Bab 1

54.1K 1.8K 31
                                    

"Bibi, aku pergi dulu ya," ucapku seraya memeluknya.

"Ya," ucap Bibi membalas pelukanku singkat, matanya memandangku dengan raut cemas yang tidak dapat disembunyikan wajahnya. "Hati-hati di jalan, Allison."

Aku tersenyum simpul, "Tentu saja, bi."

Aku berjalan menuruni tangga beranda rumah bibi lalu memasuki taksi yang sudah lama menunggu. Dari dalam aku dapat melihat bibi yang masih berdiri diberanda dan memandangku lekat, tatapannya masih terlihat cemas.

Aku melambai kearahnya untuk mendapat perhatiannya lalu menggerakkan mulutku 'jangan khawatir, bi.'

Bibi terlihat menghela napas panjang sebagai jawaban lalu tersenyum mengerti, dia mengangkat sebelah tangannya untuk membalas lambaianku. Aku mengacungkan kedua ibu jariku sambil tersenyum lebar padanya seiring dengan berjalannya taksi. Taksi yang kunaiki melaju dengan pelan melewati jalanan, melewati bangunan-bangunan yang sering kulewati. Dia kemudian berbelok kesalah satu persimpangan sehingga rumah bibi tidak terlihat kembali.

Aku menghela napas panjang, senyum lebarku berganti dengan senyum muram. Hari ini akhirnya datang juga, hari kepindahanku ke rumah baru atau bisa dibilang apartemen yang akan kutinggali sendiri sampai seterusnya. Kemarin merupakan ulangtahunku yang ke tujuh belas. Seperti kebiasaan dipanti asuhan, anak-anak panti-termasuk aku, juga bibi akan berkumpul dan mengadakan pesta perayaan ulangtahun kecil-kecilan. Kami akan berkumpul dimeja makan dengan sajian menu lengkap terhidang dimeja makan juga kue ulangtahun, tugas pagi akan dialihkan ke siang hari sehingga kami bisa menikmati pesta.

Hari itu cukup menyenangkan bagiku, kami bisa bersantai dengan bebas dan melakukan kegiatan-kegiatan lain yang tidak bisa kami lakukan dihari-hari biasa. Aku berkumpul bersama anak-anak yang lebih muda dariku, bercanda dan tertawa keras bersama mereka-selama pagi hari itu-aku tidak memikirkan apapun kecuali kebersamaan kami yang terasa lebih menyenangkan dari sebelumnya.

Aku dapat melihat Bibi yang duduk bersandar pada sofa, memperhatikan gerak-gerik kami dan sesekali memperingati Cedric dan Rory, anak usil di panti, agar tidak mengganggu anak yang lebih kecil. Aku teringat saat sebelum pesta dimulai bibi memberitahuku kalau aku masih boleh tinggal disana selama mungkin, dia berkata kalau apa yang dilakukannya selama ini untuk menepati janjinya pada ibuku beberapa tahun yang lalu, tapi aku menolak. Rasanya tidak adil kalau aku mendapatkan keistimewaan itu sedangkan anak-anak lain tidak.

Bibi tidak membujulku lagi sesudah itu dan membiarkanku mengemas koper hingga aku bisa ada di dalam taksi ini.

"Sudah sampai," ucap sopir taksi itu mengagetkanku dari lamunan.

Aku mengerjapkan mataku berulangkali lalu memandang sebuah gedung bertingkat yang tiba-tiba saja berada didepanku. Aku terdiam selama beberapa saat untuk memandang gedung pencakar langit itu, terlihat sangat megah dan mewah.

Apa benar yang ini? batinku ragu.

"Miss?" ucap sopir itu kembali menyadarkanku.

"Oh, ah... maaf, pak," ujarku menyesal lalu menyerahkan beberapa lembaran dollar dari dompetku.

Aku segera berjalan keluar dari taksi itu kemudian memasuki gedung. Ruangan dengan sapuan warna putih gading dengan lampu gantung berdesain rumit ditengah langit-langit gedung menyambut kedatanganku.

Dengan ragu aku menggeretkan koperku mendekati meja resepsionis yang terletak disalah satu sisi ruangan.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya si resepsionis dengan ramah.

"Bisa tunjukkan saya dimana kamar nomor 138 berada?"

Si resepsionis tampak menggumamkan kata sebentar lalu menatap layar komputer yang terletak dibagian bawah permukaan mejanya.

"Anda tinggal naik lift ke lantai 5 kemudian berjalan kekanan, anda dapat menemukan kamarnya di sisi kiri lorong."

Aku mengangguk mengerti lalu menggumamkan kata terima kasih sebelum berjalan kearah lift dan memasukinya.

Sesuai instruksi resepsionis itu, aku berbelok kearah kanan kemudian menatap bagian kiri dengan teliti.

"Ah, ini dia," ucapku bersemangat setelah beberapa saat mencari.

Aku memutar kenop pintu 'rumahku' kemudian menatap takjub kearah fasilitas-fasilitas yang tersedia disini. Mata hazelku berkeliling memandang keseluruhan tempat tinggal baruku yang cukup luas, sangat berbeda dengan kamar yang sebelumnya kutepati di panti.

Dari sini aku dapat melihat warna pastel menyelimuti sebagian besar dinding, beberapa peralatan rumah tangga seperti alat memasak, penghisap debu, mesin cuci dan fasilitas lain seperti AC, kulkas, sofa juga televisi, dapat kutemukan dengan mudah dan tersusun rapi.

Aku memasuki kamar tidur kemudian menghempaskan diriku disana untuk merilekskan tubuh selama beberapa saat. Beberapa menit kemudian aku bangun dari tempat tidur dan mulai membereskan koperku, memindahkan segala isinya ke lemari pakaian, laci dan rak sepatu yang tersedia.

Tanganku bergerak untuk merogoh tas pinggang lalu meraih ponsel, menekan beberapa tombol untuk menghubungi bibi.

Tidak tersambung. Mungkin bibi sedang tidur siang, batinku seraya meletakkan ponsel di tempat tidur dan mulai merapikan koperku yang kini kosong melompong.

Sret. Sebuah angin yang terasa dingin dan cukup kencang tiba-tiba mengalihkan perhatianku.

Aku menolehkan kepalaku ke jendela kamar, mengira kalau angin yang barusan berhembus berasal dari sana. Tapi dugaanku salah. Jendela kamarku masih tertutup rapat, tidak mungkin angin melewati jendela dengan keadaan yang seperti itu 'kan?

Dengan perlahan aku melangkah kakiku keluar dari kamar tidur dan memandang sekeliling dengan penasaran, tidak ada apapun.

Mungkin hanya perasaanku, batinku positif.

Belum beberapa detik berlalu, tiba-tiba saja sebuah lembaran kertas berwarna putih jatuh tepat di hadapanku. Dengan kening berkerut bingung aku segera meraihnya kemudian membacanya.

Akhirnya kami menemukanmu, Allison Cartwraight...

Begitulah kata-kata yang tertulis dilembaran kertas itu dengan tinta berwarna semerah darah.

Aku segera terdiam ditempat, lembaran kertas itu terlepas dari tanganku yang terasa lemas.

Apa maksudnya itu? Siapa 'kami' yang tertulis di kertas itu?

~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°

Hai... makasih sudah membaca bab 1 cerita ini, gimana menurut kalian?

maaf karena cerita ini masih pendek, lanjutannya kuusahakan lebih panjang...

terakhir... boleh minta voment-nya? ^^v

A werewolf girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang