"Kudengar penelitianmu berhasil dan mendapat penghargaan. Getaran ultrasound, lensa keruh, sampai penyedotannya tanpa pisau atau jahitan. Benar-benar luar biasa. Selamat atas keberhasilanmu, Taehyung-ssi!"

Mereka berjabat tangan, kemudian Seokjin menyongsong untuk memberikan pelukan selamat sekilas. "Sekarang katakan padaku, apa rahasia keberhasilanmu dan mahasiswa-mahasiswa itu?"

Taehyung mendekati telinga Seokjin. "Cukup kendalikan apa yang perlu dikendalikan," bisiknya dengan suara berat, dan menepuk punggung rekannya dua kali dengan tempo lambat.

Dari arah berlawanan seorang lelaki muda berjalan mendekat. Dalam beberapa detik selanjutnya pria bergigi kelinci itu berpapasan dengan Kim Taehyung. Jungkook sadar akan kehadiran pria berpakaian kemeja yang baru saja dilewatinya. Taehyung menatap lewat ekor mata, dan memberikan sebuah senyuman miring-sejujurnya lebih pantas disebut seringai-tepat ketika Jungkook melintas dengan tatapan polos di sisinya.

Oh, sebuah kabar baik. Mereka rupanya berada di kampus yang sama.

Jungkook masih berada di ambang kesadaran ketika menyadari kehadiran Taehyung di lorong tadi. Hingga Jungkook tahu-tahu saja sudah berjalan cukup jauh ke tempat tujuan; sebuah kamar mandi dengan lambang pria tergantung miring di pintu. Seolah seseorang baru saja merusaknya. Matanya membulat ketika membuka pintu itu lebih lebar dan mendapati kekacauan dari cermin pecah serta tong sampah metal yang terguling mengenaskan.

"Halo, satpam? Aku ingin melaporkan kekacauan di kamar mandi gedung 1-VI, lantai tiga. Aku rasa seseorang baru saja meninju cermin dan menendang tong sampah. Mohon segera ditindaklanjuti."

Jungkook hanya tidak tahu, bahwa orang yang menciptakan kekacauan ini adalah orang sama yang tadi memberinya senyuman penuh misteri.

-o0o-

Setelah melakukan pertimbangan, akhirnya Jiyoo memutuskan untuk pergi pagi itu ke asrama. Di bawah terik matahari dia jadi satu-satunya yang memakai jaket, lengkap dengan tudungnya untuk menghalau luka memar dari pandangan orang-orang. Sembari menyandang ransel berwarna hitam, wanita itu berlari kecil menyeberangi lapangan kecil di pelataran untuk meraih pintu masuk.

"Jiyoo!"

Namun di tengah jalan, langkahnya terhenti oleh teriakan lelaki yang amat ia kenal. Itu suara yang selama dua tahun ini begitu akrab di telinganya. Meski langkah Jiyoo terjeda dan sepatu usangnya berhenti pula bergesekan dengan permukaan semen, tapi wanita itu tak kunjung membalik badan. Ia masih terdiam kaku hingga Jimin dari belakang menyentuh pundaknya, meminta wanita itu menoleh.

"J-Jimin." Jiyoo menghalau tangkupan tangan Jimin di bahunya dan menjauh. Sama sekali tak membalik badan.

"Jiyoo?" Jimin bernada heran. Dia berjalan ke depan dan menunduk memastikan apa yang Jiyoo sembunyikan di balik tudungnya. Tapi wanita itu masih terus menyembunyikan diri dengan terus menunduk. "Kau tahu Yuna harus operasi karena tulang hidungnya bengkok?"

"O-oh...."

"Dia masih ada di rumah sakit hari ini. Setidaknya datanglah dan jenguk dia. Darahnya keluar cukup banyak waktu-hey, Jiyoo! Kau dengar ucapanku?!" Jimin menangkup paksa wajah itu agar menatapnya, membuat Jiyoo mendongak dan sontak menjerit nyeri. Mereka berpandangan pada akhirnya, setelah Jimin reflek melepas tangkupan itu dan ringisan Jiyoo terhenti.

"K-Kau kenapa?"

Jiyoo menurunkan tudungnya dengan kasar, membiarkan rahangnya yang memar menyedihkan terlihat jelas. "Kau lihat sekarang?" Wanita itu mengangkat wajahnya dengan gerak menantang. "Ini yang ingin kau lihat kan?"

Kelopak Jimin melebar kaget. "O-Oh... a-apa yang terjadi?"

"Sedikit kecelakaan. Tidak usah khawatir, haha. Aku masih bisa latihan voli dengan kedua tanganku."

Be Careful, Taehyung✔️Where stories live. Discover now