Nalani tidak menyahut.

“Nalani... kalo kamu gak jawab aku buka pintunya!” ancam Radina.

“Aku gak apa-apa!” seru Nalani.

Radina terkejut mendengar Nalani berseru seperti itu. Tidak lama kemudian Nalani membuka pintu kamar mandi lalu Radina pun membantu memapahnya.

“Loh, Mas, belum siap-siap sekolah?” tanya Bi Muas.

“Bagus deh Bibi dateng, Radina mandi dulu,” jawab Radina.

Bi Muas dibuat kagum oleh perilaku majikannya yang satu itu. Ia tersenyum tulus pada Nalani yang sudah duduk di ranjangnya. Mungkin Radina sudah mengubah pikirannya, pikir Bi Muas. Semoga. 

***

Seperti biasa, sepulang sekolah Radina akan langsung ke rumah sakit. Shift jaga Bi Muas pun berganti. Bi Muas segera pamit pulang begitu melihat Radina datang.

“Mas, kalo makanannya udah dateng, suapin Mbak Lani. Sebenernya Mbak Lani masih lemes,” bisik Bi Muas.

Hah? Suapin? Radina baru saja mau menyanggah, tapi Bi Muas sudah meninggalkan ruangan Nalani. Hening pun melanda.

“Udah ngerasa lebih baik?” tanya Radina.

Nalani mengangguk lemah.

Radina tertawa sinis. Apa Nalani yakin dengan jawabannya? Wajahnya saja masih pucat.

Pintu kamar Nalani diketuk sebentar kemudian seorang perawat membawa makanan untuk Nalani.

“Habiskan ya,” kata perawat itu.

Nalani tesenyum tipis lalu perawat itu pun pergi. Radina tidak membawa meja makan ke hadapan Nalani, tapi ia justru mendekatkan meja itu dengannya lalu ia duduk di samping Nalani.

“Aaaaak,” kata Radina sambil mendekatkan sendok pada mulut Nalani.

Kening Nalani langsung mengkerut.

“Bi Muas titip pesen untuk nyuapin kamu,” kata Radina.

Nalani menatap sendok di hadapannya dengan ragu lalu melahap makanannya. Kedua orang itu terperangkap dalam situasi canggung. Tidak ada yang bicara sama sekali sampai Nalani menghabiskan makanannya.

“Nal, kamu yakin soal keputusan kamu untuk bertahan?” tanya Radina.

Nalani mengangguk.

“Anaknya masih bisa diselametin kok kalo diangkat sekarang,” kata Radina.

Nalani hanya diam.

“Nal, denger, kalau terus dibiarin gini justru kamu yang nanti kenapa-napa,” kata Radina.

“Biar waktu yang jawab,” kata Nalani.

Radina menatap Nalani yang sedang bersandar sambil menonton tv. Nalani sudah seperti orang yang bosan hidup.

“Aw,” keluh Nalani.

Bayi yang berada di kandungan Nalani menendang-nendang dengan keras. Nalani memegangi perutnya yang sakit.

“Nal? You okay?” tanya Radina.

Bagaimana Nalani mau menjawab kalau rasa sakitnya bukan kepalang?! Radina mengubah posisi duduk Nalani agar tidak bersandar ke ranjang, melainkan bersandar di tubuhnya. Bukan hanya itu, Radina turut mengelusi perut Nalani.

“Sakit banget? Perlu aku panggil suster?” tanya Radina yang bisa merasakan tendangan maut anaknya itu.

Nalani menggeleng. Tiba-tiba bayinya berhenti menendang dengan kencang. Jantung Nalani berdegup kencang ketika Radina mengelusi perutnya. Radina sendiri deg-degan. Entah mengapa ia tidak ingin menyingkirkan tangannya dari perut Nalani. Lama kelamaan tendangan si bayi melemah kemudian berhenti.

Nalani dan Radina bertukar pandang. Mereka terpaku satu sama lain.

“Mbak Na... ups!” baru saja Madina membuka pintu, begitu melihat pemandangan yang satu itu ia kembali menutup pintu dan pergi.

Kehadiran Madina membuat Nalani dan Radina sadar. Mereka pun salah tingkah. Radina segera ke luar kamar Nalani untuk mencari Madina. Madina ternyata sudah kabur cukup jauh.

“Madina!” panggil Radina.

“Aku gak liat apa-apa kok, Mas, suer!” kata Madina.

Wajah Radina memerah. “Gak usah pake acara bual gitu, Madina,” kata Radina.

“Yaaa, maaf aku udah ganggu,” kata Madina.

“Kamu tungguin Nalani di kamar. Mas mau makan,” kata Radina.

Madina menatap Radina dengan tatapan jahil. Ia menyempatkan diri mencubit tangan abangnya sebelum setengah berlari ke kamar Nalani.

You’re extremely crazy, Rad,” desis Radina.

***

Nasib Nalani di kamarnya tidak jauh berbeda. Degup jantung Nalani tidak juga berhenti begitu Radina pergi menyusul Madina.

“Mbaaaak,” panggil Madina begitu masuk kamar Nalani.

Nalani terkejut dengan kehadiran Madina. Ia malu.

“Mas Radinanya makan dulu, jadi aku yang nemenin Mbak,” kata Madina.

Nalani menunduk. Mendengar kata Radina saja sudah sukses membuatnya berjengit.

“Halo, bayi! Tante datang menjenguk,” kata Madina sambil mendekatkan wajahnya dengan perut Nalani.

Wajah Nalani terasa begitu panas. Perutnya menjadi sangat sensitif hari ini.

****

for my beloved readers, comment sama votenya sangat ditunggu loh yang cantik, yang ganteng

jangan lupa doakan aku!

xoxo

faster than a weddingWhere stories live. Discover now