I would wait for you"

Suara dan Whiskey, cukup membuat malam ini tidak terlalu buruk setelah siang yang cukup menyebalkan dan disibukan dengan hal kantor.
Setelah lagu itu, dia pun turun dari panggung setelah mengucapkan terima kasih. Wanita itu.

"Bill ?" Ucapku pada salah satu pelayan yang lewat
"Oke sir." Ucapnya seraya pergi, mengambil dan kembali lagi. Setelah bayar diriku pun pergi.

Menuju lift, wanita itu pun sedang menunggu lift sambil menenteng gitarnya, rambut abu-abu nya, ya dia, penyanyi favorit ku.
Kami 1 lift. Hanya diam, hanya kami berdua.
"Suara mu bagus, namun sedikit sedih hari ini" kata ku, sok kenal. Mungkin menurut dia bakal lebih seperti om-om mesum
"Ah, ya, terima kasih" ucapnya, sambil melihat ku sebentar dan sedikit tersenyum, dia agak malu-malu.
Penyesalan datang terlambat, rasa awkward ini sungguh aneh, mungkin dia benar-benar merasa kalau aku itu om-om stalker yang sok dekat.
"Saya duluan ya" ucapnya setelah sampai lobby.
"Oh ya, sure, bye"
"Bye"

Penyesalan itu berlanjut sampai di mobil, kenapa, jadi awkward pikirku terus. Sambil membuka mobil BMW X3 yang terparkir rapi diparkiran basement.
Melewati lobby kulihat dirinya masih menunggu jemputan sepertinya. Haruskah? Ah sudahlah.
Ku buka kaca mobil sebelah kiri dan mencoba melihatnya.

"Hey, mau ikut? Sudah mau hujan, saya antar kalau mau"
"Ah, ga usah sir, ini udah cari driver kok aplikasinya" ucapnya.
"It's okay, kan belum dapat drivernya. Saya langganan bar ini, kamu jg boleh chat ke temen kamu plat mobil saya" ucapku sambil tersenyum sedikit.
Setelah berpikir dan akhirnya sepertinya dia menyerah menunggu accept an dari aplikasi online car "erm, okay" dia naik ke mobilku sambil menenteng tas gitarnya.
"Boleh taru dibelakang kalau mau" ucapku setelah melihat dia naik dan memakai safety belt namun agak risih sepertinya dengan gitarnya yang terlalu besar
"Oh ya" ucapnya sambil membalikan badan dan meletakan gitarnya dibaris ke 2 mobilku "terima kasih"
"Jadi? Rumah didaerah ?"
"Jakpus, apartemen Med******* tower C, jauh dari sini"
"It's okay, ternyata dekat dengan apartemen saya" ucapku sambil mulai menjalankan mobil, diam..
"Saya pikir, sir, hanya ngomong bahasa inggris" ucapnya
Senyum kecilku "Wilhelm, panggil saja Wil, jangan sir, dan ya, bahasa Indonesia saya kurang bagus agak medok kalau kata teman saya"
Dia tersenyum kecil juga "Laura"

Ah, nama nya Laura, hujan mulai turun, tidak deras, hanya rintik-rintik. Malam yang cukup romantis untukku, dengan percakapan yang mengalir begitu saja seperti hujan ini.

Tea And YouWhere stories live. Discover now