UNCERTAINTY - STATION

Start from the beginning
                                        

Berharap bahwa keyakinan mereka akan terwujud, menghiraukan sang Pencipta, pemilik semesta yang punya kuasa di atas segalanya.

Layaknya debu, namun begitu gemerlap seperti emas. Sombong dan naif.

.

.

"Aku bosan." ucap yang lebih tua, mengambil seluruh atensi kekasihnya yang sedang fokus memilah senjata virtual yang terpampang di monitor di depan mereka.

Woojin mengernyit heran, memandang Jihoon penuh tanya. Berharap mendapat penjelasan secepatnya, semoga apa yang ada dipikirannya bukan sesuatu yang akan menjadi nyata.

Jihoon menengadah.

"tidakkah kau seperti itu?" tanyanya dengan ekspresi datar, namun menyiratkan sebuah rasa yang tidak bisa ia jelaskan.

"kau bosan bermain game ini?" tanya pria yang sudah berhenti mengenggam stick game di tangannya.

Dirinya memutar tubuh, menghadap pada si manis yang sudah enggan menatap manik matanya.

Jihoon beranjak, melangkahkan kaki dan berhenti di sana, berdiri di dekat jendela memandang hujan deras beserta topan yang menggetarkan kaca.

"Kau tahu tapi kau berbohong. Pengalihan pembicaraanmu begitu kentara." jeda Jihoon memutar tubuhnya, memandang Woojin yang masih duduk bersila di lantai.

"Kau membuatku terlihat jahat Woojin-ah" lanjutnya dengan sendu.

Woojin menghela napas, "Jangan lagi kumohon, kita belum lama memulainya."

Jihoon menatap taman di tengah perumahan yang terlihat terguyur hujan dari jendela besar yang berada di kamar Woojin.

Dirinya diam, memikirkan seluruh resah yang ia rasakan. Mendera batin, berteriak pada nalarnya mengapa ia bisa seperti ini.

Jika adapun yang bertanya, maka Jihoon akan terus menggelengkan kepalanya, tidak tahu dan tidak mengerti. Sesakit apapun tekanan yang haus akan jawabannya, Jihoon akan terus membalasnya dengan jawaban yang sama.

Jihoon tidak paham dengan dirinya.

"Kenapa?" tanya Woojin yang masih terduduk, memandang Jihoon dari tempatnya,  nampak indah dengan titik-titik air hujan yang mengenai jendela bening tersebut.

Dirinya selalu bertanya tanya, bagaimana bisa ia mendapat Jihoon yang begitu atraktif, senyumnya yang manis, menariknya dalam labirin rumit dalam hazel indahnya.

Mengambil seluruh deru napasnya sekedar mendengar tawa Jihoon yang renyah, menghancurkan kesadarannya hingga ia habis kata untuk mengungkapkan kesempurnaan yang ada dalam diri Jihoon.

Mungkin ia akan terus tenggelam dalam raga itu, jika saja Jihoon tak kembali menatapnya dengan penuh afeksi.

Namun lenyap dan pergi, seluruh rasa itu hilang. Terbang terbawa egonya yang membumbung tinggi.

Pendar mata itu tak sama lagi, bahkan sebelum kalimat itu terucap, Woojin sudah hancur hingga tak merasakan pijakannya pada bumi lagi.

"Aku sudah mengatakannya bukan, aku tak tahu. Aku tak paham, dan aku tak mengerti. Aku bosan, itu saja." ujar Jihoon dengan napas tersengal sebab emosi sedikit menyelubunginya beserta kata-kata yang baru saja ia lontarkan.

Woojin bangkit. Dirinya benar benar tak mentolerir ini setelah kalimat yang sama diucapkan untuk ke sekian kali. Dirinya lantas menatap tajam pada Jihoon yang hanya membalasnya dengan ekspresi datar.

UNCERTAINTY ( 2Park/ChamWink ) [END] + SequelWhere stories live. Discover now