Ibu mengkahiri sisirannya, beralih membagi rambut Jiyoo jadi bagian-bagian kecil. "Ketidakmampuan membahagiakan anak itu amat menyakitkan bagi seorang ibu. Sakit hati sekali rasanya melihat Jungkook tak mau pergi kuliah karena ibu tidak mampu membelikannya laptop."

Jiyoo juga sedih mendengarnya.

"Besok, akan kuusahakan laptop itu ada untuk jungkook."

"Jiyoo-ya, dari mana uangnya?" ikatan kecil di rambut itu sempat terhenti sejenak. Begitu pula keheningan yang sempat mengisi percakapan mereka.

"Dari mana saja," ucap Jiyoo terdengar berusaha menyisipkan nada humor. "Akan aku usahakan."

Ikatan itu telah selesai dengan poni panjang Jiyoo dikepang dekat dengan kulit kepala, nyaris terlihat seakan-akan dia botak. Ibu tak membiarkan sehelai rambut pun menghalangi latihannya sore nanti. Jiyoo bangkit perlahan dan mereka berdiri berhadapan.

"Karena anak sulung harus bisa menggantikan peran ayah."

Sebelum kembali meninggalkan rumah, Jiyoo memasuki kamar Jungkook. Dilihatnya barang-barang yang tersusun rapi sekaligus berantakan. Ada banyak poster dan figur astronot di dalam kamar itu. Jungkook mengoleksi barang-barang bergambar astonot untuk membayar mimpinya yang tak tercapai. Bandul di atas pulpen adalah helm astronot, sementara coretan di dinding kamarnya adalah tekstur bulan dan kotak yang terdampar adalah radio. Jungkook pernah melihat itu di satu video musik, dan ia menggambarnya ulang di tembok kamar.

Ah, lelaki itu Jiyoo sayang sekali. Tapi, seperti kebanyakan kakak, yang keluar dari mulut jiyoo seringkali makian. Semua itu tak lebih karena Jiyoo terlalu peduli. Meski di akhir hari Jiyoo akan menyesal melontarkan kalimat kasar pada sang adik. Tapi, Jiyoo tahu Jungkook juga mengerti. Meski tak pernah saling berkata bahwa mereka saling menyanyangi-karena bagi jiyoo itu menggelikan, apalagi bagi jungkook. Namun, keduanya tahu... diungkapkan dan tak diungkapkan pun kasih sayang itu ada.

-o0o-

Sepanjang latihan sore, Jiyoo berusaha menjalaninya seperti biasa; berteriak ketika tak mampu meraih bola, dan memekik senang ketika berhasil mencetak angka. Dia tertawa menyaksikan kelakuan konyol rekan timnya, dan tersenyum kecil ketika mendapati Taehyung duduk di bangku penonton, menyaksikan dengan serius.

Pertandingan latihan kembali dimulai dengan permainan yang berjalan lancar pada mulanya. Sampai pada titik di mana Jiyoo melompat di depan net untuk menghadang bola. Tahanan tangannya membuat bola itu kembali ke area lawan, kemudian membentur wajah pemain hingga hidungnya berdarah. Yuna yang tengah berperan sebagai tim lawan terus menunduk sambil menutupi hidungnya, tapi darah terus saja menetes dari sela-sela jari. Orang-orang berlari menghampiri wanita itu dan beberapa lagi melayangkan pandangan tak percaya pada Jiyoo yang mematung kaget.

"Jiyoo-ya, sudah kubilang jangan terlalu keras! Kita hanya latihan!"

Yuna adalah anggota tim mereka yang memegang posisi smasher. Dalam simulasi pertandingan, wanita itu menjadi lawan tim Jiyoo. Sontak saja rekan bereaksi keras ketika jiyoo membuat sesama anggota timnya terluka dalam latihan pertandingan ini.

Yuna dibawa ke ruang kesehatan, sementara jiyoo mendapat pandangan tak suka dari rekan-rekannya. Jimin yang juga menyaksikan pertandingan hanya melihat sekilas pada jiyoo dengan raut kecewa, kemudian mengikuti rombongan untuk memastikan keadaan Yuna.

Latihan itu dihentikan secara tak resmi. Yang tersisa hanya beberapa orang junior yang tengah berlari mengitari lapangan. Sementara jiyoo berjalan lesu dan duduk di bangku penonton. Kepalanya menunduk, meninjau kembali kesalahannya. Tahu-tahu saja, ketika Taehyung duduk di sisinya, mata jiyoo sudah berair.

"Kau punya masalah dengan wanita itu?"

"Ah?" jiyoo menoleh, tanpa sadar membuat taehyung tahu bahwa dirinya menangis. Segera saja Jiyoo menggeleng kikuk, menolehkan kembali wajahnya ke arah lain. "Jika kau pikir aku melakukannya karena aku punya masalah dengan dia, jawabannya adalah tidak. Aku tidak punya masalah dengan orang itu. Aku sama sekali tak sengaja melakukannya."

Be Careful, Taehyung✔️Where stories live. Discover now