Prolog

266 3 0
                                    

Menangis. Dia menangis menahan sakit diperutnya. Setelah sekian lama dia berjuang sendirian, tanpa siapapun yang peduli padanya. Entah sudah berapa lama dia berusaha mengeluarkan sesuatu dari perutnya. Keringat bercucuran, membasahi baju kuningnya. Terdengar tangis menggelegar di penjuru ruangan itu. Nafasnya terengah-engah. Suatu yang berusaha ia keluarkan itu, telah berhasil keluar dan masih menangis. Tapi perutnya masihlah sangat sakit.

Tarik nafas. Keluarkan.

Sudah berkali-kali dia lakukan itu sambil terus mencengkram bantalnya yang bersarung merah muda bermotif bunga besar, sama dengan seprai kasurnya saat ini. Berantakan. Itulah penggambaran untuk tempat tidurnya saat ini.

Dia melihat ke bawah tubuhnya sambil terus berbaring. Kakinya mengangkang, tangis itu masih ada dan semakin keras. Perutnya masih sedikit besar. Ada yang keluar. Masih ada.

Sekuat tenaga dia keluarkan makhluk itu. Hingga akhirnya sakit itu berkurang. Dia merasa makhluk itu telah keluar, tapi tidak ada tangis baru. Masih tangis pertama yang terdengar.

Dia merubah posisi duduknya. Bawahan gaun biru pucatnya penuh bercak darah, sama dengan kasurnya. Sangat banyak yang ada di seprainya itu. Dia melihat bayinya. Membawa bayi pertama dalam tangannya. Mendekap dan ingin membantingnya. Bayi itu laki-laki. Dan dia membenci makhluk yang berjenis kelamin laki-laki. 

Namun, saat dia akan mengangkatnya, bayi itu diam. Seakan tidak ingin membuatnya susah. Lalu dia mendekap erat bayinya. Memeluk erat dalam ringkuk tubuhnya dengan deraian air mata. Menyesalinya. Ini bayinya. Anaknya, darah dagingnya.

Dia tersadar seakan melupakan sesuatu. Bayinya yang lain. Dia segera meletak pelan bayi laki-laki nya untuk melihat bayi lainnya. Perempuan. Air matanya mengalir lagi. Dada bayi perempuan itu bergerak, pertanda dia bernafas. Dia hidup, bayinya hidup! Tapi tidak ada tangisan, dia segera mengangkat bayinya. Tidak menangis, tapi saat berada dalam dekapannya, bayi itu merengek kecil. Diciumnya wajah bayinya, bertanda bersyukur. Bayinya hidup, dia memukul bayinya tepat di panyat bayi itu. Pelan, kemudian menjadi kuat. Bayinya tidak menangis, hanya merintih seakan ingin mengatakan sakit.

Tangisannya melaju kencang, bayinya tidak menangis. Bayinya tidak menangis. Dan tangisnya membahana seakan menggantikan tangis bayi mungilnya yang satu ini. Sedangkan bayi pertama, ikut menangis mendengar suara tangis ibunya yang mengeras.

The TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang