IX. Penganiayaan di Inggris (1401-1541)

19 0 0
                                    

Selama pemerintahan Raja Edward III (1327-1377), gereja di Inggris mengalami kemunduran karena campur tangan manusia mengalahkan kuasa Roh Kudus. Cahaya Injil Kristus yang sejati dengan jelas telah dipadamkan oleh kegelapan doktrin manusia, upacara yang membebani, dan berbagai ritual. Pada saat yang sama, para pengikut Wyclijfe, para pembaru yang disebut Lollard, telah menjadi sangat banyak sehingga para imam merasa terganggu; dan meskipun para imam menganiaya mereka dengan cara yang licik, para imam itu tidak berkuasa untuk membunuh mereka.

Setelah perebutan kekuasaan di takhta Inggris oleh Henry IV pada 1399, kaum Lollard mengalami penganiayaan yang makin meningkat. Segera sesudah itu, para pejabat gereja membujuk raja untuk memperkenalkan rancangan undang-undang ke parlemen untuk mengutuk Lollard yang masih bersikeras pada keyakinan mereka yang baru dan menyerahkan mereka kepada penguasa sekuler untuk dibakar sebagai bidat. Meskipun mendapat perlawanan yang kuat dari Lollard di DPR, undang-undang De haeretico comburendo (Tentang Pembakaran Bidat) dikeluarkan Parle men pada 1401, dan segera dijalankan. Undang-undang yang disahkan untuk membakar orang-orang karena keyakinan keagamaan mereka dijalankan untuk pertama kalinya di Inggris.

Martir pertama yang mati di bawah undang-undang baru ini adalah imam bernama William Santree [atau Santee] - ia dibakar di "Smithfield.

Segera setelah itu, Uskup Agung Canterbury, Thomas Arundel, dan uskup-uskupnya mulai bergerak menentang Sir John Oldcastle (Lord Cobham), pengikut Wycliffe yang popular dan ternan pribadi Henry IV, yang mereka tuduh mengutus orang-orang lain yang tidak diberi hak oleh para uskup untuk berkhotbah dan mendukung ajaran sesat menentang sakramen gereja, patung, perjalanan ziarah, dan paus. Namun, sebelum bisa menuduh orang itu, mereka tahu mereka harus mendapatkan bantuan raja. Raja mendengarkan mereka dengan sopan kemudian menyuruh mereka berurusan dengan Sir John dengan hormat dan memulihkan posisinya di gereja melalui kelembutan. Ia juga menawarkan untuk perdebatan dengan Sir John demi mereka. Segera setelah itu, ia mengutus orang kepada Sir John dan mengingatkannya untuk kembali ke induk gereja kudus, dan seperti anak taat, mengakui bahwa ia pantas mendapat hukuman karena ia telah bersalah.

Sir John menjawab:

Raja yang paling layak, engkau tahu saya selalu siap dan bersedia taat karena saya tahu engkau adalah raja Kristen dan hamba Allah yang diurapi serta engkau memanggul pedang untuk menghukum orang yang berbuat jahat dan melindungi orang yang benar. Di sebe1ah Allah yang kekal, saya berutang ketaatan kepadamu, dan saya siap, seperti yang sudah-sudah agar menyerahkan semua yang saya miliki baik uang maupun harta benda untuk melakukan hal yang engkau perintahkan kepada saya dalam Tuhan. Namun, mengenai pemimpin Gereja Roma dan pejabat gerejanya, saya tidak berutang kehadiran maupun pelayanan kepada mereka karena saya tahu me1alui Alkitab bahwa ia adalah antikris, anak kebinasaan, musuh Allah seeara terbuka dan musuh yang berdiri di tempat yang kudus yang dibicarakan Daniel.

Ketika raja mendengar ini, ia tidak memberi jawaban dan meninggalkan ruangan.

Uskup Agung sekali lagi mendekati raja berkenaan dengan Sir John, lalu ia diberi kuasa untuk menuduhnya, memeriksanya, dan menghukumnya sesuai dengan keputusan mereka yang jahat: Hukum Gereja yang Kudus. Namun, ketika Sir John tidak muncul di depan mereka sesuai permintaan mereka, Uskup Agung mengutuknya karena penolakannya yang merendahkan terhadap otoritas. Kemudian ketika diberi tahu bahwa Sir John mengejeknya, menghina segala sesuatu yang ia kerjakan; mempertahankan pendapatnya yang sama; memandang kekuasaan gereja, keagungan uskup dan ordo keimaman dengan muak; ia marah secara terbuka dan mengucilkannya.

Sebagai balasan, Sir John Oldcastle menulis pengakuan iman secara pribadi dan membawanya kepada temannya, Henry IV, yang ia harapkan akan menerimanya dengan gembira. Namun sebaliknya, raja menolaknya dan memerintahkan agar hal itu diberikan kepada Uskup Agung dan sidang uskup yang akan menghakiminya. Ketika Sir John tampil di depan sidang dan di hadapan raja, ia meminta agar seratus ksatria dikumpulkan untuk mendengarkan kasusnya dan menilai ia sebab ia tahu bahwa mereka akan membersihkannya dari semua kebidatan. Untuk membersihkan dirinya sendiri, ia bahkan menawarkan untuk berperang sampai mati melawan orang yang tidak setuju dengan imannya, sesuai dengan Hukum Kekuasaan. Akhirnya, ia dengan lembut menyatakan bahwa ia tidak akan menolak koreksi apa pun yang sesuai dengan firm an Allah, tetapi akan menaatinya dengan lemah lembut. Ketika ia selesai, raja membawanya ke ruangan pribadinya, dan saat itulah Sir John pertama kali memberi tahu raja bahwa ia telah mcmahon kepada Paus kemudian menunjukkan kepadanya hal yang telah ia tulis. Raja dengan marah memerintahkan ia untuk menunggu keputusan Paus, dan jika ia harus menyerah kepada Uskup Agung, Sir John hams melakukannya, dan ia jangan naik banding lagi. Semua itu ditolak Sir John, dan Raja memerintahkan agar ia ditangkap dan dipenjarakan di Menara London.

Kisah Para MartirOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz