Bab 13 - A Sorry Sight

876 124 38
                                    

"Since when I fell in love with you?

How many times I cried for you?"

-Aiko, I did Fall in Love-




"Sampai kapan kamu mau begini?"


Taeyong kembali menaruh sendok berisi makanan yang akan disuapkan ke Doyoung. 

Entah sudah beberapa kali dia melakukannya. Yang jelas, Suster Hwang - yang sekarang berdiri di belakang Taeyong sambil menatap Doyoung khawatir, sudah sejak pagi mencoba memasukkan sesendok saja makanan ke mulut Doyoung, tapi tidak berhasil. Sampai harus dokter Taeyong sendiri yang turun tangan.


Disini yang bisa dekat dengan pemuda dingin itu hanya beberapa orang. Dokter Taeyong, Suster Hwang, dan perempuan berambut panjang yang sering menjenguknya.


Perempuan yang semenjak kemarin tidak terlihat batang hidungnya itu.


"Kau harus makan," lagi-lagi Taeyong berkata pelan.


Respon laki-laki itu masih tetap sama. Doyoung masih duduk diam seraya memeluk kedua kaki dan dagu yang ia tumpu diantara kedua lututnya. Mata gelap itu terus menatap kearah jendela sampingnya dengan tatapan kosong. Yang jelas arahnya berlawanan dengan posisi duduk Taeyong.


Dia terus duduk diam seperti itu sejak pagi, tidak bergerak. Seperti mayat hidup.


Taeyong menjambak rambutnya sendiri gusar. Kalau bisa ingin rasanya langsung menjejalkan makanan ini ke mulut Doyoung secara brutal biar dia mau membuka mulut. Tapi detik kemudian Taeyong menghela napas pelan, mengatur emosinya.


Dia sadar orang di depannya ini tidak dalam kondisi bisa dikasari.


Hari ini, yang seharusnya jadwal Doyoung untuk pemeriksaan terakhir sebelum bisa pulang, terpaksa harus ditunda juga.


Dan untuk sesi terapi psikisnya. . . Heolbahkan dia tidak mau makan dan berbicara, lantas bagaimana Taeyong bisa menjalankan sesi terapinya?


"Kenapa sih, suka menyiksa diri sendiri, heran." Taeyong memutar bola matanya, mulai merasa jengah. Lalu menaruh mangkuk yang ada ditangannya di meja. Percuma menunggu Doyoung membuka mulutnya. Sepertinya dia akan tetap diam seperti itu, entah sampai kapan.



"Atau kau mau kupindah ke rumah sakit jiwa?"



"Dokter!" Hardik suster Hwang pelan. Taeyong melirik ke arah wanita paruh baya itu - yang sekarang sudah memelototinya tajam. "Jangan terlalu kasar,"


Taeyong hanya mengedikkan bahu, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sudah terlalu kesal.

Two is Better than OneWhere stories live. Discover now