Nalani turun ke lantai bawah dan melihat Bi Muas sedang memasak di dapur.

“Bi,” panggil Nalani.

“Ya ampun, Mbak! Mbak tuh bikin kaget aja!” kata Bi Muas.

“Ada yang bisa Lani bantu?” tanya Nalani.

“Nggak ada, Mbak. Mbak tidur lagi aja,” jawab Bi Muas sambil memotong wortel.

“Sini, kalo sekedar motong wortel, Lani juga bisa,” kata Nalani.

Bi Muas awalnya ragu memberikan pisau pada Nalani, tapi keraguannya hilang begitu saja ketika Nalani bisa memotong dengan cepat dan rapi.

“Belajar di mana, Mbak? Mbak suka masak, ya?” tanya Bi Muas.

“Waktu di Yogya dulu saya pernah kerja di catering, jadi masak-masak gini sih udah biasa,” jawab Nalani.

“Kerja? Emang Mbak Lani udah boleh kerja?”

“Boleh. Gak ada yang ngelarang kok. Kalo bisa ya kerja aja.”

Pekerjaan Bi Muas menjadi lebih ringan hari itu. Kini, ketegangan menjalari tubuh Nalani. Ia harus makan bersama Radina dan keluarganya. Nalani duduk tepat di samping Radina dan aura ketegangan memancar dari keduanya.

“Bibi, hari ini masak apa?” tanya Madina, adik Radina yang duduk di kelas 3 SMP.

“Sayur sop, Mbak,” jawab Bi Muas.

Madina duduk di depan Nalani. Matanya meneliti penampilan Nalani sesaat lalu memalingkan mukanya. Nalani merasa semakin tidak nyaman. Ia makan dengan sangat tidak bernafsu meskipun makanan yang dihidangkan sangat enak di lidahnya.

“Nalani, kamu masih bisa sekolah kok. Saya sudah daftarkan homeschooling,” kata ayah Radina.

Nalani terkejut mendengar perkataan ayah Radina.

“Kamu harus sekolah, tapi gak mungkin kan kamu ke sekolah biasa dengan perut kamu yang nanti membuncit?” kata ayah Radina.

“Terima kasih, Pak,” kata Nalani sambil menduduk.

Maka dari itu, dimulailah hari baru bagi Nalani sebagai murid home schooling di rumah yang paling asing baginya.

 ***

Kehidupan Nalani berubah 180 derajat. Ia harus menjalani home schooling yang ternyata begitu membosankan karena harus ia jalani sendiri tanpa kehadiran teman seorang pun, ia harus minum berbagai macam obat dan nutrisi karena ia mengidap toxoplasma, dan ia juga harus makan tepat waktu tanpa bisa menyomot makanan berat jika tidak pada waktunya. Hubungannya dengan Radina juga tetap tidak baik, mereka hanya mengurus diri mereka masing-masing.

Saat kandungannya pada trismester pertama, Nalani mengalami apa yang dinamakan ngidam. Ia memaksa Bi Muas untuk turut memasak.

“Mbak, Mbak tuh mau makan apa? Biar Bibi yang buatkan,” kata Bi Muas.

“Nalani aja yang masaknya. Pokoknya Bibi diem aja!” kata Nalani.

“Mbak, nanti Mbak harus makan sama yang lain loh, bukan Mbak aja yang makan,” kata Bi Muas, mewanti-wanti Nalani yang dikhawatirkan akan membuang-buang makanan.

“Iya, saya tau. Saya pengen masak,” kata Nalani.

Bi Muas akhirnya menyerah. Ia membiarkan Nalani memasak namun ia jadi tidak khawatir karena ia melihat sendiri keahlian Nalani memasak. Pada waktunya makan, semua orang berkumpul di meja makan, minus Bi Muas karena ia hanya membantu menyiapkan makan malam.

faster than a weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang